Kita masuk ke pasal 2 kitab Daniel, salah satu pasal paling panjang dalam Alkitab. Sebelumnya, kita akan melihat kembali struktur besar kitab Daniel. Struktur besar pertama, yang paling gampang, yaitu kitab Daniel ada 6 pasal pertama bagian stories, dan 6 pasal kedua bagian visions.
Stories & Visions
Enam pasal pertama:
- c1: Daniel & Food Test
- c2: Dream of Statue
- c3: Fiery Furnace
- c4: Nebuchadnezzar’s Pride
- c5: Belshazzar’s Pride
- c6: Lion’s Den
Enam pasal kedua:
- c7: Vision of Four Beasts
- c8: Vision of Ram & Goat
- c9: The Seventy-Sevens
- c10: The Prince of Persia
- c11: King of the North and South
- c12: Resurrection of the Dead
Struktur besar kedua, mulai dari bagian pasal kedua ini. Di ayat 4 dikatakan: ‘Lalu berkatalah para Kasdim itu kepada raja (dalam bahasa Aram)’; ini adalah bagian kitab Daniel mulai berubah jadi dua bahasa, di bagian ini berubah jadi bahasa Aram. Kita mungkin pikir karena ini mewakili orang-orang Kasdim yang berbicara kepada raja Babel dengan bahasa internasional pada waktu itu, bahasa Aram (Aramaic), namun bahasa Aram ini dilanjutkan terus sampai ke pasal 7.
Hebrew & Aramaic
- Hebrew – c1: Daniel & Food Test
- Aramaic – c2: Dream of Statue
- Aramaic – c3: Fiery Furnace
- Aramaic – c4: Nebuchadnezzar’s Pride
- Aramaic – c5: Belshazzar’s Pride
- Aramaic – c6: Lion’s Den
- Aramaic – c7: Vision of Four Beasts
- Hebrew – c8: Vision of Ram & Goat
- Hebrew – c9: The Seventy-Sevens
- Hebrew – c10: The Prince of Persia
- Hebrew – c11: The King of the North & South
- Hebrew – c12: Resurrection of the Dead
Jadi ada struktur lain dalam kitab ini yang agak aneh, yaitu pasal 1 bahasa Ibrani, pasal 2-7 bahasa Aram, pasal 9-12 kembali ke bahasa Ibrani. Anehnya, bahasa Aram tidak cuma pada bagian visions-nya tapi menyangkut dua bagian, stories dan juga visions. Maksud/maknanya apa? Dalam hal ini, salah satu tujuan saya hari ini adalah membuat kita menyadari ada satu lagi struktur yang lain dalam kitab ini, yaitu kalau Saudara zoom-in bagian pasal-pasal berbahasa Aram, ternyata bagian ini memiliki bentuk kiasmus (kiasmus adalah bentuk sandwich, yang paling luar paralel dengan yang paling luar juga, yang lebih ke dalam paralel dengan yang lebih ke dalam juga, lalu yang paling dalam paralel dengan yang paling dalam).
Aramaic Section Chiasm
Aramaic Section Chiasm
c2: Dream: Four Empires & A Stone
c3: Faithfulness: Fiery Furnace
c4: Empire Humbled: Nebuchadnezzar
c5: Empire Humbled: Belshazzar
c6: Faithfulness: Lion’s Den
c7: Vision: Four Beasts & The Son
Adanya struktur kiasmus ini bukan untuk bikin kita merasa ‘wow’, struktur ini berguna untuk membantu kita mengerti kitabnya. Dengan melihat paralel-paralel tersebut, Saudara menyadari pasal 2 paralel dengan pasal 7. Ini jadi jelas, karena di pasal 2 kita membaca ada mimpi Nebukadnezar, lalu di pasal 7 ada mimpi Daniel. Demikian juga isinya ada paralel. Di pasal 2, isi mimpinya sebuah patung dengan empat bagian, yang melambangkan empat kerajaan dunia, kemudian ada batu yang datang menghancurkan kerajaan-kerajaan itu, yaitu Kerajaan Allah; di pasal 7, dalam mimpi Daniel ada empat binatang buas, yang melambangkan empat kerajaan dunia, kemudian ada seorang figur Anak Manusia yang melambangkan Kerajaan Allah.
Masuk satu level lebih dalam lagi, pasal 3 dan 6 juga ada paralel sangat jelas. Pasal 3 cerita yang sangat terkenal tentang Sadrakh, Mesakh, dan Abednego ditantang untuk setia kepada Tuhan –tanpa ada Daniel di situ– lalu di pasal 6, Daniel yang ditantang untuk setia kepada Tuhan –tanpa ada Sadrakh, Mesakh, Abednego. Dalam cerita-cerita tersebut, mereka sama-sama diuji, karena dituntut melakukan sesuatu yang melanggar kesetiaan terhadap Allah Yahweh; mereka menolak, dan menerima konskuensinya, yaitu di pasal 3 dengan dilempar ke perapian yang menyala-nyala, pasal 6 dengan dilempar ke gua singa, namun dalam kedua kasus tersebut Tuhan menolong mereka.
Di bagian yang tengah, pasal 4 dan 5 juga paralel. Dua-duanya bercerita tentang seorang raja meninggikan diri lalu ia direndahkan oleh Allah. Pasal 4 Nebukadnezar meninggikan diri, lalu dihukum Tuhan jadi kayak binatang, namun belakangan dia bertobat dan dipulihkan. Pasal 5 Belsyazar meninggikan diri, lalu dihukum Tuhan dengan munculnya tulisan di tembok yang mengatakan waktunya sudah terhitung, dia tidak akan lama lagi; namun dia tidak bertobat, maka pada malam itu juga dia mati.
Dari paralel-paralel ini Saudara jadi melihat apa fungsinya, bukan untuk keren-kerenan, melainkan membuat kita menyadari, bahwa saya bisa lebih mengerti pasal ini, ketika membandingkannya dengan pasal yang itu; saya bisa lebih mengerti pasal 2, kalau mengertinya di bawah terang dari pasal 7, karena ada paralelnya. Ini satu hal yang penting saya ceritakan, karena ini adalah cara Alkitab ditulis. This is how the Bible works; Alkitab menafsir Alkitab. Ini sebabnya poin dari cara membaca Alkitab, bukanlah untuk simply berkutat pada satu bagian, berusaha menggali terus sampai dapat poinnya lalu selesai dan move on ke bagian berikutnya. Bukan itu cara baca Alkitab yang tepat. Luther pada dasarnya mengatakan, “Alkitab menafsir Alkitab”; kalau kamu bingung dengan satu bagian, coba baca bagian-bagian berikutnya, nanti Saudara bisa jadi ketemu bagian yang lain, dan menyadari ternyata bagian yang awal tadi adalah lensa untuk membaca bagian yang belakangan ini; lalu begitu Saudara mengerti bagian belakangan ini dengan terang yang dari bagian lain sana, Saudara bisa ambil balik bagian ini untuk membaca/menerangi bagian yang sebelumnya, yang Saudara bingung itu. Inilah cara baca Alkitab. Memang ditulisnya seperti itu.
Bagian-bagian Alkitab memang menerangi satu dengan yang lain, bukan berdiri sendiri, contohnya pasal 4 dan 5 tadi. Kalau Saudara membaca pasal 4 dan 5 bersama-sama, tidak berdiri sendiri (sebagaimana kita lihat dalam kiasmus tadi), Saudara jadi menyadari bahwa ternyata ini bukan perbandingan Nebukadnezar dan Belsyazar dalam arti siapa raja yang paling keren, siapa yang prestasinya lebih tinggi; bukan itu yang jadi penekanan. Mereka sama-sama jatuh; mereka sama-sama meninggikan diri di hadapan Tuhan, dan sama-sama direndahkan. Tapi apa yang membedakan mereka berdua? Yang membedakan bukan urusan prestasi, bukan siapa yang good guy dan siapa yang bad guy –dua-duanya bad guy— melainkan bahwa yang dipulihkan adalah yang bertobat, sementara yang tidak bertobat yang binasa. Inilah efeknya kalau kita melihatnya dengan cara kayak begini.
Naik satu level, paralel di pasal 3 dan 6. Dengan membandingkan keduanya bersama-sama, Saudara jadi melihat bahwa bagi kitab Daniel, yang jadi pemberhalaan bukanlah cuma ketika Saudara diperintahkan menyembah sesuatu, tapi juga ketika Saudara dilarang untuk berdoa. In some sense, ini membuat kita menyadari ‘kalau saya hari ini tidak punya kehidupan doa di hadapan Tuhan, jangan-jangan itu berarti saya sebenarnya sedang menyembah berhala’. Bagi kitab Daniel, itu dua hal yang pada dasarnya sama.
Demikian juga pasal 2 dan 7. Di sini Saudara melihat, bahwa paling tidak ada dua cara untuk melihat kerajaan-kerajaan dunia: yang pertama, melihat kerajaan dunia sebagai patung keren, megah dan besar; yang kedua, sebagai binatang-binatang buas. Kalau Saudara pikir-pikir, memang benar inilah dua gambaran yang tepat sekali untuk mengungkapkan kerajaan dunia. Dari sudut pandang pemimpin-pemimpinnya, orang-orang yang di atas dalam kerajaan tersebut, mereka melihat diri mereka bagaikan patung besar yang agung; sedangkan bagi orang-orang yang tertindas oleh kerajaan tersebut, kerajaan-kerajaan ini seperti binatang buas. Dua-duanya benar.
Dari ini semua, Saudara bisa melihat alasannya ada satu section Aramaic tersendiri di tengah-tengah kitab ini, yaitu untuk memperlihatkan bahwa ini enam pasal yang kita perlu lihat bersama-sama, dan dengan demikian bisa menyadari paralel dan sambungan-sambungannya, dan dengan demikian jadi bisa lebih mengerti maksud penulisnya. Hal ini ingin saya kemukakan dulu; tidak tentu relevan dengan khotbah kita hari ini, tapi relevan untuk pembacaan keseluruhan kitab ini. Minggu-minggu yang akan datang kita akan melihat paralel-paralel ini lebih lanjut. Sekarang kita masuk ke pasal 2; dan basically saya akan mulai dengan menceritakan ulang kisah ini melalui cerita yang lain.
Sekitar 200 tahun yang lalu, dalam masa puncaknya kejayaan kerajaan Inggris, ada satu peristiwa yang membuat masayarakat Inggris begitu heboh, karena ada sebuah patung Ramses II, Firaun Mesir, yang sedang diangkut dari kota Thebes, Mesir, untuk ditaruh di British Museum, museum nasionalnya orang Inggris. Ini satu hal yang begitu disambut masayarakat Inggris, karena sudah berkali-kali patung tersebut berusaha diangkut dan ditaruh di Eropa tapi selalu gagal. Napoleon, waktu dia menduduki Mesir, pernah berusaha mengangkut patung ini karena ini patung yang sangat penting, patung Firaun, peninggalan arkeologi zaman kuno, namun gagal karena patung ini begitu berat, sekitar 7,9 ton. Dan, sekarang kerajaan Inggris melakukannya. Itu sebabnya respons masyarakat Inggris pada waktu itu dalam salah satu perkumpulan para pujangganya, adalah membuat semacam kompetisi ‘siapa yang bisa bikin puisi paling bagus untuk merespons datangnya patung Ramses II, yang nama Yunaninya Ozymandias’. Pemenangnya seorang pujangga bernama Percy Shelley. Puisinya dianggap sebagai karya terbaik Shelley, bahkan termasuk kategori puisi-puisi terbaik dalam bahasa Inggris. Kita akan melihat dan mencoba mengapresiasi apa yang begitu meaningful dari puisi ini.

I met a traveller from an antique land,
Who said: Two vast and trunkless legs of stone stand in the desert.
Near them, on the sand, half sunk a shattered visage lies, whose frown,
And wrinkled lip, and sneer of cold command,
Di bagian ini, Percy sedang mengungkapkan patung tersebut, inilah patung yang berada di tempat yang jauh, yang sudah hancur-hancuran di tengah-tengah padang gurun, setengah tertimbun, tangannya sudah putus satu; dan ini melambangkan apa, sih?
Tell that its sculptor well those passions read
Which yet survive, stamped on these lifeless things,
The hand that mocked them, and the heart that fed;
Patung ini sedang berusaha mengungkapkan sesuatu yang pemahatnya ingin perlihatkan kepada kita, passion si pemahat waktu dia memahatkan bahan patung ini. Cuma yang itu yang survive, karena itulah yang ditaruh di dalam hal-hal yang tidak bernyawa ini; apa yang dikatakan di situ?
And on the pedestal, these words appear:
My name is Ozymandias, King of Kings;
Look on my Works, ye Mighty, and despair!
Inilah yang tertulis pada patung tersebut: “Namaku Ozymandias” (nama Yunani dari Firaun Ramses II), “Lihat karya-karya tanganku ini, dan jatuhlah ke dalam keputusasaan”. Jadi bahkan bukan mengagumi, tapi ‘saking kerennya karya tanganku ini, lihat, kamu semua orang-orang yang mighty akan depresi, karena kamu tidak mungkin bisa menyaingi apa yang kubuat’. Basically itulah message dari patungnya. Namun dilanjutkan paragraf yang terakhir:
Nothing beside remains. Round the decay
of that colossal Wreck, boundless and bare
The lone and level sands stretch far away.”
Apa karya Firaun ini yang tersisa? Tidak ada satu pun selain patung ini. Cuma ada sisa reruntuhan yang megah –tapi reruntuhan. Lalu di sampingnya ada apa? Hanya pasir demi pasir yang tidak terhingga jauhnya. Itu tok.
Saudara menangkap alasannya puisi ini dianggap yang terbaik? Karena puisi ini begitu memorable. Puisi ini memberitakan kepada kita suatu ironi. Ada satu warna ironis yang sangat nendang di sini. Ini patung seorang kaisar, seorang firaun, yang memanggil orang-orang besar untuk mengagumi pekerjaan tangannya, and yet tidak ada yang tersisa dari pekerjaan tangannya. Yang tersisa hanyalah patungmu seorang diri, setengah rusak di tengah-tengah padang belantara –kalau pakai bahasa hari ini: “Cedih, deh..”.
Ironi dari puisi ini tidak berhenti pada levelnya si Ramses itu doang, ironinya dobel. Inilah yang membuat puisi tersebut seni tinggi. Di satu sisi, ini puisi yang bicara fakta sejarah dunia, bahwa dunia dan kerajaan-kerajaannya tidak ada yang kekal; dalam hal ini contohnya kerajaan Mesir, kerajaannya Ramses II, apa sisanya?? Tidak ada yang kekal, tidak ada yang bertahan. Di sisi lain, puisi ini ditulis karena belakangan ada kerajaan lain –kerajaan Inggris– yang lalu mencuri patung karya seni bangsa Mesir ini, lalu main taruh di museum nasionalnya; dan alasannya mereka melakukan ini, karena inilah tanda bukti kejayaan kerajaan Inggris: “Lihat! Di museum nasional kita barang-barangnya bukan cuma dari Inggris tok, tapi dari seantero dunia. Artefak-artefak yang paling penting dari negara-negara lain bukan berada di sana, tapi di sini!” Jadi Saudara lihat, tujuan patung ini dibawa ke Inggris adalah untuk membuat orang-orang datang dan melihat the mighty works of kerajaan Inggris; and yet menurut puisi ini, patungnya sendiri justru bukti bahwa perbuatan tangan manusia dan kerajaan-kerajaan dunia tidak pernah bertahan. Saudara menangkap ironi dobelnya? Inilah seni yang tinggi, selalu merupakan suatu jendela, tapi juga cermin; bikin kita melihat Firaun, tapi juga ngaca diri sendiri. Ramses pikir kerajaannya akan bertahan, namun ternyata tidak; tapi kemudian patung Ramses dibawa oleh kerajaan yang lain, yang waktu membawanya, mereka pikir kerajaan mereka –kerajaan Inggris– akan bertahan. Ini ironi dobel yang membuat puisi Shelley bernilai begitu tinggi. Ini membongkar bahwa kita gampang melihat orang lain dan mengatakan, “O, si Ramses itu ya, dia pikir dia dan kerajaannya bertahan, ha, ha, ha…”, tapi ternyata kita jauh lebih susah untuk ngaca dan menyadari, bahwa kita juga sering kali pikir kerajaan kita akan bertahan.
Salah satu senjata utama yang jadi andalan kerajaan-kerajaan dunia adalah berusaha menciptakan suatu sense of permanence, ‘sekarang kami naik takhta, aturan main kehidupan yang kami bawa akan bertahan selama-lamanya karena kuasa kami bersifat permanen’. Itulah cara kerajaan-kerajaan dunia beroperasi. Kalau Saudara sedang hidup di bawah kerajaan-kerajaan seperti itu, sangat sulit membayangkan kehidupan dengan aturan main yang lain. Contohnya, Saudara yang hidup di bawah kuasa kerajaan Tiktok dan sosmed, sangat sulit untuk membayangkan ada value-nya mengambil waktu untuk baca puisi-piuisi dari 200 tahun silam. “Aduh, Pak Jethro mau bahas puisi, pasti bosanlah, ‘gak mudeng; yang seru lihat bocah pacu jalur, joget-joget di atas kapal, baru itu nendang.” Kenapa kita pikir kayak begitu? Karena kita pikir itulah yang permanen, semua orang sukanya itu, dan itu aturan main hari ini, dan tidak bakal berubah.
Internet is here to stay, sosmed is here to stay, Gereja better ikut trend ini, jangan melawan, karena kalau tidak maka Gereja yang akan kalah, ketinggalan zaman, jadi get with the program, be the right side of history-lah! Itulah kira-kira yang kita lihat hari ini. Dan, sadarkah Saudara bahwa pada dasarnya inilah yang dikatakan berbagai kerajaan dunia sepanjang sejarah manusia, ‘mulai sekarang ini aturan main yang baru, ini makanan yang baru, ini cara berpakaian yang baru, ini bahasa yang baru’. Demikian propaganda kerajaan-kerajaan dunia sepanjang sejarah. Semuanya sama. Kerajaan Inggris mengatakan: “Kerajaan kami adalah kerajaan di mana matahari tidak pernah terbenam”. Nazi Jerman mengatakan: “Kami adalah the thousand year Reich”; padahal hidupnya cuma dua belas tahun. Romawi mengatakan, mereka adalah kota yang kekal, semua jalan menuju ke Roma; namun hari ini semua jalan menuju ke China, dan suatu hari mungkin China juga tidak lagi jadi pusat dunia.
Inilah ironi yang menjangkiti semua kita; kita pikir ‘ya memang sekarang aturan mainnya kayak gini, kita tidak ada pilihan lain’. Namun sebenarnya banyak orang yang tidak hidup di bawah aturan main yang sama, hanya saja kita sering kali tidak tahu. Dan, suatu hari nanti sudah pasti aturan main kita pun akan berubah. Ini sebabnya orang-orang yang sudah lebih berumur komplain, “Dulu waktu zaman gua … “ –jadi berarti ada yang berubah. Namun ironinya, orang-orang yang mengatakan itu sekarang, dulu waktu mereka di zaman itu, sangat sulit membayangkan ‘nanti waktu sudah bukan zaman gua …’. Sangat sulit membayangkan suatu kehidupan yang norma-normanya sudah sangat berbeda dari hari ini. Sangat sulit membayangkan dunia suatu hari bahasa internasionalnya bukan lagi bahasa Inggris, atau bahasa Mandarin. Sangat sulit membayangkan dunia suatu hari bahasa internasionalnya bahasa Arab, atau bahasa Indonesia. Sangat sulit membayangkan dunia di mana demokrasi tidak lagi nge-trend, meski sekarang ini sepertinya sudah bergerak ke arah sana. Tidak usah jauh-jauh, 20 tahun yang lalu Sangat sulit membayangkan dunia di mana Facebook tidak lagi nomor satu. Saya sempat dengar dua orang pemuda ngobrol, dan yang satu mengatakan kepada yang lain: “Ya, elah, lu masih pakai Facebook??” –itulah hari ini. Ironisnya, mungkin yang bicara itu, juga sulit membayangkan kalau platform sosmed favorit yang dia pakai hari ini pun suatu hari akan ditinggalkan.
Kerajaan dunia akan selalu mengatakan, “Cara kami ini yang terus akan bertahan. Masa depan adalah masanya kami. Lu ikutlah, ya, karena jelas banget sejarah sedang mengarah ke mana; kalau tidak, kamu ketinggalan zaman.” Itulah sebabnya, menjadi seorang exile (buangan) yang setia kepada Tuhan, tugas dan panggilannya mungkin salah satunya adalah mengatakan: “Tidak; tidak seperti itu”; sesungguhnya sejarah manusia tidak berjalan kayak begitu; kamu akan tahu kalau kamu belajar sejarah. Aturan main hari ini adalah aturan main hari ini, bukan aturan main zaman dulu, zaman dulu tidak kayak begitu, dan nanti suatu hari tidak akan begitu juga. Itu sebabnya orang-orang yang peka akan hal ini, para exile, bisa mengatakan: “Meskipun hari ini begitu –dan hari ini bisa cukup lama durasinya, 50 tahun, 100 tahun, 500 tahun, 1000 tahun–kesetiaanku bukanlah milikmu, kesetiaanku adalah pada Raja yang lain”.
Menghidupi paradima sebagai seorang exile pada zaman sekarang, salah satunya berarti kita perlu menentang dan melawan aura permanensi dari kerajaan-kerajaan dunia hari ini. Seorang exile yang setia kepada Tuhan, mampu mengatakan, “Tidak, lho, kehidupan di bumi ini tidak selalu kayak begitu. Kerajaan-kerajaan dunia, kuasamu, ujungnya sementara dan terbatas; suatu hari semua orang akan melawan apa yang hari ini semua orang setuju”. Tapi susah ya, membayangkan ini. Itu sebabnya Tuhan bicara lewat mimpi, penglihatan, gambaran-gambaran patung dan binatang buas dalam kitab Daniel, exactly untuk mengungkap hal ini. Menyingkap dan menarik gorden realitas yang sesungguhnya bagi kita, membongkar kesementaraan kerajaan dunia dan kuasa manusia, menunjukkan siapa yang justru bertahan kekal, yaitu Kerajaan Allah saja. Pada dasarnya itulah poin dari kisah ini. Saya sengaja menaruhnya di awal –meskipun kedengarannya kayak konklusi– karena ini perlu. Ini mengingatkan kita, bahwa dalam hal menjadi seorang exile, hidup di tanah asing, berusaha mempertahankan kesetiaan kepada Tuhan, di sini kitab Daniel bukan terutama memberikan padamu cara-cara berperilaku lain tok –hal itu ada, tapi tidak pernah yang terutama– melainkan sesuatu yang lebih penting, yaitu memberikan kita suatu imajinasi yang baru, suatu kamampuan untuk membayangkan ‘kehidupan yang tidak seperti hari ini’ yang begitu sulit –suatu cara pandang yang baru. Itulah message utama kitab ini. Apapun yang Saudara lakukan dengan kitab ini, Saudara tidak boleh lupa hal ini.
Ada banyak yang terjadi dalam pasal ini, kita cuma bisa bahas se-encrit. Saya akan coba memperlihatkan tema kedaulatan Allah di atas kerajaan-kerajaan dunia ini, lewat dua hal yang mungkin jadi sorotan utama dalam pasal ini, yaitu adanya dua kontras dalam pasal ini. Kontras yang pertama, antara para ahli sihir, ahli nujum, dsb., versus Daniel, sang nabi. Kontras yang kedua, antara gambaran patung dengan batu yang melambangkan Kerajaan Allah.
Yang pertama, kontras antara para ahli sihir, ahli nujum, dsb., versus Daniel. Dalam bagian ini mereka digambarkan actually dengan sedikit humor, ada nuansa mengejek. Pertama-tama, mereka didaftarkan dalam empat kategori, yaitu orang-orang berilmu, ahli jampi, ahli sihir dan para Kasdim. Lalu ketika mereka diekspos, semua sama-sama bodoh, sama-sama tidak mampu –ada efek mengejek di sini –banyak titelnya, banyak segala macam, tapi useless. Gelarnya banyak tapi ‘gak ada otak –kira-kira begitu.
Efek humor ini juga keluar dalam bantah-bantahan antara mereka dengan Nebukadnezar. Pertamanya Nebukadnezar mengatakan, “Beritahu mimpiku, dan artinya”. Lalu para ahli sihir mengatakan, “Silakan Tuanku beritahu kami, mimpimu; nanti kami beritahu kamu artinya”. Lalu Nebukadnezar mengatakan, “Tidak, kamu harus beritahu aku mimpinya dulu”. Lalu para ahli sihir mengatakan, “Ya, tidak bisalah, kamu harus beritahu kami mimpinya dulu”. Lalu Nebukadnezar mengatakan, “Tidak, kamu harus beritahu aku mimpinya dulu, kalau tidak, bagaimana mungkin aku tahu kamu benar-benar bisa beritahu artinya; kalau kamu tidak bisa, maka kalian semua akan mampus dengan cara mengenaskan!” Lalu para ahli sihir mengatakan, “Ahhh! Tidak mungkin!” Kira-kira begitu. Saudara lihat, ada warna kayak sitcom di situ.
Yang menarik, dari mulut mereka malah keluar salah satu poin utama kisahnya –sebagaimana sering kali terjadi dalam Alkitab, poin pengajaran utama dari pasalnya bisa keluar malah dari mulut tokoh-tokoh antagonisnya– yaitu: “Tidak ada seorang pun di muka bumi ini bisa melakukan apa yang kau minta, tidak ada seorang raja yang seberapa hebat pun bisa menuntut hal seperti ini; yang bisa melakukan ini cuma dewa –sayangnya, dewa itu tidak tinggal bersama kami, kami tidak punya akses kepada dewa itu”.
Nebukadnezar tentunya ngamuk luar biasa, karena ‘kalau kamu mengakui bahwa kamu tidak punya akses kepada para dewa, apa gunanya kamu ada di sini; bukankah alasannya kamu ada di istana ini adalah karena kamu ngakunya punya koneksi dengan alam yang melampaui alam natural ini ‘kan, jadi kalau kamu tidak punya itu, apa gunanya kamu?!’ Pada bagian ini, para ahli sihir sedang dibongkar/disibakkan sebagai fakers (penipu-penipu). Mereka sebenarnya tahu bahwa mereka sesungguhnya tidak ada apa-apanya sama sekali. Dalam hal ini kalau menengok ke zaman kita, kita bisa langsung refleksi bahwa masih ada orang-orang seperti ini dalam masyarakat kita, yaitu orang-orang yang mencari mangsa pada orang-orang yang gampang ditipu –yang sering kali orang Kristen. Ekuivalennya orang-orang yang seperti ahli-ahli sihir ini, fakers ini, mungkin Saudara terpikir pertama-tama ahli-ahli nujum modern, dukun-dukun, tukang tulis horoskop, dsb. Saya ini menikah dengan seorang dokter; di mata dokter, musuh yang paling besar adalah dukun. Kenapa? Karena dukun bukan cuma berbohong, tapi juga ada kelicikannya. Kalau Saudara datang kepada dukun, pulangnya Saudara merasa lebih baik; kenapa? Karena Saudara diberi obat oleh dia –mungkin sambil nandak-nandak, dsb.–dan dukun menggunakan satu jenis obat yang semua dokter juga tahu kalau Saudara diberi begituan pasti merasa better, yaitu yang namanya steroid. Tapi obat itu tidak akan menyembuhkan penyakitmu, hanya menyembuhkan gejala penyakitmu. Penyakitnya sendiri tidak hilang, suatu hari Saudara akan sakit lagi –maka Saudara kembali lagi ke dukun, minta lagi, begitu seterusnya. Ini penipuan. Jadi dalam kehidupan masyarakat hari ini masih ada orang-orang yang benar-benar percaya seperti ini, meski mungkin awalnya ikut-ikutan. Ini satu hal yang harus dibongkar.
Salah satu genre dalam acara TV hari ini namanya reality TV. Ceritanya misalnya ada 10 orang dikumpulkan dalam satu rumah, disuruh tinggal bareng. Apaun jenis ceritanya, biasanya keseruan acara reality TV adalah kenikmatan tukang ngintip, kita merasa bisa mengetahui sesuatu yang tadinya tidak kelihatan. Misalnya dalam episode pertama, mereka masing-masing diwawancara, diminta menceritakan mengenai dirinya. Dalam episode ini mereka menganggap diri mereka seperti apa, mereka mengakunya mereka itu apa. Belakangan dalam episode-episode berikutnya, lewat tindakan-tindakan mereka yang terekam di kamera, yang mereka tidak sadar atau keceplosan, terbukalah diri mereka yang sesungguhnya. Mereka tidak seindah yang ada di bayangan mereka sendiri. Salah satu pola yang sering muncul dalam acara-acara seperti itu, yaitu adanya satu-dua orang yang mengaku ahli ilmu mistik, bisa membaca pikiran orang lain, dsb., lalu belakangan terbongkar bahwa dia ini faker, tidak punya ilmu yang benar-benar di atas manusia umumnya. Begitulah reality TV.
Kalau kita disuruh mencari ekuivalen antara ahli-ahli sihir zaman Daniel dengan hari ini, mungkin kita terpikir contoh-contoh seperti itu. Tapi sesungguhnya dalam budaya hari ini ada orang-orang yang pekerjaannya sama, hanya saja kita tidak sadar, yaitu orang-orang yang pekerjaannya meramalkan iklim politik masa depan, orang-orang yang perannya sebagai ekonom yang mereka-reka seperti apa keadaan ekonomi tahun depan, atau pundit-pundit acara olahraga yang meramalkan tim sepakbola mana yang bakal menang. Sebenarnya kalau Saudara membuka YouTube, isinya kayak beginian tok, influencer-influencer yang mengaku punya insight lebih dibandingkan orang lain, yang menjanjikan ‘nonton videoku, maka kamu akan tahu segala macam rahasia yang orang lain tidak tahu’. Tapi lihat saja views-nya berapa banyak; kalau semua orang sudah nonton, berarti semua orang sudah tahu ‘kan, bukan rahasia lagi. Meski begitu, banyak orang yang tertipu. Sedihnya, influencer-influencer kayak begini bukan cuma dalam urusan uang, tapi juga masuk ke ranah teologi/agama. Lebih celakanya lagi, banyak jemaat yang kepincut mendengarkan mereka karena nge-trend, lalu merasa harus bisa menjawab, lalu heboh sendiri, gantian buang-buang waktu para pendeta dengan menanyakan hal-hal yang dibicarakan influencer-influencer berkedok pengajar Kristen itu. Tiap kali kami, para pendeta dan vikaris, mendengar hal-hal beginian, kami cuma bisa geleng-geleng kepala, karena yang dibicarakan itu cuma hype, tidak ada substansinya sama sekali. Kalau Saudara sebagai jemaat belajar teologi mendasar dengan tekun, Saudara akan langsung bisa mengenali semua itu cuma hype. Mereka biasanya mengangkat perdebatan-perdebatan dari abad keempat-lah, abad kelima-lah, yang semua orang sudah lupa dan juga lupa jawabannya, lalu mereka mengangkat dan menggorengnya kembali, dan seakan-akan tidak ada yang bisa menjawab. Padahal hal itu sudah terjawab 1500 tahun yang lalu, hanya saja orang hari ini sudah lupa jawabannya. Banyak sekali yang seperti itu. Mereka ini sebenarnya tidak perlu dijawab, hanya perlu dicuekin. Mereka tidak punya insight yang sejati, mereka cuma punya influence yang berdasarkan hype tok.Saya ingatkan sekali lagi, Saudara sebagai jemaat perlu belajar membedakan antara pengajar yang sejati di internet –ada, bukan tidak ada– dengan pengajar-pengajar yang cuma influencer berkedok pengajar Kristen.
Kembali ke kitab Daniel, kehadiran tokoh-tokoh ilmu sihir ini dikontraskan dengan Daniel, karena Daniel lain. Daniel melayani Allah semesta langit (ayat 19), yang adalah sumber segala hikmat, yang menentukan saat dan waktu, yang mengangkat dan menurunkan raja-raja, yang menyingkapkan rahasia-rahasia, hal yang tidak terduga dan tersembunyi. Dalam bagian ini, kita mungkin mengatakan, “Oke, fine. Bapak membongkar sedikit mengenai penipuan influencer-influencer hari ini; lalu apa bedanya dengan Daniel? Sami mawon, dong. Ini juga cuma propaganda ‘kan. Daniel orang Yahudi, dan ini kitab suci orang Yahudi, jadi pastilah kitab suci orang Yahudi mengklaim Daniel berbeda dari orang lain. Tapi itulah exactly kalimat propaganda dasar semua influencer, mereka mengatakan mereka berbeda dari semua yang lain. Jadi bagaimana kita bisa yakin Daniel beda, jangan-jangan justru di sini diperlihatkan bahwa sama??” Mari kita lihat datanya, apa yang Daniel sesungguhnya katakan.
Di sini kita perlu memberikan peringatan sedikit. Banyak orang tertarik dengan kitab Daniel dan nubuatan-nubuatannya, karena nubuat-nubuat ini menjanjikan prediksi masa depan –dan ini menarik bagi banyak orang—maka kita datang ke kitab ini demi bisa tahu hal-hal seperti itu. Itu sebabnya banyak komentator mengatakan, waktu membahas kitab Daniel hati-hati, jangan terpikat dengan hal itu, karena poin dari kisah-kisah ini bukanlah prediksi masa depannya itu sendiri melainkan bahwa Allahnya Daniel adalah Allah yang mengatur masa depan, maka bisa membuka mengenai masa depan. Yang penting adalah Allahnya, bukan prediksinya. Ini satu hal yang saya perlu peringatkan sejak awal.
Namun di sisi lain, sama bodohnya kalau kita lantas mengabaikan sama sekali prediksinya. It’s not the most important, but it’s still important. Bagaimanapun juga Daniel dikontraskan dengan orang-orang sezamannya, karena prediksi yang Daniel berikan sebagai makna mimpi Nebukadnezar, adalah adanya empat kerajaan dunia yang diwakili oleh empat bagian patung, yang kalau Saudara bandingkan dengan sejarah dunia, sama sekali tidak sulit melihat kerajaan mana correspond dengan yang mana, dan dengan demikian menunjukkan betapa nubuat Daniel ini sesuatu yang benar-benar akurat. Pertama, mengenai kepala dari emas, Daniel mengatakan, “Itulah engkau, Raja”, artinya Nebukadnezar, Babilonia. Yang berikut-berikutnya, perak, perunggu, dan besi, adalah kerajaan-kerajaan dunia setelah Babilonia. Dan karena pasal 2 ini paralel dengan pasal 7 –dan juga ada hubungannya dengan pasal 8—ada banyak sekali detail-detail yang correspond dengan sangat pas terhadap kerajaan-kerajaan yang memang datang setelah Babilonia.
Bagian kepala yang emas adalah kerajaan Babilonia, bagian dada perak adalah kerajaan Media-Persia, bagian pinggang adalah kerajaan Yunani (dikatakan tadi sebagai kerajaan yang menguasai seluruh dunia, yaitu kerajaannya Aleksander Agung), lalu bagian kaki yang besi kemungkinan besar adalah kerajaan Romawi. Berikutnya dikatakan dalam masa kerajaan Romawi –kerajaan kaki ini– ada Allah Semesta Langit yang mendirikan Kerajaan lain yang tidak berkesudahan, dilambangkan dengan sebuah batu yang menghancurkan semua kerajaan-kerajaan tersebut; dan Saudara tahu, Yesus datang pada zaman Romawi. Jadi ini nubuat yang begitu akurat, mulai dari Babilonia, Media-Persia, Yunani, Romawi, lalu Kerajaan Allah datang mengalahkan semua kerajaan ini dan memenuhi bumi.
Nubuat Daniel ini mencengangkan, karena membicarakan sangat detail 600 tahun masa setelah hidup Daniel dengan begitu akurat, sampai-sampai sarjana-sarjana Alkitab yang liberal, yang tidak percaya nubuatan, yang tidak percaya Alkitab sebagai firman Tuhan, menyanggah dengan mengatakan ‘kitab ini pasti ditulisnya belakangan banget, satu abad sebelum Yesus Kristus, semua peristiwanya sudah terjadi lalu mereka catat dan hadirkan sebagai suatu prediksi, padahal sebenarnya catatan’. Perhatikan, mereka bukan mengatakan, “Ini salah, urutan kerajaannya terbalik; yang ini ‘gak pas, yang itu ngaco”; justru mereka mengakui kitab ini begitu akurat, bahkan terlalu akurat, maka bagi mereka pasti palsu, pasti ditulisnya belakangan. Kita, kalangan sarjana-sarjana Alkitab yang konservatif tidak mengambil posisi seperti ini, salah satu argumennya: manuskrip yang kita miliki sebagai copy dari kitab Daniel, yang paling tua kira-kira 150 tahun sebelum Yesus Kristus (sarjana Liberal pun mengakui hal ini), jadi jika demikian bagaimana mungkin Daniel bisa tahu persis kapan Yesus (Kerajaan Allah) akan datang, karena hal itu terjadi setelahnya. Jadi dalam hal ini, bagian tersebut tidak bisa dijelaskan. Namun hal itu tidak terlalu penting; yang penting adalah: bahwa keberatan-keberatan sarjana Liberal pun bukanlah menyanggah keakuratannya, mereka justru mengatakan kitab ini begitu akurat (sehingga mereka tidak punya pilihan selain menuduh kitab ini ditulis belakangan setelah kejadiannya). Urusan prediksi masa depan ini memang bukan hal yang terpenting, namun bukan berarti tidak penting sama sekali. Tentu saja jangan jadikan hal ini sebagai tujuan utama kita datang ke kitab Daniel, namun ini penting karena memperlihatkan kontras yang jelas antara ahli-ahli sihir yang palsu itu versus Daniel, yang adalah nabi asli Allah.
Kita lanjut ke kontras yang kedua. Kalau urusan prediksi masa depan ini bukan yang terpenting, maka apa yang terpenting, kepada apa dan buat siapa tujuan dari mimpi ini dan penafsirannya? Itulah yang perlu kita tanya. Di sini Daniel berkali-kali mengatakan, “Sebabnya saya dibukakan mimpi ini, bukan karena saya lebih hebat,Tuanku Raja; saya dibukakan mimpi ini serta artinya, adalah supaya engkau bisa mengerti mimpi ini, supaya hal ini disampaikan kepada kamu”. Ini berarti mimpi tersebut diberikan supaya Nebukadnezar tahu; ini adalah bagi Nebukadnezar, bagi orang-orang sezaman Daniel, dan tentu saja bagi kita juga.
Apa relevansinya buat Nebukadnezar kalau ini semua bicara mengenai hal-hal yang terjadi 600 tahu setelah dia mati? Kalau tujuannya cuma untuk memberikan kita data mengenai kerajaan-kerajaan yang akan beralih setelah kekuasaan Nebukadnezar selesai, apa relevansinya bagi Nebukadnezar, apa relevansinya bagi orang-orang sezaman Daniel, dan apa relevansinya bagi kita hari ini yang sudah lewat 2000 tahun dari semua kejadian itu? Inilah poin yang menyeimbangkan poin tadi, bahwa prediksinya penting bukan karena prediksinya sendiri; prediksi ini sedang mengungkap sesuatu yang lebih dalam –tidak cuma urusan peristiwa-peristiwa yang terjadi 600 tahun antara Daniel dan Yesus Kristus– yang relevan bagi kita hari ini, juga bagi Nebukadnezar dan bagi orang-orang sezaman Daniel, yaitu kontras antara patung dan batu. Inilah yang relevan, inilah yang utama. Kontras antara kerajaan dunia ala Ozymandias yang tidak bertahan versus Kerajaan Allah yang permanen dan tidak berkesudahan. Itu message utamanya.
Waktu Saudara melihat gambaran kerajaan-kerajaan dalam mimpi ini –patung dengan kepala emas, dada perak, pinggang perunggu, kaki besi campur tanah liat—apa yang Saudara notice dari pergerakan bahan-bahan ini? Di satu sisi, nilai dan prestisenya makin ke bawah makin berkurang. Emas paling mahal, diikuti dengan perak, perunggu, besi, tanah liat; namun pada saat yang sama, semakin ke bawah kegunaannya semakin bertambah. Emas sangat langka, bernilai tinggi, prestise tinggi, dan pada dasarnya paling tidak ada guna. Kalau Saudara terdampar di pulau antah-berantah, tidak ada orang sama sekali, Saudara akan mencari sesuatu yang bisa berguna buatmu, pertama makanan, kedua bahan-bahan yang bisa dipakai untuk banguan/pondok sebagai perlindungan dari cuaca, binatang buas, dsb. Lalu misalnya Saudara tidak menemukan itu, tapi menemukan harta karun yang isinya emas, Saudara akan kecewa berat, karena bisa dipakai buat apa emas itu?? Perak juga mirip dengan emas; tembaga dan perunggu mulai lebih berguna karena lebih keras, bisa dibentuk jadi senjata atau pisau untuk buka kelapa misalnya; besi lebih baik lagi. Tapi apa yang paling Saudara butuhkan dalam keadaan itu? Tanah liat dan batu, karena bisa langsung dipakai untuk kontruksi sederhana, bertani, dst.
Menarik bahwa material-material di patung tersebut makin ke bawah makin berkurang nilainya, tapi pada saat yang sama makin bertambah kegunaannya; bergerak dari yang langka, menuju ke yang makin banyak dan limpah. Ini sebuah komentar terhadap kecenderungan manusia. Kita cenderung mengapresiasi hal-hal yang langka simply karena langka, bukan karena berguna. Misalnya Rolex versus Casio; secara harga, Rolex jauh lebih mahal daripada Casio, tapi semua yang Rolex lakukan, Casio juga bisa lakukan, bahkan fungsi Casio bisa lebih banyak dibandingkan Rolex. Contoh lain, dalam masyarakat kita, orang-orang yang dihargai adalah para aktor dan aktris, mereka dibayar tinggi banget, juga para influencer di YouTube dapat uang ‘gak kira-kira banyaknya –itu sebabnya banyak orang ingin jadi youtuber; tapi secara kontribusi kepada masyarakat, apa yang mereka bawa yang lebih dibandingkan kontribusi seorang petani misalnya? Namun kita tahulah bagaimana masyarakat kita –dan kita sendiri– memperlakukan petani vesus influencer. Jadi, ini satu gambaran yang jelas sekali, bagaimana manusia dan kerajaan dunia terobsesi dengan prestise serta kelangkaan. Kita menginginkan dan menimbun emas, walaupun yang kita butuhkan sesungguhnya mungkin malah batu. Ini sangat jelas dalam istilah yang kita katakan ‘zaman keemasan’, itu sangat positif, sedangkan ‘zaman batu’ kita pakai untuk mengatakan: “Ah, lu jangan tinggal di zaman batu terus …”. Ini observasi yang menarik mengenai sistem nilai manusia yang begitu aneh, yang sedang disingkapkan.
Kita bisa melanjutkan poin pertama tadi, mengenai keakuratan penggambaran kerajaan-kerajaan yang dibicarakan. Babilonia itu emas, prestise tinggi tapi tidak ada gunanya. Kalau hari ini Saudara mengingat Babilonia dalam sejarah manusia, ingat apanya? Bukan Menara Babel, itu secara Alkitab, tapi secara sejarah dunia adalah The Hanging Gerden of Babylon (Taman Gantung Babilonia), yang termasuk The Seven Wonders of the Ancient World. Ini taman di atap istananya raja, cakep banget, prestise tinggi, dan totally tidak ada gunanya. Kerajaan yang terakhir, yang kemungkinan besar Romawi, gambarannya besi, prestise tidak terlalu tinggi namun banyak gunanya. Kalau Saudara ingat kerajaan Romawi dalam sejarah manusia, apanya? Bukan kerajaan yang menyalibkan Yesus, itu secara Alkitab; dari sejarah dunia Kerajaan Romawi diingat sebagai kerajaan yang pragmatis, kerajaan yang membangun jalan-jalan, kerajaan yang membangun aqueduct-aqueduct (saluran air), kerajaan yang punya hukum pertama yang paling bagus, dengan militernya yang bisa menaklukkan seluruh bumi, dsb. Ini kerajaan besi. Kerajaan yang tidak menghasilkan filsif-filsuf, tapi menghasilkan hal-hal yang praktis, yang kuat. Jadi, dari gambaran detail-detail ini ada korespondensi antara yang Daniel katakan yang Tuhan bukakan, dengan sejarah kerajaan-kerajaan tersebut di dunia (dan dengan demikian ketika Daniel mengatakan Nebukadnezar kepala dari emas, itu sebenarnya bukan pujian).
Namun kembali lagi, kontras utama dalam gambaran ini bukanlah sekadar prestise versus kegunaan, karena in some sense kita juga bisa mengkritik kecenderungan kerajaan dunia yang sebaliknya, yang justru mengutamakan urusan pragmnatis tanpa memperjuangkan keindahan/estetika. Luther pernah mengatakan: “Orang miskin, tidak cuma hidup dalam kemiskinan finansial tapi juga kemiskinan estetika”. Orang miskin hidup terkurung bukan cuma dalam urusan tidak punya kuasa, tidak punya uang, tidak bisa makan, tapi juga dalam ugliness, dalam kejelekan. Ini ngaruh, karena manusia perlu keindahan untuk hidupnya bisa utuh. Itu sebabnya waktu Luther mengatakan agar Gereja memperhatikan orang miskin, maksudnya bukan cuma untuk mengisi aspek sandang-pangan-papan tapi juga aspek relasional, aspek estetika. Ini menarik.
Baik Babilonia maupun Romawi, sama-sama timpang, tapi timpangnya dalam hal yang berbeda. Itu sebabnya kontras yang utama bukan emas versus besi, tapi antara kerajaan-kerajaan ini versus Kerajaan Allah, sebagaimana Saudara lihat apa yang menghancurkan ketika kerajaan emas sampai dengan besi ini diluluhlantakkan. Jika Saudara mengatakan, “O, kalau Kerajaan Allah itu tidak pro-keindahan tapi pro-kegunaan”, maka harusnya yang menghancurkan kerajaan-kerajaan tadi adalah kerajaan kelima, gambarannya metal yang lebih kuat lagi, titanium, vibranium, adamantium, unobtenium, atau apapun. Tapi tidak demikian; yang menghancurkan empat kerajaan tersebut justru kerajaan batu. Batu adalah yang paling biasa di dunia ini, paling tidak ada prestisenya, dan kegunaannya pun mungkin kita rasa paling bontot dibandingkan metal-metal tadi. Kerajaan dunia akan diruntuhkan, bukan dengan tangan kerajaan yang lebih baru lagi, lebih hebat lagi, lebih prestise ataupun lebih pragmatis lagi; kerajaan dunia akan diruntuhkan oleh hal yang paling tidak impresif, paling biasa dalam alam ciptaan ini, yatu si batu; ayat 44: “Tetapi pada zaman raja-raja, Allah semesta langit akan mendirikan suatu kerajaan yang tidak akan binasa sampai selama-lamanya, dan kekuasaan tidak akan beralih lagi kepada bangsa lain: kerajaan itu akan meremukkan segala kerajaan dan menghabisinya, tetapi kerajaan itu sendiri akan tetap untuk selama-lamanya” ––dan ini kerajaan batu. Itu berarti, Kerajaan Allah gambarannya adalah kerajaan yang sangat rendah dalam urusan prestise, glamor, bahkan mungkin praktika. Ini bukan emas, dan tidak terlalu ada gunanya seperti besi. Kerajaan ini tidak bisa menunjuk ke monumen-monumen dan mengatakan seperti Ozymandias: “Look on my Works, ye Mighty, and despair!” Kerajaan Allah bukan seperti itu. Kerajaan Allah itu seperti batu, sangat ordinary, dikatakan tadi ‘tidak dibentuk dari tangan manusia’, sangat standar, namun ujungnya seringkali malah bisa jadi batu sandungan bagi banyak orang. Batu seperti ini tidak berkesudahan. Batu akan selalu ada.
Kerajaan Allah mungkin tidak impresif, tapi hari ini Saudara lihat Babel sudah berlalu, Persia sudah berlalu, Yunani sudah berlalu, Romawi sudah berlalu, sementara Kerajaan Allah masih tetap bertahan sampai hari ini. Daniel mengatakan, “Kerajaan Allah tidak akan dihancurkan, Kerajaan Allah akan bertahan selama-lamanya”. Dan lihat, 2600 tahun setelah Daniel mengatakan kalimat ini, Kerajaan Allah masih bertahan dan terus berkembang. Kerajaan Allah mengisi bumi ini lebih banyak dibandingkan waktu itu. Kalau Saudara suruh orang zaman itu membayangkan apa yang terjadi sekarang, mereka akan sangat sulit melakukannya. Itu sebabnya Yesus sendiri mengambil bahasa Daniel ketika Dia mengatakan, “Batu yang dibuang, yang ditolak tukang-tukang bangunan, telah menjadi batu penjuru.” Kerajaan Allah itu rendah dalam urusan prestise, tapi sangat tinggi dalam urusan permanence.
Omong-omong, tidak salah kalau Saudara punya pekerjaan yang prestise tinggi. Kalau Saudara ada karunia Tuhan bisa mendapatkan pekerjaan-pekerjaan seperti itu, Saudara tidak perlu merasa harus resign lalu jadi babu. Itu bukan poinnya. Dalam kisah ini pun, Daniel dan kawan-kawannya punya posisi tinggi di Babilonia; mereka tidak menolak diberikan posisi tersebut. Kalau Saudara bisa berada di tempat-tempat tinggi, itu karunia Tuhan. Yang jadi poin di sini adalah: sebagai umat Allah, kita perlu menyadari identitas kita adalah umat buangan, kita bukan warganegara kerajaan dunia ini; kita hidup di dalam dunia, tapi kita bukan berasal dari dunia ini. Dengan demikian, kita adalah umat batu, bukan umat emas. Lalu itu berarti kita dipanggil untuk mengapresiasi apa dalam hidup kita? Kalau kita dalam posisi tinggi, silahkan; kita punya banyak prestise dalam hidup, silakan. Tapi dalam posisi tersebut Saudara dipanggil untuk menghargai apa yang rendah dalam presisi dunia, namun tinggi dalam permanency, karena demikianlah kita melihat Allah kita dinyatakan dalam firman-Nya.
Ini sesuatu yang kita lihat dengan jelas dalam Perjamuan Kudus, yang terus-menerus dilakukan dalam ibadah Kristen. Apa yang jadi penekanan utama dalam kebaktian Kristen? Tolong jangan jawab ‘firman Tuhan’, tapi sakramen, Perjamuan Kudus. Apakah warna sakramental yang senantiasa kita lihat dalam Perjamuan Kudus? Yaitu Allah mengambil hal yang begitu biasa, untuk mengingat hal yang paling luar biasa. Waktu kita dipanggil ke meja Tuhan, kita tidak dipanggil untuk makan emas dan minum perak; kita dipanggil untuk makan roti dan minum anggur. Tidak impresif sama sekali, tapi juga tidak berkesudahan. Rendah secara prestise, tapi justru berkuasa untuk mengisi tubuh manusia, membangun otot-daging-kulit-darah, membawa kehidupan, dalam cara yang emas dan perak tidak bisa lakukan.
Allah Semesta Langit yang dipuji oleh Daniel, adalah Allah yang menyingkapkan rahasia-rahasia, hal-hal yang tidak terduga. Pertanyaannya, apa rahasia yang disingkapkan lewat bagian ini? Bukan cuma urusan prediksi masa depan, tapi hal yang tidak kita duga sama sekali. Yaitu suatu karunia untuk kita bisa menjadi bagian dari Kerajaan yang tidak terguncang, yang tidak berkesudahan, yang sungguh-sungguh permanen, yang secara penampakan tidak impresif. Seperti tidak kelihatan kuasanya, namun justru benar-benar bertahan, tahun demi tahun, dekade demi dekade, abad demi abad, milenium demi milenium, sejak zaman Daniel sampai hari ini. Sudah ada jauh sebelum Daniel, dan akan bertahan jauh lebih lama setelah kita hari ini.
Saudara tanya, ‘bagaimana bisa hidup mempertahankan kesetiaan di tengah kerajaan-kerajaan dunia?’ Inilah cara pandangnya, inilah imajinasi/visi yang kitab Daniel berikan kepada kita, yang membuat kita punya kekuatan bertahan setia kepada Kerajaan Allah, dengan menyadari bahwa kita adalah warga Kerajaan yang lain, Kerajaan Surga, Kerajaan Allah.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (MS)
Gereja Reformed Injili Indonesia Kelapa Gading