Di pasal 2 ini Injil Markus sudah memasuki babak yang baru, karena di pasal pertama Markus mau menyatakan bahwa Yesus adalah Anak Allah, lalu di babak yang kedua ini (pasal 2-3) kita melihat Yesus mulai ada konflik dengan orang-orang Israel dan ahli-ahli Taurat; dalam 2 pasal ini ada 5 konflik yang terjadi. Mereka menuduh Yesus, bahwa Dia datang untuk menghancurkan perjanjian, menghancurkan Taurat, menghancurkkan hukum. Mereka mengatakan Yesus melakukan hal-hal menentang hukum Taurat, tetapi dalam 5 kasus ini kita akan melihat bahwa Yesus adalah Anak Manusia yang berotoritas, termasuk juga berotoritas untuk mendefinisikan apa itu Taurat.
Di pasal 2 awal, Yesus kembali ke Kapernaum dan begitu banyak orang datang kepada-Nya. Di pasal pertama Yesus sudah sangat terkenal, Dia mengusir setan, Dia melakukan mujizat, bahkan di akhir pasal 1 Dia menyembuhkan orang yang sakit kusta. Kita tahu, dalam Perjanjian Lama yang bisa menyembuhkan orang sakit kusta hanyalah Tuhan, maka ketika Yesus menyembuhkan orang sakit kusta dan kabar ini tersebar, secara natural banyak orang ada kuriositas dan mereka mau mencari Yesus. Jadi ketika Yesus kembali ke Kapernaum, orang-orang itu berkerumun, mereka datang kepada Yesus, sampai rumah itu penuh sesak, tidak ada tempat lagi.
Orang-orang tersebut mencari Yesus bukan dengan motivasi yang bersih. Mereka bukan mencari Yesus karena mencintai Yesus, mau mendengar Yesus, mau taat kepada Yesus; mereka mencari Yesus karena Yesus bisa melakukan mujizat, Yesus bisa mengusir setan. Dengan motivasi seperti inilah, yang ingin mengalami mujizat, ingin melihat mujizat, kurios akan siapa Yesus itu –bukan motivasi yang bersih– mereka datang kepada Yesus. Menariknya, di ayat 2 tertulis “sementara Ia memberitakan firman kepada mereka”. Terjemahan bahasa Indonesia ini seakan-akan memberi kesan bahwa kalimat “Ia memberitakan firman” cuma satu hal yang bisa kita lewatkan, karena ada kata “sementara”. Tetapi dalam bahasa aslinya, dan juga terjemahan bahasa Inggris, sangat jelas bahwa yang dimaksud bukan ‘sementara’ melainkan ‘dan’; dikatakan “orang-orang ini datang, dan Yesus memberitakan firman kepada mereka”. Jadi di sini ada penekanan bahwa orang-orang ini datang, dan Yesus memberitakan Firman kepada mereka ini. Yesus tentu sadar bahwa orang-orang ini datang dengan motivasi yang tidak bersih, motivasi yang tidak baik, tapi apa yang Yesus lakukan? Yesus melihat mereka, Yesus memberitakan Firman kepada mereka.
Yesus sadar, Yesus tahu, bahwa ketika Dia melakukan mujizat, ketika Dia melakukan pengusiran setan, banyak orang pastinya datang kepada Dia bukan dengan sungguh-sungguh mau mengenal kebenaran, tapi Yesus tetap melakukan itu. Yesus tahu orang-orang ini motivasinya tidak benar, tapi ketika mereka datang, Dia tetap memberitakan Firman kepada mereka. Dalam tradisi Reformed kita sangat hati-hati dengan yang namanya ‘motivasi’. Kita mau menjaga motivasi orang supaya dia jangan datang ke gereja dengan motivasi menyimpang, kita tidak mau mereka datang ke gereja untuk hal-hal yang lain, kita maunya sola scriptura, kita maunya mereka datang ke gereja dengan motivasi mengenal kebenaran, mengenal Tuhan, dan seterusnya. Tetapi kadang-kadang dalam tradisi Protestan, karena kita begitu protektif, begitu menjaga motivasi ini, lalu pekerjaan kita jadi sangat kaku. Misalnya satu contoh di zamannya Calvin, lagu-lagu yang dinyanyikan bukan polifoni melainkan monofoni karena Calvin mau menjaga supaya kita jangan di-distraksi oleh suara polifoni. Contoh lain, dalam gerejanya Zwingli tidak ada dekorasi, tidak ada pola-pola apapun, yang ada hanya salib dan Firman, bahkan juga tidak ada lagu, karena dia mau menjaga motivasi orang supaya jangan datang ke gereja dengan satu tujuan yang salah, mau menjaga mereka supaya motivasi mereka benar-benar lurus bagi Firman.
Kalau kita melihat di bagian ini, Yesus melakukan mujizat, mengusir setan, dan Dia tahu ini bisa terjadi salah paham, salah motivasi, tetapi Dia tetap melakukan; dan ketika orang datang kepada dia dengan motivasi yang salah, Dia memberitakan Firman kepada mereka. Jadi di sini saya pikir masalah terbesar bukan motivasi, karena di antara kita siapa sih yang datang ke gereja dengan motivasi sungguh-sungguh bersih mau mencari Tuhan?? Alkitab mengatakan tidak ada satu orang pun yang mencari Tuhan. Hanya Tuhan yang ada motivasi bersih mencari manusia; manusia tidak ada yang memiliki motivasi bersih untuk mencari Tuhan. Bahkan kalau kita ke gereja dengan motivasi mau belajar pun, motivasi itu masih berlapis-lapis, misalnya ada motivasi mau cari pasangan, atau supaya hidup kita lebih damai, dan seterusnya. Motivasi kita tidak bersih-bersih banget. Saya di sini pastinya bukan mau kita melakukan hal-hal yang meng-induce orang untuk salah motivasi atau dengan sengaja “menipu”; bukan itu. Tetapi di sini kita melihat Yesus menghadapi orang-orang yang datang kepada-Nya dengan motivasi salah, lalu apa yang Dia lakukan? Yesus memberitakan Firman kepada mereka. Salah satu kekuatan di Gereja Reformed adalah pengajarannya sangat kuat, jadi kita seharusnya tidak usah terlalu takut ketika orang dengan motivasi yang salah datang ke gereja; mengapa? Karena kita bisa mendidik mereka di dalam gereja; ketika mereka datang, kita bisa bicara memperkenalkan kebenaran kepada mereka, sama seperti yang Yesus lakukan –Yesus memberitakan Firman kepada mereka.
Setelah Yesus memberitakan Firman, di ayat selanjutnya (3-4) tertulis: Ada orang-orang datang membawa kepada-Nya seorang lumpuh, digotong oleh empat orang. Tetapi mereka tidak dapat membawanya kepada-Nya karena orang banyak itu, lalu mereka membuka atap yang di atas-Nya; sesudah terbuka mereka menurunkan tilam, tempat orang lumpuh itu terbaring. Bagian ini sangat menarik, karena kalau kita melihat cerita paralelnya di Matius dan Lukas, di situ ceritanya pendek sekali. Matius cuma menulis bahwa ada orang datang, mereka membawa orang lumpuh ini kepada Yesus, selesai. Di Lukas cuma tertulis bahwa ada orang datang, mereka naik lalu menurunkan orang lumpuh ini ke hadapan Yesus, selesai. Sedangkan di Markus diceritakan bahwa ada orang datang, mereka menggotong orang lumpuh ini, membawanya ke atas karena sempit, selanjutnya kalimat ‘sesudah terbuka’ di ayat ini dalam bahasa Inggrisnya bukan tiba-tiba lubangnya terbuka melainkan mereka membuat lubang (dig a hole), lalu menurunkan orang ini ke hadapan Yesus. Markus sengaja menulis begitu banyak hal yang dilakukan keempat orang ini. Markus bukan cuma menceritakan mereka datang, membawa orang lumpuh ini, lalu selesai; melainkan bagaimana mereka datang, lalu memanjat, lalu menggali lubang, dan setelah menggali lalu mereka menurunkan orang lumpuh ini. Inilah keunikan Markus dalam cerita ini, dan ini penting. Mengapa? Karena selanjutnya di ayat 5 tertulis: Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: "Hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni! " Yesus melihat iman mereka, dan Yesus bilang kepada orang lumpuh ini: “dosamu diampuni” –ini ‘kan aneh, bahwa Yesus melihat kelakuan mereka (4 orang ini) dan dosa orang lumpuh ini diampuni.
Kita pasti sangat setuju, bahwa orang selamat adalah merupakan tanggung jawab dirinya pribadi, bahwa setiap orang harus dirinya sendiri yang bertobat, diri mereka sendiri yang harus percaya, diri mereka sendiri yang harus menerima. Kita setuju hal ini, dan memang tidak ada masalah; tetapi kita tidak bisa menyangkali juga bahwa dalam cerita ini relasinya dekat sekali, antara Yesus melihat 4 orang ini, dengan orang yang lumpuh tersebut dosanya diampuni. Banyak komentator mengatakan bahwa kalimat ‘iman mereka’ di ayat tersebut maksudnya adalah iman kelima orang tersebut (4 orang ditambah orang yang lumpuh), bahwa lima-limanya percaya bahwa Yesus bisa menyembuhkan, oleh sebab itu ketika Yesus mengampuni dosa orang yang lumpuh, itu normal, karena bukan cuma 4 orang melainkan kelimanya percaya bahwa Yesus bisa mengampuni orang lumpuh ini. Tetapi kalau kita baca secara sederhana, yang dimaksud dengan ‘mereka’ di ayat 3-4 adalah keempat orang itu; mereka yang menggotong, mereka yang membawa, mereka yang menggali, mereka yang menurunkan, dan Yesus melihat iman mereka. Yesus lihat iman mereka, dan dosa orang lumpuh ini diampuni. Di sini kita harus bisa menerima bahwa relasinya sangat dekat antara apa yang dilakukan oleh 4 orang ini –iman 4 orang ini—dan dampaknya terhadap si orang lumpuh. Iman mereka membuat Yesus berkata kepada orang lumpuh itu “dosamu diampuni”.
Jadi, iman apa yang Yesus lihat ketika dikatakan ‘Yesus melihat iman mereka’ di bagian ini? Mungkin kita mengatakan “O, itu iman yang percaya bahwa Yesus bisa melakukan mujizat, iman percaya kepada Yesus bahwa Dia berkuasa”, tetapi iman yang demikian adalah iman yang dimiliki semua orang. Semua orang yang hari itu datang kepada Yesus, percaya bahwa Yesus bisa melakukan mujizat. Baik orang yang motivasinya bersih maupun tidak bersih, semuanya sudah mendengar bahwa Yesus menyembuhkan orang yang sakit kusta, Yesus mengusir roh jahat. Mereka datang kepada Yesus, mereka percaya Yesus itu ada kuasanya. Jadi di sini yang Yesus lihat bukan iman percaya bahwa Yesus berkuasa, yang Yesus lihat bukan iman sedemikian. Kalau begitu, iman apa yang Yesus lihat? Iman yang Yesus lihat adalah iman yang dinyatakan di ayat 3 dan 4, iman yang mau bersama-sama menyangkal diri, iman yang mau bersama-sama bekerja, iman yang mau bersama-sama melakukan pekerjaan yang sulit ini, iman yang mau bersama-sama menerobos kesulitan ini. Yesus melihat ini. Yesus melihat bagaimana solidaritas mereka begitu tinggi, mereka satu hati bersama-sama bekerja, saling mendukung. Yesus melihat iman seperti ini; dan Yesus bilang kepada orang yang lumpuh “dosamu sudah diampuni”.
Tafsiran seperti ini sangat cocok dengan profil Injil Markus. Di dalam Markus, keselamatan bukan dinyatakan seperti Paulus yang lekat dengan “justification by faith alone”, dibenarkan oleh iman bukan oleh Taurat, dst. Di dalam Injil Markus keselamatan adalah mereka yang memikul salib, mengikut Yesus sampai Golgota. Itu sebabnya struktur Injil Markus seperti satu perjalanan; perjalanan di Galilea, selesai, lalu masuk ke perjalanan Golgota –perjalanan salib. Orang yang selamat adalah orang yang terus mengikut Yesus sampai akhir. Sampai ke mana? Sampai ke Golgota. Itu termasuk menyangkal diri dan memikul salib; itulah keselamatan dalam Injil Markus. Kita juga ingat kisah di pasal 5 waktu Yesus dalam perjalanan mau menyembuhkan anak Yairus, ada seorang perempuan yang sudah perndarahan berpuluh-puluh tahun datang berlutut dan bilang ‘kalau saya bisa pegang jubah-Nya, saya pasti sembuh’; dan ketika hal itu terjadi, apa yang Yesus lakukan? Yesus bilang kepada perempuan ini “imanmu sudah menyembuhkan kamu”. Iman seperti apa maksudnya? Bukan sekedar iman percaya Yesus berkuasa, tapi iman yang dinyatakan dengan kerendahan hatinya. Dia berlutut sedemikian, dia percaya meski ujung jubah-Nya pun dia sentuh, dirinya langsung sembuh. Ini iman kerendahan hati.
Jadi di bagian yang kita baca ini, iman mereka yang Yesus lihat maksudnya iman apa? Iman solidaritas. Iman yang mau bersama-sama bersatu, dan sama-sama menerobos kesulitan. Itulah yang Yesus lihat. Kita lihat di sini, bahwa Tuhan sangat meninggikan solidaritas. Tuhan begitu senang ketika anak-anak-Nya bersatu. Ketika Yesus melihat mereka (4 orang ini), dosa orang yang lumpuh tadi diampuni. Tetapi seringkali kita melihat di gereja orang berbeda pendapat (beda pendapat adalah hal yang normal sekali) sampai berantem, sampai saling benci, sampai tidak mau ketemu. Mengapa bisa sampai begitu? Mengapa orang bisa marah di gereja di dalam rapat atau diskusi dengan sesama jemaat? Apakah karena mereka sungguh-sungguh concern terhadap kemuliaan Tuhan? Apakah mereka sungguh-sungguh berjuang demi kebenaran Tuhan? Seringkali tidak juga. Seringkali orang berantem, ujung-ujungnya karena ego, karena harga diri, ‘saya tidak mau harga diri saya diinjak; ketika ide saya ditolak, seolah-olah harga diri saya ditolak; ketika saya ngotot harus begini, itu bukan gara-gara cara tersebut yang paling Alkitabiah tapi gara-gara mau menyatakan saya hebat atau saya paling benar’. Seringkali di gereja kita begitu, sampai-sampai kita lupa bahwa Tuhan mau kita saling mengasihi. Kita lupa bahwa Tuhan mau kita bisa bersatu, bersama-sama mengerjakan sesuatu. Ketika kita sedang berelasi –dalam rapat atau lainnya—walaupun kita bisa benar, walaupun keputusan kita bisa betul, tapi kalau kita ngotot sampai kita kehilangan saudara dan saling benci, apa gunanya? Kita harusnya kembali ke cerita di pasal ini, bagaimana Yesus begitu menghargai 4 orang ini yang bisa bersatu hati bekerja; dan gara-gara Yesus melihat mereka ini, Dia bilang kepada yang lumpuh, “dosamu diampuni”.
Dalam konteks ini, kita juga bisa aplikasikan dalam kepanitiaan. Kalau dalam cerita ini, panitia seakan-akan adalah 4 orang teman yang menggotong, lalu orang yang lumpuh adalah peserta-peserta yaitu orang yang belum mengenal Kristus. Dan dari cerita ini, kita tahu bahwa Tuhan melihat apa yang dilakukan oleh panitia, apakah kita sungguh-sungguh satu hati, apakah kita sungguh-sungguh berdoa bersama-sama. Kalau kita sebagai panitia, kita harus sungguh-sungguh percaya bahwa ketika kita doa bersama-sama, berjuang bersama-sama untuk satu event karena kita bersama-sama concern terhadap orang-orang yang jadi peserta, itu ada dampaknya –sama seperti 4 orang yang menggotong dan akhirnya Tuhan lihat, Tuhan memberkati. Solidaritas dalam panitia penting sekali. Iman yang harus kita miliki adalah iman yang seperti demikian; iman yang saling berkorban, iman yang mau saling mendukung, dan bukannya kalau saya bidang urusan traffic dalam panitia lalu cuma mau urus traffic, kalau konsumsi cuma mau urus konsumsi, kalau perlengkapan cuma mau urus perlengkapan, kalau bidang acara cuma mau urus acara, lalu masing-masing kerja seperti robot. Bukan begitu harusnya, melainkan benar-benar bisa bekerja sama untuk satu hal.
Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: "Hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni!" (ayat 5). Selanjutnya ayat 6-7: Tetapi di situ ada juga duduk beberapa ahli Taurat, mereka berpikir dalam hatinya: "Mengapa orang ini berkata begitu? Ia menghujat Allah. Siapa yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah sendiri?” Banyak komentator mengatakan bahwa kalimat di ayat 5 ini, "Hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni!" dinyatakan secara pasif, bukan aktif. Kalau aktif, artinya yang mengatakan itu sendiri yang mengampuni; sedangkan kalau pasif, artinya yang mengatakan itu mewakili Tuhan untuk mengampuni dan ini tetap pekerjaan Tuhan.
Dalam bahasa aslinya, kalimat yang Yesus katakan itu pasif; Yesus bukan bilang “Saya ampuni kamu” melainkan bahwa pengampunan itu tetap pekerjaan Tuhan. Itu sebabnya di pasal 7, ahli-ahli Taurat itu marah tapi mereka tidak bisa membunuh Yesus, padahal di Perjanjian Lama kita tahu bahwa orang yang mengaku dirinya Tuhan, pasti dihukum mati karena Hukum pertama mengatakan “hanya ada satu TUHAN”. Di sini mereka tidak bisa ambil batu lalu membunuh Yesus tapi mereka marah, mengapa? Karena mereka melihat cara Yesus bicara itu seperti memiliki otoritas sebagai Tuhan; Yesus bicara secara direct kepada orang lumpuh ini seolah-olah Dia memiliki otoritas seperti Tuhan untuk mengampuni. Memang mereka marah, tapi mereka tidak bisa ambil batu melempari Yesus. Di sini kita melihat bahwa cara Yesus bicara sedkit ambigu; walaupun Dia bicara secara langsung, walaupun Dia bicara seolah-olah memiliki otoritas untuk mengampuni, Dia bicara dalam kalimat pasif itu. Mengapa begitu ambigu? Kalau kita baca selanjutnya, kita akan melihat nantinya Yesus menyatakan bahwa Anak Manusia adalah Orang yang bisa memiliki otoritas untuk mengampuni dosa: bukan cuma Allah Bapa, Anak Manusia juga berkuasa untuk mengampuni dosa. Siapakah Anak Manusia? Yesus. Yesus mau menyatakan bahwa bukan cuma Tuhan yang bisa mengampuni dosa, Anak Manusia juga berkuasa untuk mengampuni dosa.
Di ayat 8 Yesus melihat mereka, dan di situ tertulis: Tetapi Yesus segera mengetahui dalam hati-Nya. Kita tahu bahwa di Perjanjian Lama, yang mengetahui isi hati manusia hanya Tuhan; manusia tidak bisa. Jadi dalam kalimat ini Markus seakan memberi kita hint bahwa Yesus adalah Tuhan.
Selanjutnya dikatakan: Ia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu berpikir begitu dalam hatimu? Manakah lebih mudah, mengatakan kepada orang lumpuh ini: Dosamu sudah diampuni, atau mengatakan: Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalan?” (ayat 8-9). Tadi mereka marah, Dan di sini Yesus bertanya balik kepada mereka. Pertanyaan-Nya, mana yang lebih susah, apakah mengampuni atau melakukan mujizat. Sebetulnya dua-duanya benar. Kalau dari pandangan ahli Taurat (dari sisi manusia), yang lebih susah tentu membuat mujizat, karena orang-orang Israel ini sudah pernah mendengar kalimat pengampunan dosa di Bait Allah setelah mereka mempersembahkan apa yang harus mereka lakukan, lalu imam bicara mewakili Tuhan bahwa dosamu sudah diampuni. Lagipula, dosa tidak bisa dibuktikan; bagaimana membuktikan dosa diampuni?? Jadi yang lebih sulit bagi ahli-ahli Taurat tentu saja mujizat, karena dalam hal mujizat, kalau dikatakan: “Berdiri!”, orang itu harus bisa berdiri, buktinya harus nyata di depan mata. Sedangkan dari pandangan teologi sistematika, kita tahu yang lebih sulit adalah pengampunan dosa, karena untuk dosa kita diampuni, Yesus harus inkarnasi, Yesus harus sengsara, Yesus harus pikul salib, Yesus harus dipakukan, Yesus harus mati. Dalam teologi sistematika, yang lebih sulit bukan mujizat; kalau Tuhan mau melakukan mujizat, Dia berkata “Jadilah terang!”, terang itu langsung ada. Tetapi untuk Tuhan mengampuni manusia, Anak-Nya harus turun ke bumi ini dan mati menanggung dosa-dosa kita.
Jadi, kita bisa melihat bahwa yang lebih sulit adalah pengampunan dosa. Itu sebabnya selanjutnya Yesus berkata kepada mereka: “Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa" –seakan-akan Dia berkata kepada orang-orang Farisi ini ‘Kamu kira pengampunan dosa lebih gampang?? Kamu kira pengampunan dosa cuma masalah mempersembahkan korban di Bait Allah?? Kamu kira mujizat lebih sulit?? Saya katakan kepada kamu, sesungguhnya yang lebih susah bukan mujizat, yang lebih susah adalah pengampunan. Mengapa? Karena untuk mengampuni kamu, Aku harus datang. Untuk mengampuni kamu, Aku harus memikul dosamu. Untuk mengampuni kamu, Aku harus mati menebus dosa-dosamu’.
Di sini kita melihat bahwa dalam gereja juga bisa ada mujizat, dalam gereja bisa ada kesuksesan, tapi bukan berarti gereja bisa ada pengampunan; mengapa? Karena untuk Yesus, yang lebih susah adalah pengampunan. Orang Kristen bisa ada mujizat, orang Kristen bisa ada prestasi, tapi tidak tentu orang Kristen ada pengampunan, karena pengampunan adalah hal yang lebih tinggi, yang lebih sulit. Gereja yang bertumbuh adalah gereja yang bertumbuh dalam pengampunan, bukan yang bertumbuh dalam mujizat, karena untuk Yesus itu hal yang gampang, sedangkan yang lebih sulit pengampunan.
Kita juga lihat di sini Yesus menggunakan argumen “dari gampang ke susah”. Itulah sebabnya Yesus melakukan pengampunan dosa lebih dulu baru mujizat; Yesus mau menyatakan ‘kalau Saya bisa melakukan yang lebih sulit, tentu Saya bisa melakukan yang lebih gampang’. Untuk Yesus, ‘kalau Saya bisa mengampuni dosa kamu, saya bisa menyembuhkan kamu’. Tetapi orang Farisi berbeda; bagi mereka ‘kalau Kamu bisa sembuhkan dia, berarti dia sudah diampuni oleh Tuhan’. Mereka mencari tanda sebagai satu konfirmasi, kalau orang ini sembuh, berarti orang ini langsung diterima oleh Tuhan. Yesus membalikkan, ‘Saya ampuni kamu, dan karena Saya bisa mengampuni kamu, Saya juga bisa menyembuhkan kamu’. Itulah juga sebabnya Paulus mengatakan: “Orang Yahudi mencari tanda, orang Yunani mencari hikmat, tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan”. Sebagai orang Kristen kita tidak usah terlalu kuatir dengan kebangkitan tubuh, karena pekerjaan yang paling sulit, yaitu pengampunan dosa, sudah digenapi. Kalau pengampunan dosa sudah digenapi, kebangkitan tubuh itu “otomatis”; yang sulit sudah selesai, apalagi yang lebih gampang.
Setelah itu, berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu–: "Kepadamu Kukatakan, bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!" Dan orang itupun bangun, segera mengangkat tempat tidurnya dan pergi ke luar di hadapan orang-orang itu, sehingga mereka semua takjub lalu memuliakan Allah, katanya: "Yang begini belum pernah kita lihat" (ayat 11-12). Yesus sudah mengampuni dia dan sekarang menyembuhkan dia. Setelah orang-orang itu melihat Yesus, mereka memuliakan Allah. Di sini Markus tidak mengatakan “mereka memuliakan Yesus” melainkan “mereka memuliakan Allah”.
Mereka memuliakan Allah, itu pastinya tidak salah; apalagi Yesus bilang ‘dosamu sudah diampuni’ –kalimat pasif– menegaskan bahwa pengampunan adalah pekerjaan Tuhan. Hanya saja, fakta Yesus menyembuhkan orang sakit kusta, fakta Yesus menyembuhkan orang lumpuh ini, fakta Yesus mengampuni orang ini, seharusnya membuat mereka bisa melihat bahwa yang dihadapan mereka itu bukan sekedar manusia biasa melainkan Mesias; lagipula mereka juga mengatakan “yang begini belum pernah kami lihat”. Mereka tidak pernah melihat hal seperti ini, tapi mereka tidak bisa sadar bahwa Yesus itu Mesias. Dari sini kita bisa melihat –sesuai dengan profil Injil Markus– bahwa kita tidak bisa mengenal Yesus melalui kemuliaan-Nya. Kita tidak bisa mengenal Yesus melalui kesuksesan-Nya. Kita tidak bisa mengenal Yesus melalui betapa besar gerejanya. Kita tidak bisa mengenal Yesus dari berapa banyak orang datang kepada Yesus. Kita tidak bisa mengenal Yesus dari mujizat-mujizat-Nya. Kita hanya bisa mengenal Yesus melalui salib. Setelah Yesus mati disalibkan, baru kita sungguh-sungguh sadar Dialah Mesias. Yesus ini berdiri di hadapan mereka menyatakan segala hal ini, melakukan mujizat, mengusir roh jahat, dan mereka memuliakan Allah; itu pasti baik, tapi mereka tidak melihat bahwa Yesus ini Mesias. Mereka tidak sadar.
Markus mengajarkan kepada kita, bahwa Yesus hanya bisa dikenali oleh salib-Nya. Mujizat Yesus tanpa salib, tidak ada artinya. Mujizat Yesus tanpa salib, hanya bisa mengundang orang-orang yang melawan Dia, yang salah mengerti Dia, yang tidak sungguh-sungguh mengenal dan menerima Dia.
Kiranya Firman hari ini memberkati kita.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (MS)
Gereja Reformed Injili Indonesia Kelapa Gading