Saudara, ketika kita membicarakan tentang Yosua, kita menghadapi sebuah kondisi, yang mungkin saya rasa tidak terlalu jauh dengan banyak kehidupan pada zaman ini. Saya tidak tahu seberapa jauh kita yang sudah hidup menjadi orang Kristen, betul-betul bisa mengerti kenapa Yosua mendapatkan berita atau mendapatkan perintah yang begitu keras yang Tuhan nyatakan di dalam ayatnya yang ke-5 ini, “Seorangpun tidak akan dapat bertahan menghadapi engkau seumur hidupmu; seperti Aku menyertai Musa, demikianlah Aku akan menyertai engkau; Aku tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau.” Saudara, pertanyaan ini adalah pertanyaan bagaimana, seberapa jauh Anda dan saya sebagai seorang Kristen di titik pertama seluruh hidup Anda, Anda menyadari bahwa hidup Anda bergantung mutlak kepada Tuhan. Semakin saya melihat dunia kita semakin modern, semakin kita berpendidikan, semakin terasa manusia tidak lagi mengandalkan Tuhan. Kita berjalan sendiri, kita atur semua sendiri, kita punya otak –bermain sendiri, kita ambil semua sendiri.
Seberapa ketika kita bangun tidur kita sadar, “Tuhan, aku tidak bisa hidup hari ini, kecuali Engkau besertaku”. Seberapa banyak kita bangun hari ini, Tuhan nggak ada, bahkan ini hari minggu, Tuhan nggak ada. Kita sibuk dengan semua agenda kita, kita sibuk dengan acara hari ini dan kita sudah atur semua, kita sudah punya planning begitu banyak dan kita tidak pernah bertanya, Tuhan mau apa dengan saya? Kenapa? Tuhan nggak ada di dalam hidup kita. Lalu Tuhan itu ada kapan? Tuhan ada ketika kita sedang kesusahan. Tuhan ada ketika kita sedang menghadapi problem dan itu adalah menjadi tempat kita mempersalahkan dia, menggerutu kepada Dia dan menuntut bagaimana Dia harus memenuhi apa yang kita inginkan. Pertanyaan yang serius menjadi pertanyaan kita semua. Ketika di dalam dunia yang semakin hari semakin begitu rumit, sebetulnya Tuhan itu siapa di hadapan kita. Who is our God?
Saudara ketika kita kembali kepada apa yang kita baca; Musa selesai, masa hidupnya habis, tugas dia selesai maka pekerjaan Tuhan tidak selesai. Yosua harus melanjutkan. Ketika Yosua melanjutkan, berarti Yosua adalah generasi kedua ketika orang Israel keluar dari Mesir, maka Tuhan ingin kembali lagi menyadarkan sebetulnya, apa sih sebetulnya yang menjadi esensi bagi kehidupan Yosua, kehidupan orang Israel di tengah- tengah dunia ini –di dalam perjalanan sejarah ini. Saudara sepintas kalau kita membaca dari ayat 1 tadi, Tuhan mau mengatakan berkali kali mengatakan “Yosua, ingat, Saya sudah berjanji kepada Musa”, dengan kata lain, Allah ingin menegaskan kepada Yosua, Yosua kamu menjalankan tugas, melanjutkan apa yang sudah saya bicarakan dengan Musa sebelum kamu. Dan itu kalau kita mengerti, itulah sebetulnya esensi kehidupan manusia.
Dan Saudara, problematika kehidupan kita mulai menjadi bermasalah ketika kita kehilangan natur pertama dari pada iman kita. Ketika kita menjadi seorang Kristen kita tidak menyadari apa sih sebetulnya perbedaan seorang Kristen dengan seorang yang beragama. Apa bedanya orang cuma sekedar beragama dengan menjadi seorang Kristen. Saudara, seorang mantan imam Katholik, pernah menuliskan satu artikel mengatakan, “Saya menjadi seorang atheis sekarang, karena saya sudah menyelidiki dan dalam penelitian saya” –dan saya rasa penelitian dia benar– “bahwa akhirnya setelah saya memperhatikan beratus-ratus tahun, agama tidak menyelesaikan persoalan manusia. Agama tidak memenuhi keinginan manusia. Agama tidak mampu mencapai apa yang diharapkan oleh manusia, yaitu menjadikan manusia itu hidup nyaman, damai sejahtera, tidak ada kesulitan, tidak ada masalah, dan setiap kita bisa hidup baik-baik. Maka dari semua itu, kesimpulannya adalah agama sudah gagal.” Nah Saudara, kalau Anda sudah mulai masuk ke dalam definisi yang seperti ini, saya akan mengatakan “yes, agree, setuju sekali”. Ketika agama ingin membuat manusia hidup baik, jangan pernah berpikir manusia akan menjadi lebih baik. Agama tidak akan pernah membuat manusia lebih baik. Kalimat itu menjadi kalimat yang sudah nyata bertahun tahun bahkan sampai puncaknya kalau Anda mempelajari bagaimana pikiran daripada Nietzsche, pikiran dari pada Bertrand Russell, yang mencetuskan Atheisme di akhir abad ke 19 menuju abad 20, menjadikan abad 20 kita menjadi abad yang begitu luar biasa seperti mau memberontak total kepada Tuhan. Munculnya counter culture movement –pergerakan pemberontakan kepada Tuhan–. Lalu manusia menjadi manusia yang pengen dirinya menjadi Tuhan. Sebetulnya ada apa sih yang menjadi masalah. Agama-nya yang salah atau orangnya yang salah? Saudara kalau kalimat seperti ini kita tidak bereskan, maka kita akan terjebak ke dalam problematika cara berpikir yang sama.
Nah Saudara, saya berkali kali di dalam pembinaan saya di Bintaro, saya berkali kali menegaskan, problematikanya adalah ketika kita hidup, kita didikte oleh pemikiran-pemikiran dunia, pemikiran-pemikiran Teologis agamawis yang tidak kembali kepada apa yang Allah inginkan. Saudara, ini menjadi isu yang berkali kali terjadi. Manusia mengkotakkan konsepnya, lalu kemudian menjadikan dia menjadi allahnya. Manusia membentuk teologinya dan kemudian teologi itu menjadi sebuah agama, dan agama itulah menjadi tempat di mana dia kemudian merasa berelasi dengan allahnya. Saudara, orang Israel adalah orang yang menjadikan taurat menjadi allahnya dia. Dan nanti kalau kita lihat, hampir semua agama mempunyai aturan-aturan yang menjadi allahnya dia. Actually apa? Dia tidak pernah berkorelasi dengan allah itu sendiri. Nah yang celaka, kita di dalam gereja Reformed, seringkali kita pun juga berteologi dengan begitu kuat, kita mempelajari banyak hal, kita mempunyai konsep-konsep Teologi bahkan saya tidak jarang mendengar keributan-keributan, pertengkaran keras, perdebatan habis antara sesat dan tidak sesat, antara benar dan tidak benar dan Teologi dibuat ribut luar biasa, tetapi pertanyaan serius setelah itu kita betul kenal Tuhannya gak? Seberapa kita berelasi dengan Allah itu sampai Anda dan saya bisa mengerti kalimat yang Tuhan katakan kepada Yosua. “Yosua, please perhatikan, kau jalan tidak bisa lepas tanpa penyertaanKu”. Ketika Anda dan saya hidup, terpaan dunia modern, pengembangan cara berpikir modern, tanpa sadar membangun spirit humanistic. Bagaimana man as god, manusia itulah penentu apapun, manusia itulah penguasa apapun, manusia itulah pusat –the center of everthing, pusat segala-galanya–. Maka dunia abad 21 menjadi abad selfie, abad self-orientation, everthing is self, and anything is self. Life is self. Everything is self.
Saudara, ini menjadi isu besar, kembali saya mengajak kita kembali kepada Yosua. Yosua berada di dalam dualisme kehidupan. Kalau Saudara memperhatikan kehidupan Yosua, Yosua berada di dalam dua kondisi yang membuat saya sangat unik karena dua kondisi ini seharusnya kalau dijadikan ikatan positif bisa menjadi begitu kuat tetapi begitu dijadikan ikatan negatif, dia menjadi begitu rusak, jadi pengalaman dan kehidupan Yosua yang Tuhan biarkan muncul di dalam kehidupan dia, sampai kemudian, ya saya sampai tadi pagi masih terus bergumul, terus mencoba melihat kenapa ketika Musa selesai bukan Kaleb yang dipilih, tapi Yosua. Saudara, saya tidak mau ikut di dalam keributan urusan itu, karena itu bukan urusan kita sekarang. Tetapi saya ingin melihat sesuatu, yaitu semua para teolog dan komentator, melihat bahwa ada satu hal yang sangat unik.
Yosua adalah orang yang dari awal –kalau Saudara melihat dari Keluaran, mereka baru keluar dari Mesir, Keluaran pasal 17, maka Yosua itu sudah dikenal menjadi abdi Musa. Tidak pernah disebut Kaleb adalah abdi Musa. Kaleb baru muncul ketika menjadi pengintai, tetapi Yosua dari sejak awal dia adalah –istilahnya budaknya Musa. Kalau dikatakan budaknya, mungkin karena ya lebih banyak istilahnya dikacungin gitu ya. Tapi jangan salah, Saudara. Dikacungin sama orang super besar itu adalah kedahsyatan luar biasa. Saya pernah berpikir kalau saya dikacungi sama Pak Tong kira-kira gimana gitu ya. “hei Cipto you kerjakan ini, Cipto you kesana, Cipto you kerjakan ini” gitu ya istilahnya. Tapi Saudara, tergantung siapa ini yang ngomong. Kalau yang ngomong ini orang besar, itu bukan urusan sederhana saudara. Dikacungin oleh Musa itu adalah pekerjaan dahsyat. Dan kalau Saudara perhatikan di dalam sepanjang sejarah, ketika Musa memberikan perintah-perintah kepada Yosua bahkan begitu luar biasa dari ujung A sampai ujung Z, segala aspek, itu dilemparkan kepada Yosua. Sebetulnya itu adalah sebuah pelatihan bagaimana Yosua menjadi total assistant sekaligus duplicator bagi Musa. Apa yang harusnya Musa bisa kerjakan, dilempar kepada Yosua, maka Yosua menjalankan apa yang Musa kerjakan. Dengan begitu Yosua tanpa sadar terlatih bertahun-tahun untuk mengikuti bagaimana cara mikirnya Musa, mengikuti cara kerjanya Musa, kebijaksanaan Musa, pendiirian dan konsep dia, cara dia menghadapi masalah, segala aspek.
Saudara, ini kalau saya mulai mempelajari ini, saya mulai mengingat di Perjanjian Baru, bagaimana Paulus juga menggandeng Timotius, lalu Timotius dibawa terus kemana-mana, sampai ketika Paulus sudah mau mati, kalimatnya keluar sama. “Timotius, kau gantikan aku. Kenapa? Karena kamu sudah mengikuti ajaranku, cara hidupku, pendirianku, imanku, kesabaranku”. Saudara Timotius ikut ngintil terus sama Paulus. Ngikut dikacungin sama Paulus, tapi bersamaan dengan itu, Timotius sedang belajar, bagaimana dia mengerti ajarannya Paulus, mengerti cara hidupnya Paulus, mengerti pendirian-pendirian, kebijakan-kebijakan, bagaimana dia tidak goyang, bagaimana mengatur semua kesulitan, bagaimana kesabaran, bagaimana ketekunan, bagaimana iman, bagaimana cinta kasih. Saudara, ini bukan teori yang bisa diajarkan di atas kertas, tidak mungkin belajar seperti ini di atas kertas. Satu-satunya cara adalah hidup dikacungin. Tetapi Saudara, itu bisa berefek ketika akhirnya Musa tidak ada, maka Yosua di titik pertama –banyak Teolog mengatakan dia hidup seperti ada di bawah pohon besar, yang kemudian pohonnya mati maka orang ini akan dituntut tiba-tiba menjadi pengganti dan dia bisa hidup mindernya gak ketulungan. Nah saya sedang berpikir-pikir, nanti kalau Pak Tong misalkan tidak ada, terus kemudian yang ditunjuk gantiin, saya ingin tahu, nanti dia bisa gimana rasanya, gitu ya. Bekas tinggal, menggantikan di bawah pohon besar. Kalau kita lebih besar dari pohonnya tidak apa. Tapi celakanya tidak pernah terjadi, kitanya lebih besar dari pohonnya. Gitu kan, Saudara. Pohonnya lebih besar, kitanya lebih kecil, lalu pohonnya tidak ada, itu merupakan sesuatu yang membuat gamang luar biasa Yosua. Maka saudara ini yang membuat Tuhan kemudian berkata kepada Yosua, “kuatkan, teguhkan hatimu. Ingat, jangan nyelonong, jangan sembarangan. Aku menyertai kamu dan tidak mungkin ada apapun juga yang bisa melawan kamu, kalau Saya menyertai kamu”.
Tapi saudara kita bisa melihat dari aspek yang kedua. Yaitu karena saudara bisa melihat dari 12 pengintai, akhirnya cuma lulus 2, Yosua dan Kaleb. Semua satu generasi dibunuh habis. Saudara kalau membaca Yosua pasal 5, nanti akan melihat betapa ngerinya ketika sudah selesai, mau masuk ke tanah perjanjian, lalu Tuhan kasih perintah kepada Yosua. “Yosua, sunat semuanya. Kamu siapkan pisau sunat semua”. Kaget Yosua. Mati lu, kan dulu sudah pernah sunat, masa sunat 2x, habis ya. Tapi saudara, Tuhan bilang, sunat. Kecuali kamu sama Kaleb. Ketika dijalankan sunat, terbukti, semua yang disunat tidak ada yang sebelumnya pernah disunat. Berarti Saudara, itu cuma membuktikan satu hal, melalui tindakan itu, Tuhan mau mengatakan, generasi lalu sudah habis. Tidak sisa satupun, satu generasi dibuang habis. Tuhan tidak main. Tuhan mau menunjukkan kepada Yosua, “kalau Aku ngomong, aku tidak main. Kalau Aku bilang satu generasi ini Saya buang, 38 tahun buang habis. Nanti kamu buktikan nggak sisa satupun”. Saudara ketika kalimat itu muncul, Saudara bisa bayangkan di saat seperti itu, Yosua bisa merasakan “wow, I’m only two. One among two”. Saya cuma satu diantara 2. Dan dari 2, saya yang terpilih. Wah, full experience, saya penuh dengan segala pengalaman. Coba lihat, waktu di Masa, Meriba, ketika Harun dan Hur mengangkat tangan Musa; kalau tangan diangkat menang, kalau tangan turun kalah. Saudara, waktu terjadi begini itu, Saudara tahu ini di atas gunung begini, yang perang di bawah itu siapa? Yosua. Jadi Yosua merasakan bagaimana dia hidup, bagaimana Tuhan menyertai, bagaimana ikut Musa bagaimana dia full of experience. “Aku itu orang yang sudah super pengalaman, tidak heran kalau aku sama Kaleb punya 2 orang, maka sisa tinggal 2, ya layaknya lah memang aku yang kepilih”. Betul? “Kaleb tidak ada ceritanya, saya punya cerita panjang, Kaleb belum pengalaman, aku punya pengalaman panjang”. Tapi jangan salah Saudara, di saat seperti itu, berita Tuhan juga sangat perlu, “hati-hati Yosua, jangan nyelonong ke kanan ke kiri. Jangan belok ke kanan ke kiri. Ingat, ingat, bersandar kepadaKu. KekuatanKu menjadi kekuatan yang membuat hidupmu jalan sampai selesai”.
Saudara, ini adalah 2 penyakit manusia yang seumur hidup sejak kejadian pasal ke-3 selalu muncul. Di tengah-tengah kita punya kehidupan, kita kecenderungan untuk membangun diri menurut diri, dari diri, untuk diri. Itu menjadi isu besar dari sejak kejadian kejatuhan manusia ke dalam dosa. Kejatuhan manusia ke dalam dosa, adalah satu titik dimana manusia menolak Tuhan karena manusia merasa dia mampu mengambil keputusan sendiri. I can choose my own decision. Saya bisa memilih keputusanku sendiri tidak butuh Tuhan. Bahkan aku mencurigai, jangan-jangan Tuhan punya maksud tidak baik kepadaku. Ini yang ditanam ular kepada Adam, kepada Hawa. “Sudahlah, loe bilang makan itu mati, Tuhan bilang begitu, tidak usah percaya. Tuhan tidak suka nanti loe jadi kayak Tuhan. Itu Tuhan tidak suka”. Saudara, dari titik pertama, ada satu kecurigaan manusia bahwa Allah tidak bisa, tidak mampu untuk menolong kita karena Tuhan punya maksud yang negative, Tuhan punya maksud yang jahat kepada kita. Maka jangan kaget, nanti di dalam konsep agama yang muncul adalah, “Tuhan, kenapa loe bikin jahat sama gua? Kenapa loe bikin celaka gua? Ayo dong buktikan kalau loe baik sama gua. Tolong semua yang gua mau, loe harus ikuti. Kenapa? Itu untuk membuktikan Engkau baik kepada saya”. Saudara, ini adalah sikap agama. Setiap kali, so easy, begitu gampang kita mencugai Tuhan itu berbuat jahat sama kita.
Saya berkali kali mengatakan hati” jadi orang Kristen. Jangan sampai sekali kali Anda mengatakan “Allah jahat”. Itu adalah hoax paling jahat di alam semesta. Kalau sekarang hoax masuk penjara, itu mustinya masuk neraka langsung. Kenapa? Yang difitnah adalah Presiden? Abis Anda. Kaisar? Potong leher. Bukan. Yang difitnah : Allah. Nah kalau Presiden masuk penjara, Kaisar potong leher, kalau memfitnah Tuhan, urusannya gimana ya? Saudara, kita kadang-kadang begitu gampang mempermainkan yang namanya agama. Di sinilah saya ingin kita secara sepintas, secara sangat dangkal mungkin, kita akan mencoba 4 poin yang harus kita benahi di dalam kita membentuk kehidupan religius kita, kehidupan kita sebagai seorang beragama.
Melalui satu ayat yang kita baca tadi, sebetulnya di belakangnya ada sebuah cerita yang sangat-sangat panjang. Yaitu bagaimana, apa yang kita lihat kejadian hingga Yosua tiba di tepi Sungai Yordan. “Seorang pun tidak akan dapat bertahan menghadapi engkau, seumur hidupmu, seperti aku menyertai Musa, demikianlah Aku akan menyertai engkau. Aku tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau”. Watch this, apa latar belakang kalimat ini? Kenapa Tuhan menjaga Yosua begitu besar? Kenapa Tuhan menjaga itu berdasarkan janji yang Tuhan berikan kepada Musa. Ini adalah titik pertama bagaimana membentuk suatu komprehensif Teological konsep. Kesalahan fatal di dalam konsep keagamaan, membuat banyak orang semakin pintar, dia semakin atheis. Semakin pintar semakin mengerti dan semakin belajar, dia akan menjadi semakin atheis. Kenapa? Karena dia melihat bagaimana agama sedang memelintir ke-illogicality-nya –ketidaklogisannya dia–. Sebetulnya seluruh konsep agama adalah sebuah permainan yang begitu bodohnya. Tapi karena sudah dipercaya, bodohpun dipercaya, itulah yang namanya iman. Iman itu belum tentu merupakan kebijaksanaan. Tidak, kecuali Anda kembali kepada Tuhan.
Efeknya adalah ketika kita melihat hal ini problematika yang pertama terjadi adalah terjadinya kegagalan teological orientation. Kalau kita di titik pertama ini tidak beres, seluruh iman kita hancur. Saudara, pertanyaan pertama, ngapain sih Yosua hari itu ada di situ? Sebetulnya orang Israel pada saat itu ada di tepi Sungai Yordan, untuk apa? Ini menjadi dualisme yang besar sekali, saudara perhatikan sepanjang sejarah hidup, yosua mengalami itu bersama Musa, orang Israel keluar dari Mesir untuk tugas apa? Tuhan bilang sama Musa, “bilang sama Firaun, saya minta umatKu pergi keluar dari tanah Mesir, supaya mereka bisa beribadah kepadaKu”. Jadi orientasi utama apa? Setiap orang Israel dibawa keluar dari tanah Mesir, tugas utama Musa mengeluarkan Israel dari tanah Mesir, membawa mereka ke tanah perjanjian, supaya apa? Supaya mereka bisa beribadah kepada Tuhan. Tetapi Saudara perhatikan, sepanjang sejarah, sepanjang 38 tahun, yang diributkan oleh orang Israel, bukan mau beribadah kepada Tuhan. Bisa sadar? Ketika mereka keluar, yang ribut pertama apa? Kita lapar. Sudah habis lapar, kasih makan, tidak cukup. Makanannya kurang enak. Di sono makan daging, di sini nggak makan daging. Saudara perhatikan, sepanjang cerita, ributnya orang Israel itu terus. Kenapa kita susah?, kenapa kita tidak ada air?, kenapa kita tidak makan?, terus ribut hanya untuk mikirin “Tuhan kalau loe ada, kenapa aku tidak ditolong, kenapa tidak begini, kenapa tidak begitu, kenapa tidak”. Semua orientasi agama adalah untuk kepentingan diri kita. Padahal Tuhan bilang, “loe keluar dari Mesir bukan buat itu. Kamu keluar dari Mesir untuk beribadah kepadaKu. Mana ibadahmu itu? Sampaipun lebih gilanya, kamu membangun patung lembu emas. Ketimbang kau beribadah kepadaKu, kau telah memilih ilah lain untuk kau sembah”. Saudara, Tuhan ngamuk luar biasa. Tapi Saudara, penyakit ini bukan penyakit baru, Saudara. Penyakit ini bukan penyakit cuma sesaat. Penyakit ini adalah penyakit agama.
Saya berkali kali mengatakan, yang namanya agama itu pasti harus menyembah sesuatu atau nggak ya? Kalau yang namanya agama, pasti ada yang disembah, maka di dalam agama musti ada sembah-hyang –sembahyang. Kalau tidak ada sembah-hyang bukan agama. Namanya agama harus ada yang disembah. Lalu semua ditanya, “Saudara-saudara yang disembah sama yang nyembah, mana lebih tinggi?” Jawaban pasti benar, yang disembah lebih tinggi dari yang nyembah. Karena nyembahnya, gak mungkin nyembahnya yang di bawah. Jadi yang disembah kudu pasti lebih tinggi, yang nyembah itu membungkukkan diri untuk mengakui kedaulatan yang lebih tinggi. Berarti yang disembah lebih berotoritas dari yang nyembah. Logis dan benar. Kalau yang disembah lebih tinggi lebih berotoritas dari yang nyembah yang dibawah lebih takluk makanya sembah. Kata sembah itu untuk menundukkan diri, menaklukan diri, maka pertanyaannya yang disembah ngatur yang nyembah atau yang nyembah ngatur yang disembah? Sampai sini berhenti semua, stop semua agama. Kenapa? Dari agama paling primitive sampai agama paling modern, kerjanya ngapain? 3 langkah : (1). How to persuade God?. Ini langkah pertama. Agama dari paling kuno, paling primitive di pojokan sebelah mana sampai paling modern nggak beda, sama. First step, how to persuade God, bikin Tuhan tenang, jangan bikin masalah sama saya. Tapi manusia belum selesai cuma dengan persuading. Selesai persuading, Tuhan sudah di rasa baik”, mulai ngelunjak.
Langkah kedua, after persuading God, the next step is (2). manipulating God. Tugas agama adalah bagaimana manusia memanipulasi Allah. Katanya Allah Maha Kuasa, tapi Allah Maha Kuasa diatur sama manusia. Jadi siapa yang lebih maha kuasa? Allah Maha Kuasa; aku lebih berkuasa dari Allah Maha Kuasa, sampai Allah Maha Kuasa nurut sama aku yang nggak maha kuasa. Saudara, berapa banyak di kehidupan kita berteriak-teriak “Allah besar, Allah Maha Kuasa, Allah hebat”, tapi ujung-ujungnya “Tuhan loe nurut sama yang saya mau”. Saudara banyak orang kalau nggak ada keperluan apa-apa dia tidak nggak bakal ke tempat ibadahnya dia. Sebetulnya Tuhan itu apa? Tuhan adalah pelengkap penderita. Dia adalah tempat bagaimana kita manipulasi lalu pakai alasan Dia Maha Kuasa. Dia pasti mampu. Tapi siapa yang mengendalikan Allah Maha Kuasa? Manusia. Jadi pertanyaan siapa lebih maha kuasa? Manusia. Setelah manusia bisa mem-persuading God, tahap kedua manusia manipulating God. Selesai? Belum.
Masih ada tahap ketiga. (3). Eliminate God. Ketika Tuhan Yesus tanya kepada murid-muridNya, “menurut kamu, siapa Saya?” Saudara, kalimat itu bukan kalimat ngawur, kalimat itu Tuhan Yesus sengaja tanya di tengah supermarket dewa. Jangan kaget, at the end, manusia menjadi atheis. Saudara, kalau kita tidak hati-hati, kita pun jangan salah, abad ke-21 kita doing the same thing, kita melakukan hal yang sama. Maka di titik pertama, theological orientation tidak boleh lepas dari kehidupan kita. Ingat bahwa kita ada karena Tuhan mencipta kita. Kita ada karena Tuhan menebus kita. Kita ada karena kita milik Dia dan kita hidup untuk beribadah kepada Dia. Orientasi seluruh hidup Anda bukan di kita, bukan di saya, tetapi di tangan Tuhan. Seberapa mulai melek mata sampai tidur lagi, orientasi hidupmu di Tuhan? Sampai berapa ketika engkau belajar, engkau belajar bukan untuk mendapatkan A buat dirimu, tetapi engkau belajar karena engkau mempertanggungjawabkan tugas yang Tuhan berikan kepadamu yang terbaik. Setiap siswa belajar, punya banyak motivasi. Apa bedanya anak Tuhan sama bukan? Anak Tuhan belajar bukan untuk dirinya, bukan bukan buat bangga-bangga dirinya dapat A tapi dia belajar karena dia tahu, Tuhan kasih talenta mau dipakai untuk Tuhan. Harus kerjakan baik-baik, supaya apa? Supaya saya bisa mengembalikan pekerjaan yang Tuhan inginkan. Kenapa? Karena Tuhan mengatakan, kamu itu dicipta oleh Tuhan, dicipta ulang di dalam Yesus Kristus untuk melakukan pekerjaan baik yang disiapkan oleh Allah. Dia mau supaya engkau hidup didalam-Nya.
Ini hal pertama, ketika Anda hidup beragama, orientasi Anda bukan kepada Allah, tetapi kepada diri, kita sedang mempermainkan iman. Agama tidak menjadi agama, agama tidak menjamin iman beres, kenapa, orientasi bergeser. Yosua diingatkan oleh Tuhan, tugasnya melanjutkan hal janji dengan Musa. Engkau jalan menurut maumu sendiri, bukan. “Aku mau umatKu masuk ke tanah Kanaan, untuk beribadah kepada-Ku”. Saudara, maka sepanjang perjalanan orang Israel, pertanyaan Allah cuma satu, bukan berapa banyak Anda kaya, berapa pintar Anda, bukan itu. Tuhan cuma tanya satu, “berapa banyak engkau beribadah kepada-Ku?”. Setiap urusan orang Israel bermasalah, cuma karena satu alasan, mereka bermasalah di dalam masalah ibadah. Mereka mulai main dengan illah lain, begitu mereka mulai main dengan illah lain, Tuhan buang mereka habis. Seberapa hidup kita betul-betul belajar? Peringatan yang Tuhan berikan kepada Yosua, boleh menjadi peringatan untuk kita, lebih 30 abad sampai hari ini, peringatan itu belum mubazir, belum berhenti. Ini masih berlaku sampai hari ini.
Hal yang kedua, ketika Anda sudah salah orientasi, maka efeknya adalah kita akan menjadi salah juga di dalam seluruh tujuan kehidupan kita. Maka dunia kita, ketika sudah kehilangan Tuhan, berubah menjadi self orientation, –kalau kita bilang di dalam Doxologi Paulus, segala sesuatu adalah dari Dia dan oleh Dia dan kepada Dia– maka dunia modern, segala sesuatu adalah dari saya dan oleh saya dan kepada saya, bagi saya kemuliaan selama lamanya. Maka Saudara, mempelajari abad ke 21 ini disebut sebagai abad kekinian. Dunia kita semakin tambah katanya makin modern, goal of life-nya problem.
Sebetulnya Anda hidup itu buat apa sih? Antara yang Anda ngomong sama yang betul-betul menjadi goal of life belum tentu cocok. Kenapa? Karena actually di dalam kita mengatakan saya pengen masuk ke surga sebagai goal of life saya, tujuan hidup saya mau kembali ke surga, itu tidak cocok sama sekali. Ke surga, tapi jalannya ke neraka. Antara apa yang diinginkan dengan apa yang dilakukan tidak nyambung. Saudara, kalau kita betul-betul kepengin masuk surga, berarti kita kepengin nanti ketika selesai, kita hidup bersama-sama dengan Allah. Saya nggak habis pikir ketika kalimat itu keluar kepada seorang yang dianggap so religious –kalau membaca Yohanes 8, orang-orang Israel yang katanya begitu beribadah lalu katanya mereka mengaku mereka anak Tuhan, mereka adalah anak Allah mereka adalah anak Abraham, Tuhan bilang “haduh, ngomongmu sama perilaku kagak nyambung”. Sampai terakhir Tuhan Yesus ngomong, “Bapamu bukan Allah, bapamu iblis” –bapa segala penipu. Waktu itu saya nggak bisa bayangin itu mukanya orang Israel merah-kuning-hijau. Nggak kaget kan kalau kemudian mereka ambil batu mau sambit Tuhan Yesus sampai mati. Kenapa? Goal of life manusia problem.
Kalau Yosua dikatakan, “Yosua, kalau kamu betul-betul mau hidup ikut sama Saya, mau hidupmu sampai seumur hidupmu sampai mati nanti, kamu pengen bersama Aku; dari mulai awal, cocokin model hidupmu, ikut sama Saya”. Tuhan mau bukan ending-nya kita masuk surga terus sepanjang jalan ikut neraka. Tidak bisa, nggak cocok. Kalau Anda kepengen ke surga, dari mulai pertama, set goalnya Anda pengen bersama-sama dengan Allah. Kalau Anda pengen bersama- sama dengan Allah, tidak ada acara kecuali anda berjuang habis-habisan mencocokkan hidup Anda supaya Anda bisa cocok hidup bersama-sama dengan atributnya Allah. Allah kita adalah Allah yang benar, jangan biasain hidup tidak benar. Allah kita adalah Allah yang suci, jangan biasain hidup tidak suci. Allah kita adalah Allah yang adil, jangan biasain hidup tidak adil. Allah kita adalah Allah yang mulia, jangan biasain hidup hina. Saudara, jika kita ingin hidup bersama-sama dengan Allah, bagaimana atribusi Allah menjadi perjuangan kehidupan kita.
Saya mengharapkan setiap kita betul-betul boleh belajar di sepanjang kehidupan, seberapa kita boleh dipakai Tuhan menjadi seorang anak Tuhan yang sungguh-sungguh belajar hidup bersama dengan Tuhan. Goal of life –sasaran hidup– menentukan semua langkah kita. Sasaran hidup, kalau tegas, jelas, dan itu menjadi arah seluruh hidupmu akan menjadi alatnya Allah. Maka itu membuat Tuhan harus mengulang peringatan kepada Yosua, “Yosua jangan nyeleweng-leweng ya, kuatkan dan teguhkan hatimu. Engkau mau turut bersama dengan aku, lurus ikut sama Saya. Kenapa? Tujuan hidupmu bukan di dunia ini, tujuan hidupmu adalah kembali kepada-Ku. Saya bukan mau membawa Israel pergi ke neraka. Tidak. Saya ingin membawa umat ini beribadah kepadaKu, berpusat kepadaKu, ini harus menjadi umat yang merepresentasikan Aku.”
Yang ketiga: problematika kehidupan kita adalah ketika kita gagal menjalankan yang pertama-kedua, ataupun kalau kita berhasil yang pertama dan yang kedua, itu akan menentukan kriteria sukses Anda dan saya. What is Success?. Kalau Saudara punya konsep goal of life, itu akan menentukan apa yang menjadi tingkat kesuksesan. Dan itu kelihatan bagaimana Anda menilai orang dan melihat itu menjadi tempat iri hati Anda. Orang yang kelihatan bahwa orang kaya itu sukses, matanya cuma ngeliatin satu, orang kaya. Kalau ngeliat orang kaya kayak ngelihat dewa. Kenapa? Otak dia, otak duit. Jadi buat dia sukses, kalau kaya. Perkara habis sukses, kaya raya, digulung sama Tuhan masukkin neraka, dia nggak peduli. Kenapa? Memang endingnya bakal neraka. Sukses dia bukan bagaimana sama Tuhan, nggak. Bagaimana dapat kekayaan habis itu digulung masuk neraka, ya nggak pa-pa. Yang penting kaya, masuk neraka. Itu adalah set of success. Kalau Saudara mengerti ini, saudara mengerti banget ketika Tuhan Yesus menantang seorang anak muda yang katanya kepengen masuk surga. Tetapi Tuhan ingin menunjukkan, “No, your criteria of success bukan masuk surga, kamu katanya pengen sukses, pengen nanti mati masuk Surga, tapi itu bukan kriteria suksesmu.” Ujung terakhirnya, waktu Tuhan bilang “ok, loe mau masuk surga, jual semua hartamu”, bukan dihilangin loh ya, jual bagi ke orang miskin. Saudara, kalau hari ini ada orang yang betul-betul jual semua hartanya terus kasih sama orang miskin, saya jamin hampir semua headline koran akan mencantum nama Anda, masuk berita utama. Nggak ada, Saudara, di dunia.
Tuhan sengaja memang tunjukkin, “katanya loe mau jadi orang baik. Berbuat baik apa masuk surga? Ok, kita buktikan perbuatan baikmu, bisa baik nggak?”. Ternyata bukan baik, itungan bisnis. Kenapa? Karena dia orang kaya. Maka akhirnya ketika Tuhan tantang itu, Sukses nggak? Nggak. Kesimpulan apa? Ngeloyorlah dia dengan sedih hatinya tapi keputusannya tetap karena kriteria suksesnya tetap. Begitu kukuhnya bahwa lebih baik kaya masuk neraka daripada miskin masuk Surga.
Hari ini abad 21 juga begitu, nggak usah jauh-jauh. Alkitab cuma mengatakan seberapa Anda sukses jika anda menggenapkan rencana Tuhan? Tuhan bilang, “kalau Saya kasih kamu 5 talenta, Saya minta balik. Bukan minta balik 5 talenta, saya minta balik berikut hasilnya dan Saya yang menentukan kamu sukses atau nggak sukses”. Tetapi orang dunia tidak bisa mengerti ini, kenapa? Karena orang dunia masuk ke dalam dunia apa yang kita kenal dengan nama self deterministic success –sukses ditentukan oleh diri kita sendiri. Sekali lagi, ini adalah illogicality –kebodohan fatal. Yang netapin sukses, kok diri sendiri. Boleh nggak diri sendiri menetapkan sukses sendiri? Saya menetapkan yang namanya sukses itu A, kriteria untuk mencapai sukses itu B, maka saya menjalankan C, supaya C menuju B, B menuju A. Saya menentukan bahwa saya sudah sukses. Gitu ya?
Apa sih sukses hidup Anda? Ketika Anda mati nanti, apa sih yang menentukan kau sukses? Kepintaranmu? Kekayaanmu? Nama baikmu? Kehebatanmu? Tuhan menilai apa sama Anda? Tuhan cuma bilang Yosua “hidup loe sukses, loe di tangan-Ku, apa yang kau lakukan, Aku menilai, belajar dari Musa”. Musa akhirnya tidak bisa masuk ke Tanah Perjanjian karena berbuat kesalahan. Siapa yang menentukan sukses nggak sukses? Bukan kamu, Saya. Saudara, kalau Anda menyadari Yosua, Anda harus tahu, sukses bukan Anda menetapkan, sukses tanya Tuhan mau apa. Sepanjang hidupmu cuma tanya satu, “Tuhan apa yang Kau mau aku finalkan?”. Mungkin banyakan kita lebih suka mengerjakan apa yang kita suka, kita bukan suka mengerjakan apa yang Tuhan suka. Mari kita coba, balik melihat cerita 3.000 tahun lebih yang lalu untuk 3.000 tahun kemudian. Seberapa, apa yang Tuhan peringatkan kepada Yosua, masih berlaku bagi kita sampai hari ini. Kalau kita boleh mengerti konsep ini, sekali lagi, Tuhan ingin supaya kita diperbaharui, kita dibentuk oleh Tuhan untuk akhirnya kita bisa mengerti ketika Anda menjalankan hal itu, Anda akan sampai pada titik terakhir, Anda akan tahu the power to success.
Orang dunia menganggap, kalau sudah tujuan terakhirnya di dunia ini maka semua upaya harus dikerjakan dengan cara dunia ini, dengan menggunakan kekuatan dunia ini. Dan inilah the era of modern humanism. Semua kita kerjakan dengan kekuatan teknologi. Apapun hebat, pake teknologi. Semua kesuksesan, teknologi. Kekuatan terbesar hidup, teknologi. Saya cuma senyum saja, matinya kamu juga teknologi. Itu bikin kamu binasa sekalian. Hati-hati, Saudara. Kita bukan mengandalkan semua kekuatan teknologi. Tapi saya tahu bahaya yang namanya teknologi terlalu besar ketika Anda mulai rely on technology.
Kita masuk ke dalam dunia yang hari ini seluruh-luruhnya masuk ke dalam dunia yang kita sebut sebagai artificial intelligence. Kita mau menggantikan teknologi jadi orang. Kita mau bikin teknologi bisa apapun juga, karena kita mengharapkan semua bantuan dari dia. Kita nggak sadar nanti kita dibunuh oleh dia. Saudara jangan pikir teknologi menolong terlalu banyak buat manusia. Semua paparan teknologi mengatakan bahwa efek negatif teknologi jauh lebih besar daripada positifnya teknologi. Setiap keluar isu baru, setiap keluar penemuan baru, dipakai untuk positif tidak nyampai 30-40%, lebihnya untuk hal yang negatif.
Seberapa kita jadi orang Kristen, sadar bahwa dunia ciptaan ini bukan dipakai buat ngerusak dunia. Dunia ciptaan ini digunakan untuk mengembalikan rencana Tuhan. Tuhan bukan menutup teknologi, Tuhan kasih kemampuan teknologi tapi teknologi harus dipakai sesuai dengan koridornya Tuhan. Maka, the power to success, bukan di semua apa-apa yang ada di dunia ini. Maka Tuhan mengatakan “kamu pikir, kamu mau mengandalkan kudanya orang Mesir, kamu mau mengandalkan tentara orang Mesir, kamu mau mengandalkan keretanya orang Mesir. Lihat, aku habisin nanti semua”. Tuhan itu adalah Tuhan yang begitu hidup.
Sampai abad 20, belakangan ini saya sedih melihat musibah beruntun terus. Tuhan kasih musibah begitu banyak, begitu massive, bukan cuma di Indonesia, seluruh dunia. sepertinya Tuhan cuma mau demonstrasiin, “coba loe mau tahu loe sehebat apa sih? Teknologimu yang begitu hebat bisa ngapain sih? Ayo coba tunjukkin kekuatanmu. Ngadepin alam loh, cuma hadapin air, cuma hadapin batu, hadapin tanah. Seberapa kehebatanmu berhadapan dengan semua ini?” Waktu saya membayangkan ini saya gemetar, saya langsung sadar betapa rapuhnya manusia. Anda berapa lama hidup? Who know? Setiap hidup kita terlalu pendek, terlalu rapuh. Di tengah-tengah Anda berhadapan dengan alam, Anda bukan apa-apa. Itu cuma berhadapan dengan alam, Anda belum berhadapan dengan Pemiliknya alam. Maka Saudara bisa bayangkan ketika Yosua harus jalan, Tuhan kasih tahu, “dulu Musa dibukain Laut Merah. Yosua, kamu buka Sungai Yordan. Kamu musti tahu di titik pertama, Aku yang punya Kuasa”.
Saudara, seberapa pengalaman ini sekarang ada bersama Anda? Seberapa kita betul-betul menyadari Tuhan itu hidup, bukan cuma zaman Yosua, sampai zaman abad 21 Tuhan hidup. Hidup Anda dan saya itu adalah mujizat. Kita bisa jadi orang Kristen, bertobat, orang berdosa dimaki, bisa nangis, “iya Pak saya berdosa”, itu ajaib. Orang berdosa dibilang dosa, ngamuk. Pertobatan terjadi hanya bisa ketika Tuhan melembutkan hati seseorang. Mau rendah hati, mau sadar kita orang berdosa, mau sadar kita pemberontak melawan Tuhan, mau sadar kita bukan siapa siapa di hadapan Tuhan. Siapa kau? Kau orang binasa, you are a loser, kau pecundang, kau orang yang mustinya mati dibinasakan, kalau kau boleh hidup, itu cuma karena anugerah.
Seberapa kita merasakan, God be with me everyday, setiap saat. Kenapa? Ketika aku menjalankan kehendak Tuhan, Tuhan besertaku. Ketika aku menggenapkan rencana Tuhan apapun mustahil jalan semua satu-satu.
Gereja Reformed adalah sebuah gereja yang menjalankan hampir semua mission impossible. Yang kita kerjakan betul-betul mission impossible. Kalau Saudara bisa membayangkan, gereja yang betul-betul bisa mendidik jemaat itu bisa berkorban habis, mau jalan dari sini seminggu masuk pergi ke Palu, mau jalan sampai ke ujung Papua, ke Toraja, ke Manado, sampai ke ujung-ujung Sumatera Utara, masuk Kalimantan, rela menembus hutan naik ke gunung untuk menginjili anak-anak. Saudara, nggak ada gereja rasanya yang kerjain kayak gituan. Sadarkah, ketika engkau bisa lakukan itu, itu anugerah Tuhan. Itu kekuatan yang Tuhan berikan. Itu satu pembalikan cara berpikir. Tuhan mengerjakan begitu banyak di dalam kehidupan kita. Orang Reformed justru orang yang paling hidup di dalam mukjizat.
Di dalam seluruh aspek, siapa kita? Kalau Tuhan nggak mau menyertai kita, bisa apa kita. Jangan pikir otak kita terlalu pintar untuk sesuatu. Cara Tuhan mematikan kita, gampang. Biarin aja kita, mati sendiri kita. Kenapa Tuhan harus peringatkan Yosua mati-matian? Karena Yosua masih disayang sama Tuhan. Tuhan masih sayang sama umat Israel, Tuhan masih sayang sama umat pilihan-Nya. Maka dia digebuk, dihajar, dikasih tau, dan segala macam. Maka kalau Tuhan masih pelihara kita, seberapa hidup Anda bersyukur? Mari kita belajar bukan dengan kekuatan manusia, dunia kita memang mengandalkan kekuatan manusia, kita tidak mengandalkan kekuatan manusia.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (JRR)
Gereja Reformed Injili Indonesia Kelapa Gading