Di dalam ayat sebelumnya kita sudah membicarakan tentang orang yang bisu, tidak bisa berkata-kata, diusir satu setan yang membisukan itu, kemudian dia menjadi bisa berkata-kata. Hari ini kita meninggalkan wilayah mulut, kita masuk ke wilayah mata, saya tidak tahu apakah ini satu flow yang intentionly dihadirkan oleh Lukas, mungkin tidak, tetapi saya pikir tidak salah untuk mengkaitkan seperti ini. Mata adalah indera yang lain, kalau mulut kita pakai untuk berkata-kata, ada orang bisu, memang di dalam bagian ini kita tidak melihat satu gambaran tentang orang buta yang kemudian dicelikkan akhirnya bisa melihat, tidak ada. Tetapi ini adalah gambaran orang yang tidak buta, orang yang bisa melihat, tetapi tetap ada diferensiasi, pembedaan yang perlu dilakukan di sini yaitu seperti yang kita baca di dalam ayat 33-36. Di situ digambarakan orang yang tidak buta tetap perlu mengintrospeksi dirinya, menguji dirinya, apa yang dia lihat?
Kita pasti sudah akrab dengan cerita Fanny Crosby yang dia tidak pernah menyesal kenapa dia buta, dia mengatakan satu kalimat yang sangat indah, “justru di dalam kebutaannya dia bisa melihat hal-hal yang tidak kelihatan”, akhirnya memiliki visi yang begitu jelas tentang Kerajaan Allah. Saudara dan saya seringkali di distract, dialihkan perhatiannya karena kita terlalu sibuk untuk melihat dunia yang kelihatan dan kita sangat mengurusi dunia yang kelihatan itu sampai kita tidak punya waktu lagi dan tidak mempunyai satu kepekaan, ketajaman untuk melihat dunia yang tidak kelihatan. Jadi persoalannya bukan apakah kita buta atau tidak, karena orang buta ada yang peka sekali dengan Kerajaan Allah, sebaliknya orang yang bisa melihat justru dia tidak bisa mengelola penglihatan secara benar, akhirnya menjadi celaka. Bisa melihat adalah satu anugerah yang diberikan Tuhan kepada kita, tetapi pertanyaannya apa yang kita lihat? Bagaimana cara kita melihat? Perspektif apa yang kita temukan melalui penglihatan kita?
Di dalam bagian Lukas kita membaca ada pararel juga di dalam bagian Matius, bagian yang tidak ada itu adalah di dalam ayat 33, saya terus merenungkan bagian ini, memang agak sulit untuk menafsir (mungkin bisa dilanjutkan di PA), tetapi kalau kita melihat di situ, seperti gambaran ayat 33-36, seperti flow-nya kurang nutural begitu, karena di situ Yesus pertama membicarakan tentang pelita yang tidak diletakkan di bawah gantang tetapi di atas kaki dian supaya semua orang dapat melihat cahayanya. Kalau kita membandingkan dengan injil yang lain, pembahasan berikutnya adalah karena itu hendaklah terangmu bercahaya di depan semua orang supaya mereka yang ada disekitarmu melihat kemuliaan Tuhan, itu kan pas sekali. Tetapi dalam bagian ini bicara tentang mata adalah pelita tubuh (seperti bergerak ke pesan yang lain), kita tidak tahu dengan jelas waktu Yesus mengatakan kalimat ini berapa kali, mungkin satu kali, mungkin bisa lebih dari dua kali. Tetapi yang pasti penempatan dari injil Lukas sedikit berbeda, khususnya dengan ayat 33 ini dengan injil Matius.
Di sini tidak dikatakan tetang terang seperti yang dikaitkan dengan kesaksian kehidupan kita yang kemudian disaksikan oleh banyak orang dst., agaknya tidak, tetapi ini betul-betul dikaitkan dengan mata. Mata itu kan posisinya juga sama, bukan dikolong rumah, bukan di bawah gantang kan? Tapi mata itu posisinya di atas, bukan diletakkan di bawah, sehingga dari atas, dia bisa menyinarkan, merefleksikan cahaya, tetapi sebelumnya juga menerima cahaya, rangsangan cahaya dari luar, khususnya yang mau kita tekankan adalah menerima rangsangan cahaya yang dari luar, itu juga yang disoroti oleh Yesus di sini. Dalam bahasa Indonesia dikatakan mata itu adalah jendela jiwa, kita bisa melihat mata seseorang untuk melihat kejujurannya atau untuk melihat kepalsuannya dsb., tetapi orang yang sudah sering bohong waktu lihat matanya juga tidak berkedip dan tetap percaya diri, malahan orang yang memadang dia yang jadi sungkan. Mata adalah jendela jiwa, tetapi di dalam bagian ini dikatakan mata adalah pelita tubuh.
Waktu membicarakan tentang jiwa, seperti exclude bagian tubuh, tetapi di sini pembicaraannya di dalam metapora physical, mata fisik, pelita tubuh secara fisik, tetapi memang yang dimaksud Tuhan di sini adalah hal-hal yang tidak kelihatan yaitu jiwa, bagian rohani kita. Sudah sejak dari zaman Calvin ada satu tafsiran yang populer tentang bagian ini waktu dikatakan, mata adalah pelita tubuh, maksudnya apa? Maksudnya adalah bagian anggota tubuh yang lain, termasuk tangan, kaki tidak akan bisa bergerak dengan satu arah yang jelas tanpa kendali dari mata. Sebetulnya mata itu yang mengarahkan tangan akan bergerak kemana, kaki akan berjalan kemana? Tubuh kita akan menuju kemana? Itu diarahkan oleh mata, satu-satunya anggota tubuh yang mempunyai visi, tanpa visi tangan bisa bergerak, kaki juga tetap bisa berjalan, tetapi berjalan nabrak, mundur lagi, jalan lagi nabrak lagi, tapi kita tahu, kehidupan seperti itu tidak layak dihidupi di dalam kehidupan seorang percaya. Kita tidak menghidupi kehidupan trial and error, nabrak lalu mundur, nabrak lagi mundur lagi, dst., bukan seperti itu, tetapi kita perlu memiliki visi di dalam kehidupan kita, sehingga bagian anggota tubuh kita, metaphoric seluruh kehidupan kita berjalan ke arah yang benar.
Tangan dan kaki itu tergantung dengan apa yang dilihat oleh mata, dan mata sendiri ternyata di dalam bagian ini ada gambaran dua pilihan, either mata kita menjadi baik, sehingga seluruh tubuh kita juga menjadi terang atau mata menjadi jahat sehingga tubuh kita menjadi gelap. Tubuh di sini gambarannya adalah jiwa kita, kehidupan kita, kalau apa yang kita lihat itu perspektifnya satu perspektif yang baik, seluruh kehidupan kita juga menjadi baik, waktu kita melihat dengan cara yang jahat, dengan spirit yang jahat, seluruh kehidupan kita juga akhirnya menjadi jahat. Ini sesuatu yang menakutkan, realitas itu ternyata sangat dipengaruhi pembacaannya oleh perspektif subyektif saya, kita percaya realitas out there itu ada certain objektifitas, maksudnya, apakah dia itu sebetulnya begini atau begitu kan ada realitas objektifnya, tetapi yang saudara dan saya pandang itu sangat diwarnai oleh persepsi subyektif kita.
Saya berpikir, kita hidup di dalam tahun 2013 yang zaman post modern, meskipun tidak segala sesuatu post modern, tapi post modern di dalam pengertian mempunyai satu awareness yang lebih tinggi, lebih peka tentang pembacaan subyektif ini. Kalau di dalam zaman dulu, orang modern, waktu seseorang membaca sesuatu langsung menganggap, apa yang saya lihat, apa yang baca itu sama dengan reality as it is, sangat optimistik, tidak sadar bahwa kita sebetulnya banyak bias di dalam pembacaan kita, latar belakang kita, pengalaman kita, kondisi kita pada saat itu sangat menentukan bagaimana kita membaca situasi. Ini sangat disadari begitu peka oleh orang-orang zaman post modern, memang akhirnya sedikit agak kelewatan, sampai akhirnya mereka tidak percaya sama sekali tentang fakta yang obyektif, seolah-olah segala sesuatu tergantung dari perspektif kita belaka. Sehinga tidak ada pengenalan realita out there, itu tidak ada, yang ada adalah semuanya 100% penglihatan saya belaka dan juga tidak masalah apakah susungguhnya di sana itu, any way tidak ada yang tahu.
Tetapi yang pasti, memang betul waktu dikatakan, pembacaan kita tentang realita, saya ambil contoh sederhana, tentang orang lain, tentang satu orang, itu sangat dipengaruhi oleh perspektif subyektif saya, culture like and dislike, kalau saya suka saya akan membaca, kalau saya tidak suka membacanya bagaimana, kalau saya cenderung suka kepada orang tersebut, pembacaannya bisa luar biasa sangat positif, saya tidak melihat lagi semua kelemahannya. Semua mendadak jadi berubah, kenapa? Karena pembacaan yang sangat subyektif tadi. Dan di dalam akitab kita membaca bagian yang seperti ini juga sudah dikatakan, kita bisa melihat dengan pandangan yang jahat atau dengan pandangan yang baik, itu akan mempengaruhi kehidupan kita, jangan merendahkan, anggap remeh perspektif kita. Perspektif kita itu bisa sangat merusak, orang-orang behaviourist sangat percaya kekuatan lingkungan, environment, setting disekitar kita itu sangat mempengaruhi pembentukan kita, di dalam ajaran itu orang percaya semua respon manusia sangat bisa diprediksi, very mekanistik, kalau setting-nya begini, orang akan berespon begitu, makanya kita harus menciptakan setting seperti ini, sehingga orang berespon begini dan menjadi karakter yang seperti apa. Sangat optimistik, tetapi ternyata tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh environment, tetapi sangat dipengaruhi oleh cara kita melihat, mata itu melihatnya bagaimana?
Ada orang melihat kesulitan sebagai kesempatan, sebagai batu loncatan, ada orang melihat kesulitan sebagai jalan buntu, tidak bisa lagi, ya hidup saya sudah berhenti sampai di sini, ada orang melihat kesulitan begitu pesimis. Setiap kali melihat, setiap kali menimbukkan discouragement, bahkan orang-orang yang disekitarnya pun ikut-ikutan discourage, karena setiap kali dia melihat, visi yang dia lihat adalah gambaran ketidakmungkinan. Ada orang lain yang melihat keadaan-keadaan seperti itu, justru dia melihat ada kesempatan-kesempatan yang tersembunyi, yang kalau dia bisa overcome, yang kalau dia bisa mengalahkan, dia bisa mengelola akan menjadi sesuatu yang menjadi batu loncatan bagi kesuksesannya dst., tergantung dari mana? Sama kan, bendanya sama, realitanya sama, tetapi cara pandangnya sama sekali lain, saya bukan mengajarkan positive thinking, jangan kita salah mengerti, bukan itu. Nanti kita akan masuk dalam ayat 37 dst., ini contoh yang sangat gamblang tentang apa artinya mata yang melihat dengan baik dan mata yang melihat dengan jahat.
Tetapi sebelum masuk ke sana, Yesus Kristus memperingatkan, perhatikan supaya terang yang ada padamu itu jangan menjadi kegelapan, maksudnya hati-hati dengan cara kamu melihat, dengan cara kamu memandang. Kalau kamu tidak hati-hati, akhirnya seluruh kehidupan akan jadi gelap oleh karena visi yang dilihat mata itu gelap, tidak ada sesuatu yang baik, sesuatu yang membuat kita bisa ada pengharapan, semuanya buntu, semuanya jelek, akhirnya kita juga jadi kehilangan ketekunan, kehilangan perseverance dst. Sekali lagi, tidak tentu karena environment, setting yang ada disekeliling kita saja, saya percaya itu memang ada faktornya, tetapi cara kita melihat itu juga faktor yang sangat besar. Jika seluruh tubuhmu terang, tidak ada bagian gelap, maka semuanya terang, sama seperti apabila pelita menerangi engkau dengan cahayanya. Apa yang kita lihat, melihat bersama dengan Tuhan, dari perspektif terang Ilahi atau melihat dari perspektif kegelapan? Saya pikir bukan kebetulan waktu Tuhan menciptakan langit dan bumi, dunia ini pada mulanya, lalu ada pemisahan antara terang dan gelap, kita percaya itu literally, tetapi juga sekaligus ada makna spiritual, ada makna simbolis.
Terang dan gelap, dua hal yang tidak bisa bertemu, tanpa terang kita akan melihat dari perspektif gelap, perspektif gelap itu punya mata pun juga tidak ada fungsinya, iya kan? Mata tidak mungkin bisa melihat tanpa terang, mata hanya bisa berfungsi kalau ada terang, demikian juga di dalam kehidupan manusia. Waktu manusia tidak memperoleh terang yang dari Tuhan, dari Kristus (saya tidak membicarakan mata fisik), tetapi mata rohani, maka dia tidak bisa melihat. Mata rohaninya tidak bisa menjalankan fungsi dengan benar, yang dilihat hanyalah kegelapan, mau buka mata seterang-terangnya juga tidak ada cahaya yang masuk, karena cahaya itu bukan berasal dari mata itu sendiri. Mata bukan sumber cahaya, mata itu satu jendela cahaya, kalau tidak ada cahaya jendela juga tidak bisa menolong apa-apa.
Di dalam bagian ini waktu kita melihat dalam ayat 37-dst, kita mendapati satu eksplikasi, gambaran tentang apa artinya mata yang melihat dengan baik, mata yang melihat dengan jahat, di situ digambarkan waktu Yesus selesai mengajar, orang Farisi mengundang Dia untuk makan di rumahnya. Coba kita perhatikan, orang Farisi mengundang Yesus, pasti karena Yesus somehow setelah mengajar itu kan, mungkin ada kekaguman, keheranan, mungkin ada kerendahan hati dari orang Farisi ini juga dan dia kemudian ingin meresponi dengan mengundang Yesus untuk makan. Kadang-kadang orang yang mengundang makan itu tidak jelas motivasinya apa? Mau membalas cinta kasih atau seperti contoh dalam bagian yang sudah kita baca, mungkin mau menunjukkan bahwa dia yang hosting lebih besar daripada Yesus atau apa, sebetulnya tidak jelas juga. Kalau dia hanya sekedar mau membalas cinta kasih, membalas kebaikan Yesus setelah selesai mengajar, Dia tidak akan menjalankan fungsiNya sebagai pengajar di sini.
Orang Farisi ini mengundang, tetapi dia yang membuat semua rule-nya, ini seharusnya kan Yesus di sini yang diundang, tetapi tidak, Yesus bukan di dalam posisi yang dijamu, dia malah meng-observasi Yesus ini bagaimana. Kadang-kadang kan ada tindakan orang yang diundang itu mungkin tidak mengikuti cara kita biasanya makan di rumah, akhirnya karena kita sungkan, sangat menghargai orang yang kita undang, ya kita ikut-ikutan, apakah ada pengalaman seperti itu? Kadang-kadang waktu orang mengundang di dalam keadaan sangat menghormati orang yang diundang, dia bisa ikut-ikutan, itu commonsense yang wajar, gamblang gambaran seperti itu, tetapi ini tidak. Yang ada adalah loh kok tidak cuci tangan ya? Dia masuk ke tempat saya, kan saya yang bikin rule, saya orang Farisi lagi, Yesus tidak mencuci tanganNya sebelum makan.
Coba kita perhatikan, matanya melihat sesuatu yang berbeda, tadi waktu Yesus mengajar, dia melihat atau tidak? Apa yang dia lihat waktu Yesus mengajar? Tidak tahu orang Farisi ini melihat apa!! Ada orang yang melihat sesuatu yang bukan substansial, melihat yang fenomenal, kategori orang yang melihat dengan jahat menurut gambaran di sini. Tidak melihat betul-betul apa yang disampaikan oleh Yesus, yang ada adalah melihat hal-hal fenomenal seperti tidak cuci tangan dll., tetapi tidak melihat akan pribadi Yesus. Kita ini kan hidup dalam generasi yang scanning tampak luar, waktu mau melihat orang lain, orang itu melihat dahulu tampak luarnya, lalu coba melakukan profiling, orang ini kekuatan ekonominya dengan pakaian seperti ini kira-kira bagaimana ya? Wah ini hidup yang menakutkan sekali bukan? Yang paling menakutkan adalah bukan orang yang melihat, kalau kita sendiri takut dilihat seperti itu dan akhirnya kita menghias diri supaya orang scan kita lau profiling kita jadi tinggi, wah orang ini tinggi karena saya sudah menghias diri. Memakai berbagai macam perhiasan supaya tidak dihina oleh orang lain, ada orang-orang yang konyol seperti ini ya, kalau perlu jual rumahnya hanya supaya bisa mendapatkan tas tertentu yang bermerk, karena kalau memakai tas seperti itu, kalau jalan orang somehow look up. Tetapi rumah kan tidak bisa dibawa kemana-mana, kalau tas kan bisa dibawa kemana-mana, jadi orang bisa menghormati saya, karena saya memakai tas merk itu dst. Sulit sekali mengerti generasi seperti ini, tetapi ada, bukan tidak ada gambaran orang seperti ini.
Waktu kita melihat dalam bagian ini Tuhan Yesus mungkin ada satu pendidikan yang Tuhan berikan kepada orang Farisi ditempat ini, tetapi agaknya memang kebiasaan orang-orang ini suka melihat akan hal-hal yang diluar dan bukan bagian yang di dalam. Bagian yang di dalam memang sulit dilihat, bahkan sulit difoto juga, kalau kita pelayanan yang paling gampang di foto yaitu bagian yang diluar. Misalnya kalau saya menulis buku, saudara mau foto apa? Wah lihat bukunya tebal, yang dinilai adalah hal yang kelihatan, kalau pergumulannya mana bisa di foto bukan? Kalau kita mengadakan KKR, lalu kita memotret orang-orang yang datang, mana ada orang yang memotret ketika ada seorang sedang berdoa sendirian mencucurkan air mata mendukung KKR tersebut, mana ada? Itu hal tidak menarik. Yesus mengajarkan dalam bagian ini, kamu tertarik bagian luar, membersihkan bagian luar cawan dan pinggan, tapi bagian dalammu itu penuh dengan rampasan dan kejahatan.
Sangat menakutkan spiritualitas kompensasi seperti ini, orang yang bekerja tidak jujur di dunia pekerjaan, tidak ada kemuliaan Tuhan, tetapi bisa rajin sekali pelayanan, mungkin ikut KKR regional juga, ikut KPIN di sana sini. Saya bukan men-discourage saudara untuk ikut pelayanan, bukan, tetapi tidak ada istilah kompensasi, karena itu waktu Yesus mengatakan dalam bagian ini begitu mengejutkan, kalimat yang sederhana, kamu sibuk membersihkan cawan, pinggan, kamu membuat steril-lah supaya tidak najis, supaya suci dipakai oleh Tuhan dst. Tetapi Yesus kemudian mengatakan, berikan isinya sebagai sedekah, isinya itu dalamnya, bukan pinggannya, dalamnya itu berikan sebagai sedekah. Apa sih ajaranNya, yaitu ajaran untuk memberikan sedekah. Kita dari perspektif injili mungkin berkata, Yesus kok liberal ya, Yesus kok mengajarkan hal seperti ini, apa-apan sih? Social gospel atau apa? Kita kan memberitakan injil, memberitakan tentang darah Yesus, tentang Yesus yang mengampuni, tentang Yesus yang menebus dosa, loh kok ini memberi sedekah?
Memberi sedekah ini urusan apa? Diakonia itu tidak penting, tetapi menurut Yesus diakonia adalah bagian dari ibadah. Kita harus hati-hati, baik secara pribadi maupun sebagai gereja, saya bicara bukan hanya untuk gereja ini, tetapi juga gereja-gereja yang lain di seluruh dunia dan juga semua GRII. Kita cenderung menaruh uang di dalam pikiran sebagai inventasi, kalau inventasi itu kan harus untung, inventasi itu menaruh disatu tempat yang bakal bisa mendapatkan great achievement, kalau bisa modal sesedikit mungkin, keuntungan sebanyak mungkin. Jangan inventasi yang kalau diberi hilang, diberi hilang, wah kalau seperti ini ya susah dong, jangan-jangan spirit seperti ini juga masuk di dalam kekristenan? Saya mau menolong siapa? Menolong orang yang potensial dong, jangan menolong orang yang tidak karu-karuan, itu tidak jelas, kita harus menolong orang yang kita tahu akan menjadi great achiever, jadi kalau saya berbagian di dalam kehidupannya, nah ini adalah orang yang merubah dunia, ya ini saya investasi, gereja investasi untuk dia. Tetapi orang yang sakit, cacat dsb., waduh orang seperti ini sih tidak usah diurusin, lebih cepat mati lebih baik, wah… luar biasa kejam ya dunia kita ini.
Kita harus hati-hati dan kita tidak kebal dengan spirit seperti ini, cara berpikir orang investasi, yaah uang saya kan terbatas, ada limitasinya, tidak bisa memberi kesembarang orang. Apakah kita pikir Yesus datang ke dalam dunia untuk inventasi atau investasi apa ya? Atau lebih baik Dia datang ke planet lain kali ya, mungkin lebih menguntungkan bagi Yesus daripada datang ke dunia? Yesus datang ke dalam dunia untuk orang-orang seperti apa ya? Untuk orang-orang yang berhasil atau orang-orang yang gagal? Yesus mati di atas kayu salib untuk siapa? Untuk orang-orang yang suci, yang benar atau orang-orang yang berdosa? Kita semua sudah mengetahui jawabannya, tetapi di dalam dunia kita…ooh kita jangan investasi ke orang yang sakit, jangan, nanti uangnya hilang, kita investasi ke orang yang sehat, ke orang yang pintar, investasi ke orang-orang yang nanti kita tahu uangnya bisa mengalir sampai berlipat ganda, jangan berdiakonia kepada orang-orang yang gagal, tidak ada gunanya.
Tetapi di sini Yesus mengatakan, berikan isinya sebagai sedekah, tentunya sedekah itu tidak diberikan kepada orang kaya, orang-orang yang kaya tidak perlu sedekah. Sedekah untuk orang-orang yang kekurangan, untuk orang-orang yang struggle di dalam hidupnya, kita percaya waktu kita terlibat di dalam pekerjaan Tuhan, karena ini diajarkan oleh firman Tuhan sendiri, tidak ada yang hilang. Tetapi kalau kita senantiasa melihat secara kasat mata, ya betul-betul hilang, tapi persoalannya bukan bahwa realita saya hilang, bukan, kita yang seringkali melihat dengan kasat mata, dengan mata yang kelihatan, hanya melihat hal yang kelihatan, tidak bisa difoto, jadi bagaimana? Ya artinya hilang. Persoalannya dimana? Persoalannya adalah persepsi kita yang jahat, bukan pada tindakan itu sendiri, berikan isinya sebagai sedekah, semuanya akan menjadi bersih bagimu, Yesus membalik 180 derajat bukan? Orang membersihkan luarnya, berharap dalamnya bisa suci, Yesus berkata, ini bukan substansinya, substansinya yang ada di dalam itu loh, kamu bagikan ke orang lain, walaupun luarnya dibersihkan, itu tidak terlalu penting, dengan memberikan isinya nanti luarnya juga dikuduskan.
Yesus membalik, apa yang diluar itu dikuduskan oleh apa yang di dalam, bukan apa yang di dalam dikuduskan oleh apa yang diluar. Kecenderungan spiritualitas yang sangat menekankan luar, sangat menekankan yang fenomenal, itu cenderung membawa kepada kemunafikan, membawa kepada sikap self righteousness, lebih benar dari pada orang lain, karena yang tampak luar itu bisa dikompetisikan, yang di dalam hati itu tidak bisa dikompetisikan, karena tidak ada yang bisa mengukur. Hal-hal yang dalam itu tidak bisa dihitung, yang bisa dihitung itu apa? Ya hal-hal yang diluar, seperti cawan, pinggan dsb., dan orang cenderung menghindari apa yang ada di dalam, berikan isinya sebagai sedekah, sesungguhya semuanya akan menjadi bersih.
Dalam ayat 42, disitu Yesus melanjutkan pembicaraan, mereka betul membayar persepuluhan, selasih, ingguh, segala jenis sayuran, tetapi kamu mengabaikan keadilan dan kasih Allah. Kalau kita bandingkan dengan versi Matius, disitu dikatakan tiga hal, keadilan, pengenalan akan Allah dan belas kasihan, compassion, justice dan knowledge of God atau iman, faith, kaitan hubungan dengan Tuhan, personal relationship dengan Tuhan, keadilan dan kasih Allah di dalam versi Matius. Kita bisa masuk ke dalam spiritualitas tindakan-tindakan fenomenal, tetapi kehilangan yang dalamnya. Dalam acara KKR, pak Tong sebelum pimpin, dia berdoa minta kepada Tuhan diberikan kasih, doa yang sederhana, ternyata dalam memberitakan firman Tuhan tidak otomatis dengan kasih, mengunjungi orang (visitasi) dengan ada compassion dan belas kasihan itu juga tidak langsung ada secara otomatis. Lama-lama kita bisa menjadi profesional di dalam banyak hal, baik di dalam pelayanan yang kita lakukan bahkan di dalam hubungan, relasi dengan keluarga pun bisa profesional, karena waktu semakin lama sepertinya jadi semakin sempit, akhirnya kita dituntut profesional (kita memakai dalam pengertian negatif, tentu saja ada profesional dalam pengertian positif). Profesional dalam pengertian apa? Maksudnya saya bisa bergerak begini tanpa bagian dalam terlibat, itu namanya profesional, skill sangat tinggi tapi sebetulnya di dalam tidak terlibat, hati saya tidak terlibat di dalamnya, itu namanya profesional.
Sangat menakutkan sekali tindakan seperti ini, membayar persepuluhan iya, melakukan ini dan itu yang dituntut oleh taurat, tetapi yang substansial, kasih kepada Tuhan, keadilan, itu tidak dijalankan, tidak hadir di situ, yang ada adalah diwakili dengan spiritualitas-spiritualitas fenomenal. Yesus mengatakan, memang yang satu harus dilakukan, yang lain jangan diabaikan, menarik ada gambaran di dalam kekristenan terjadi perdebatan, apakah perpuluhan itu sudah berhenti atau perpuluhan itu masih harus dilakukan oleh orang-orang post new testament era. Ada orang yang bertanya kepada saya tentang hal ini, lalu saya jawab, ya orang di dalam PL saja bisa memberikan sepersepuluh, kita yang notably lebih mengerti apa yang disebut dengan kasih Allah apa yang disebut dengan pengorbanan Tuhan bagi kita. Memang kita tidak harus memberikan sepersepuluh, maksudnya boleh memberi lebih, bukan kurang, tidak mutlak sepersepuluh, memberi seperlima juga boleh, setengah boleh, sepertiga juga boleh, tapi jangan memberi seperseratus, kalau sebesar itu sepertinya ada yang salah tentang pengertian kita akan Tuhan, orang PL saja bisa memberi sepersepuluh.
Coba kita perhatikan, kadang-kadang pengertian tentang anugerah itu di abuse, oh sekarang kita tidak ada lagi taurat, kita bukan lagi orang-orang yang hidup di bawah hukum taurat, kita tidak melakukan lagi hal seperti itu. Ini menjadi satu excuse untuk melakukan less, melakukan kurang dari pada yang diharuskan, hal seperti ini kan menjadi permasalahan? Saya tidak menjalankan hal itu lagi, sekarang saya sudah ada di bawah hukum anugerah, maksudnya apa? Maksudnya adalah saya tidak usah memberi juga tidak apa-apa, ini kan abuse kasih karunia Tuhan. Mengherankan ya, orang yang kurang hidup di bawah kasih karunia saja saja bisa memberi seperti itu, tetapi orang yang mengerti kasih karunia jadi tidak perlu memberi lagi, kalau begitu ada yang salah di sini. Kita tidak usah berdebat logika, ini masalah hati kok, Tuhan melihat hati, bukan mau bermain debat kusir dengan kita, bukan.
Yesus mengatakan dalam bagian ini, yang satu harus dilakukan, yang lain jangan diabaikan, Calvin menafsirkan bagian ini, yang satu harus dilakukan maksudnya apa? Persepuluhan ya memang harus dilakukan. Tapi maksudnya apa waktu di sini dikatakan jangan dengan kamu persepuluhan, lalu kamu tidak menjalankan keadilan, kamu memeras pegawaimu di kantor dan kamu tidak mengasihi Tuhan, kamu tidak ada kasih Allah, tidak ada belas kasihan, tetapi kamu tetap menjalankan persepuluhan, ini yang menjadi persoalan. Tetapi Yesus tidak pernah mengatakan, sudahlah, tidak usah persepuluhan lagi, selasih, ingguh, segala jenis sayuran dll., macam-macam aja, yang penting adalah kasih Allah, keadilan, tidak, Yesus tidak berkata seperti itu. Yesus mengatakan, yang satu harus dilakukan, yang lain jangan diabaikan, ini adalah bagian yang paling penting, kasih Allah, keadilan, ya betul, substansi di dalam, jangan melakukan sesuatu yang fenomenal tanpa ada sesuatu yang menyertai dari dalam hati yaitu kasih Allah dan keadilan.
Celakalah kamu hai orang-orang Farisi sebab kamu suka duduk di tempat terdepan di rumah ibadah, suka menerima penghormatan di pasar, ada satu sharing menarik dari mahasiswa STTRII tentang bagian ini, dia mengatakan, awalnya sih memang tidak ada rencana untuk self righteousness seperti begini, tidak ada rencana untuk munafik, tetapi hanya sekedar mau menjadi teladan. Kita harus hati-hati, mau menjadi teladan bisa membawa kita kepada kemunafikan, terkadang kita greget terhadap kelemahan orang lain, kita merasa dia harus diajarin, begini loh…, kadang kita mengajari bukan memakai speech, tetapi memakai tindakan, ini bagus juga kan ya? Misalnya, harus begini loh, datang jangan telat sebelum kebaktian, pada awalnya sih ingin jadi teladan, lama-lama menjadi self righteous, lama-lama mulai menghina, orang ini kenapa masih telat juga ya? Kenapa orang ini pelit sekali ya, begini loh caranya memberi, lihat ini tidak, berapa ini, baca tidak? Nah harus begitu. Akhirnya mulai berubah, dari memberi teladan supaya orang lain berubah, akhirnya jadi congkak, jadi self righteous, jadi benar sendiri, jadi menghina orang lain dst.
Penghormatan dipasar, mereka bisa hitung waktunya, jadi kapan pasar itu paling ramai, sampai ada cerita dikatakan, mereka juga suka berdiri dipersimpangan jalan, di dalam budaya Yahudi memang jam-jam tertentu, semua orang berhenti untuk berdoa, kalau kita kan tidak terlalu familiar dengan kebiasaan seperti ini. Kalau di dalam agama lain ada kepercayaan yang seperti itu, mereka berdoa persis pada jam berapa, ada tandanya, ada alarm-nya, di Yahudi dulu juga seperti itu. Jadi orang Yahudi ini bisa menghitung, kira-kira berdoanya itu jam berapa, dihitung dan pada saatnya berdoa pas ditikungan jalan raya, maksudnya semua orang bisa melihat dan dari atas juga melihat, itu yang tidak dia lihat. Dan yang dari atas melihat sampai ke dalam kedalaman hati orang, bukan melihat yang diluar, melihat di dalam hati. Ternyata di dalam hati isinya adalah kebusukan, sampah, bukan sesuatu yang suci, kalau kita tidak hati-hati, akhirnya kita bisa menjadikan agama itu sebagai sesuatu yang meng-created ritual-ritual tampak luar, tindakan-tindakan tampak luar yang profesional, yang hati kita itu sebenarnya tidak terlibat di dalam, sangat menakutkan kalau agama sudah menjadi seperti itu.
Saya bukan mau mengatakan kita tidak perlu menjalankan hal-hal yang kelihatan sama sekali, ada hal-hal yang tidak bisa dihindari yang memang harus dilihat orang lain. Tetapi pertanyaannya adalah apakah yang diluar itu merupakan satu cerminan, luapan dari pada apa yang ada di dalam hati kita? Orang-orang Farisi di sini digambarkan seperti kubur tidak ada tanda, orang yang berjalan diatasnya tidak mengetahui, kalau di dalam kepercayaan PL, orang yang berjalan diatas kubur, hal itu menajiskan dirinya selama 8 hari, kalau tidak diberikan tanda, ya jahat sekali orang yang tidak memberi tanda itu, maksudnya adalah kalau diberikan tanda kan orang tidak akan lewat diatas kubur itu, supaya jangan najis. Tetapi kalau tidak diberikan tanda, orang berpikir bahwa itu bukan kuburan, orang berjalan diatasnya, lalu dia jadi najis, ini menurut taurat PL.
Nah orang-orang Farisi ini digambarkan seperti kuburan yang tidak memakai tanda, maksudnya adalah orang-orang yang bergaul dengan mereka seperti lewat kuburan, akhirnya jadi najis. Ini true sense, kalau kita bergaul dengan orang-orang seperti ini, kita juga bisa terbawa, kalau kita bergaul dengan orang-orang seperti ini, kita sendiri menjadi orang seperti itu, jangan sampai kita menjadi orang yang mengakibatkan orang seperti itu, ini lebih celaka lagi Farisi-nya. Orang-orang apa, ya ini orang-orang yang melihat dengan mata yang jahat, orang-orang yang melihat bukan dengan mata yang baik, apa itu? Yaitu orang-orang yang terus-menerus melihat tampak luar, orang-orang yang terus berusaha untuk mengesankan orang dengan hal-hal yang kelihatan, bukan hal-hal yang tidak terlihat, bukan hal-hal yang di dalam. Tetapi hal yang dilihat secara kasat mata, dengan mata jasmani, inilah orang-orang yang berpotensi untuk menajiskan orang yang ada disekitarnya, karena ada satu magnet yang menarik, membawa orang lain ikut-ikutan, oh iya… kalau begitu yang penting yang harus dilihat adalah hal-hal yang kelihatan, bukan hal-hal yang tidak kelihatan, maka marilah kita sibuk mengejar hal-hal yang kelihatan, itu sangat meracuni, kecuali kita minta kekuatan daripada Tuhan
Tetapi Yesus sendiri mengatakan, ada kemungkinan orang-orang itu tidak mengetahui bahwa ini adalah kuburan, sebetulnya ini racun, orang itu tidak tahu dan waktu orang itu bergaul, berjalan diatasnya tanpa mengetahui. Mereka pikir ini adalah orang-orang yang bisa menjadi panutan untuk saya, kan mereka orang Faisi, pemimpin agama, waktu mengikuti akhirnya yang terjadi adalah malahan jadi najis, jadi tidak tahir lagi, karena melihat apa yang tidak dilihat oleh Tuhan. Jadi kita perlu di dalam kehidupan kita untuk terus-menerus mengintrospeksi diri waktu kita melihat dengan mata kita. Sekali lagi, saudara dan saya bukan orang buta, kita bisa melihat, kita melihat dengan mata jasmani kita, tetapi Tuhan Yesus melakukan satu pembedaan, ada orang yang melihat dengan matanya hal yang baik, ada yang melihat dengan perspektif jahat, orang yang melihat dengan perspektif jahat akhirnya meracuni, menularkan kepada orang-orang yang lain juga melihat seperti itu. Yesus mengatakan, kalau seluruh tubuhmu terang, tidak ada bagian yang gelap, maka seluruhnya akan terang, kalau semuanya terang, mata kita melihat yang terang, kita dikuduskan berbagian di dalam terang Ilahi. Tetapi kalau kita melihat dengan perspektif kegelapan, yang dilihat oleh dunia ini, maka di dalam kehidupan kita tidak ada terang, kiranya Tuhan memberkati kita semua. Amin.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (AS)