Ini adalah bagian kedua dari buku Lukas.
Pasal 1-12 bercerita mengenai bagaimana murid-murid Yesus menggenapi perintah Yesus dalam Matius 28; sebelum Yesus terangkat ke surga, Dia berpesan: “Pergilah, jadikanlah segala bangsa murid-Ku, baptislah mereka, ajarlah mereka.” Yang di katakan ‘pergilah’ adalah ke tempat di mana Tuhan menyertai mereka; di mana? Jawabannya: mulai dari Yudea, Samaria, sampai ke ujung bumi; dengan kata lain: ke seluruh dunia. Pasal 1-12 ini menceritakan bagaimana murid-murid Yesus itu menjadi saksi datangnya Kerajaan Allah, mulai dari Yudea sampai Samaria. Lalu mulai dari pasal 13 ini, masuk ke babak kedua, mengenai bagaimana kesaksian mengenai Kerajaan Allah ini dikerjakan di ujung-ujung bumi, oleh orang-orang yang bukan lagi kedua belas rasul, sehingga boleh dikatakan ini sudah masuk ke gelombang kedua.
Sementara dalam pasal 1-12 misi Kerajaan Allah kebanyakan diemban oleh Gereja Yerusalem, pasal 13 dan seterusnya misi tersebut diemban khususnya oleh Gereja Antiokhia. Antiokhia adalah second base, yang merupakan base utama launching Kerajaan Allah ke seluruh dunia –ke ujung-ujung bumi. Tokohnya, sebagaimana Lukas jabarkan dari ayat 1-4, adalah nabi-nabi dan guru-guru, dan juga seorang rasul yaitu Paulus; sedangkan dalam pasal 1-12 kita melihat tokohnya adalah penatua-penatua, diaken-diaken, dan rasul-rasul.
Kita melihat di bagian ini nama-nama mereka. Disebutkan di sini Simeon, orang Niger, maka kita langsung tahu bahwa mungkin gambaran kita soal Gereja ada yang kurang tepat, karena kalau kita bikin ilustrasinya, kebanyakan warna kulitnya putih, atau paling banter coklat, sedangkan Simeon dari Niger ini sepertinya kulitnya hitam sebagaimana namanya. Jadi, Gereja sudah berwarna-warni dan dari berbagai latar belakang, sudah internasional, sudah multi-kultural, sebelum istilah zaman woke populer.
Lalu ada juga Lukius dari Kirene. Kirene adalah ibukota Libya, tempat asal Simon yang menolong Yesus memanggul salib-Nya (Simon dari Kirene). Ini daerah pinggiran, bukan Yerusalem pastinya, namun berperan dalam Kerajaan Allah. Dan, dalam pasal 11:20, kita melihat kota Kirene ini rupanya kota yang penting, karena Gereja Antiokhia sendiri bisa berdiri berhubung ada misi dari kota Kirene (pasal 11:20, Tetapi di antara mereka ada beberapa orang Siprus dan orang Kirene yang tiba di Antiokhia dan berkata-kata juga kepada orang-orang berbahasa Yunani dan memberitakan tentang Tuhan Yesus).
Pulau Siprus adalah pulau yang juga dikunjungi oleh utusan Injil dari Gereja Antiokhia, yaitu oleh Barnabas dan Saulus. Ini pulau pertama yang mereka kunjungi. Di sana mereka mengunjungi berbelas-belas, bahkan mungkin berpuluh-puluh sinagoge-sinagoge, di seluruh Pulau Siprus dari pantai Timur sampai pantai Barat, mulai dari kota Salamis sampai kota Pafos, 125 km kira-kira jauhnya.
Ketika mereka sedang beribadah pada suatu hari Minggu –yaitu hari pertama, karena biasanya orang Kristen beribadah pada hari pertama–mereka sedang menyelenggarakan leitourgein (dari kata ini muncul istilah liturgi, artinya tata ibadah), Roh kemudian menyatakan kepada mereka bahwa Dia mengutus Barnabas dan Saulus untuk pergi. Kita melihat di bagian ini, bahwa setelah mereka mendengar Roh berkata kepada mereka, mereka tidak langsung pergi. Kita tidak melihat bahwa prosesnya misalnya seperti ini: suatu hari berkatalah Roh kepada Barnabas, berkatalah Roh kepada Saulus, lalu besok paginya pada saat ibadah, Saulus angkat tangan sambil menarik Barnabas, lalu mereka mengatakan: “Saya ada pesan dari Tuhan, saya disuruh pergi ke Siprus, kalian harus membiayai/mengutus kami”. Tidak seperti itu, melainkan Tuhan mengatakan untuk mengkhususkan Barnabas dan Saulus bukan kepada Barnabas dan Saulus sendiri, tapi kemungkinan kepada orang-orang di gereja, yang tidak disebutkan namanya. Dan, orang-orang ini juga tidak langsung take action, tapi berpuasa dan berdoa, mereka refleksi. Jadi mereka bukan kejar target, ‘wah, kalau kita menunda satu hari, bayangkan dalam satu hari itu di Siprus berapa orang yang mati dan masuk neraka karena tidak dengar Injil’; mereka tidak kejar target seperti itu. Mereka berpuasa dulu, berdoa dulu, baru kemudian meletakkan tangan atas kedua orang itu –dengan tidak terburu-buru, seperti belakangan juga dikatakan oleh Paulus, “Jangan terburu-buru menumpangkan tanganmu” –dan mereka membiarkan Saulus dan Barnabas pergi (mengutus mereka). Selanjutnya dikatakan, karena disuruh Roh, Barnabas dan Saulus berangkat ke Seleukia; Seleukia ini adalah suatu pelabuhan, jadi dalam hal ini mungkin mirip seperti kalau kita bilang ‘lalu berangkatlah mereka ke Tanjung Priok’, atau Tanjung Mas, atau Tanjung Perak. Dari Seleukia, mereka berangkat dengan kapal, langsung ke Pulau Siprus, dan tiba di Salamis.
Dari sini, kita bisa coba menyimpulkan atau menarik aplikasi tentang bagaimana Roh memimpin Gereja, yaitu bukan dengan membisikkan kepada satu dua orang doang lalu kita musti percaya pada satu dua orang tersebut karena dialah yang katanya dibisiki oleh Tuhan, melainkan bahwa Roh itu berbicara kepada banyak pihak. Ini seperti juga cerita-cerita mengenai inkarnasi Yesus, malaikat menampakkan diri bukan hanya kepada istri Zakharia, tapi juga kepada Zakharia, Maria, dan Yusuf. Jadi ada cross-check; mereka di-encourage untuk cross-check karena Tuhan menyatakan diri kepada manusia bukan dengan cara per individu melainkan per umat. Orang-orang Yahudi dalam pandangan mereka soal wahyu juga seperti itu, bahwa Tuhan menyatakan diri kepada suatu umat, di hadapan publik. Dalam hal ini, jadi agak redundant kalau kita mengatakan ‘public theology’, karena sejak reveal-nya pun sudah di-reveal di hadapan semua orang. Yesus juga bangkit di hadapan semua orang, matinya pun di hadapan semua orang; ini peristiwa publik. Gereja juga munculnya di hadapan semua orang, di hadapan bukan hanya kawan-kawan sendiri, bukan hanya inner circle, bukan hanya orang dalam yang mau percaya, melainkan di hadapan semua orang. Jadi, it is no secret di sini, open access. Gereja seharusnya open society, Injil seharusnya open knowledge, open source, tidak ada yang disembunyikan. Gnostisisme barangkali menyembunyikan banyak hal, lalu pengetahuan rahasia tersebut dibocorkan sedikit demi sedikit for subscribers only –semacam itu– tapi Gereja tidak seperti itu, kepemimpinannya pun tidak seperti itu. Ini bukan beberapa orang mengetahui rahasia dari Tuhan, dan tak bisa dibantah kata-katanya dan direksinya, lalu mereka/orang itu menyatakan kepada Gereja, yang tinggal mengeksekusinya sebagai kaki tangan saja. Tidak seperti itu, melainkan Tuhan menyatakan kepada orang-orang di Gereja Antiokhia (jemaat), Dia juga memanggil Barnabas dan Saulus, dan kemudian ketika semuanya ketemu maka Barnabas dan Saulus diutus pergi.
Ketika mereka memutuskan untuk berangkatnya dari Seleukia lalu berlayarnya ke Siprus, dst., Van den Brink mengatakan kita juga bisa deduce bahwa ini bukan cuma Tuhan secara eksklusif –tanpa memakai natural courses atau natural reasons— menyatakan kepada Barnabas dan Saulus. Hal ini berhubung kita tahu dari Kis. 4:36 bahwa Barnabas adalah orang Siprus, Gereja Antiokhia juga berdiri karena misinya orang-orang Siprus. Ini semua membuat kita menyadari bahwa Barnabas just pulang kampung, dia di sana punya network, dia tahu bahasanya, dia tahu jargon-jargon dan banyolan-banyolannya, dsb. –dia tahu bagaimana bisa masuk kepada mereka. Bukan cuma Barnabas, jemaat Antiokhia juga punya relasi; dan tentu saja dalam sejarah dunia ini memang ada rute pelayaran dari Antiokhia ke Siprus. Bayangkan kalau tidak ada rute pelayaran, Barnabas dan Saulus jadi harus bikin rakit/kapal sendiri, menggalang dana untuk beli kapal, dst. yang tentunya sangat menyulitkan. Jadi memang ada rutenya, memang Barnabas just pulang kampung, dan jemaat Antiokhia sendiri salah satunya adalah kontribusi dari orang Siprus. Dengan demikian ‘dipimpin Roh’ itu bukan kayak out of the blue, dengar kode morse dari surga lalu tinggal dijalankan, semacam sesuatu yang aneh dan tidak ada konteksnya.
Sekarang kita masuk ke ayat 5-12. Rute perjalanan mereka adalah dari Timur sampai ke Barat, dari Salamis sampai ke Pafos. Tapi sebelum sampai ke Pafos, di sini Lukas tidak mencatat terlalu banyak peristiwa; kenapa? Dari Salamis sampai ke Pafos jauhnya 125 km, boleh dikatakan melintasi seluruh pulau itu, namun hampir tidak ada peristiwa apapun yang dicatat selain ini: Mereka memberitakan firman Allah di dalam rumah-rumah ibadat orang Yahudi. Yohanes menyertai mereka sebagai pembantu mereka. Selain itu, tidak dicatat kejadian apa-apa. Jadi apa yang terjadi di rumah-rumah ibadat orang Yahudi yang jumlahnya banyak itu? Kalau sejarawan tidak mencatat, biasanya memang tidak terjadi apa-apa sih, yang terjadi hanya hal-hal yang membosankanlah. Mereka datang, mereka memberitakan, lalu ya sudah, itu saja. Mereka mungkin ditolak, mungkin dicuekin, atau mereka tidak mendapat tanggapan, jadi ya, sudah, mereka pindah, pindah, dan pindah lagi, seperti tidak ada event apa-apa.
Mereka lalu sampai di Pafos; dan di situ mulai muncul peristiwa yang menarik. Mereka bertemu dengan orang Yahudi bernama Baryesus, guru spiritual dari gubernur seluruh pulau itu, Gubernur Sergius Paulus, yang secara khusus Lukas –dan saya kira seluruh Alkitab– menempelkan label yang unik atasnya, yaitu Gubernur Sergius Paulus dikatakan seorang yang cerdas. Saya tidak pernah menemukan dari 66 buku Alkitab disebutkan misalnya ‘Daud, seorang yang cerdas’, atau ‘Samuel, seorang yang cerdas’, atau ‘Abraham, seorang yang cerdas’; bisa jadi saya salah baca atau mencarinya tidak tuntas, tapi sepertinya ‘cerdas’ ini istilah yang asing. Kenapa Lukas menempelkan hal ini, ‘Sergius Paulus, orang yang cerdas’ ? Kemungkinan untuk mengkontraskan dengan kenyataan bahwa dia memanggil seorang Yahudi yang bernama Baryesus ini, seorang nabi palsu/tukang sihir, untuk menjadi penasehat spiritualnya, kawannya; dan orang tersebut menghalang-halangi Paulus –atau Saulus, demikian nama Ibraninya yang lebih banyak disebut sampai di sini– dan Barnabas memberitakan firman kepadanya.
Elimas ini, nama Yunaninya Baryesus; seperti juga Paulus adalah nama Yunaninya Saulus dari Tarsus, bukan perubahan nama seperti yang kita kadang-kadang dengar bahwa Saulus ganti nama jadi Paulus setelah bertobat, juga bahwa nama Paulus artinya kecil, sedangkan Saulus nama raja, dst. Jadi praktik umum pada waktu itu adalah memiliki dua nama. Ini kayak kalau kita punya kawan, waktu di Amerika dipanggilnya Andrew, padahal setahu kita dia namanya Cecep, tapi di Amerika memang agak susah melafalkan ‘Cecep’ maka jadilah Cecep alias Andrew. Demikianlah ‘Paulus’ dan juga ‘Elimas’ adalah nama yang lebih gampang disebut oleh komunitas orang-orang bukan Ibrani.
Elimas, si nabi palsu/tukang sihir itu menghalang-halangi mereka, dengan berusaha membelokkan sang gubernur dari imannya, mungkin dengan meng-counter ajaran Paulus/Barnabas, mengatakan yang mereka ajarkan itu keliru, inferior, dst. Kemudian Saulus, penuh dengan Roh Kudus, mengkonfrontasi Elimas. Ini momen yang penting, karena sejak momen ini tidak lagi disebutkan ‘Barnabas dan Saulus’, tapi mulai ayat 13 disebutkan ‘Paulus dan kawan-kawan’. Saulus yang penuh dengan Roh Kudus, menatap dia, dan berkata: “Hai anak Iblis, engkau penuh dengan berbagai tipu muslihat dan kejahatan, engkau musuh kebenaran, … “ dst.; kemudian yang terjadi adalah Elimas tidak bisa melihat, Sergius Paulus menjadi percaya, dia menjadi takjub oleh ajaran Tuhan.
Kita tidak tahu, apakah jika Elimas tidak berusaha menghalang-halangi si gubernur dari mendengar Injil, si gubernur akan percaya pada Injil. Tapi, karena Elimas menghalang-halangi, sehingga Saulus menegur Elimas, maka banyak hal terjadi yang dipakai oleh Tuhan, yaitu memastikan si gubernur melihat satu tanda bahwa orang yang berusaha membelokkan jalan yang lurus itu menjadi buta –nasib yang sama yang dialami Saulus dari Tarsus ketika dia berusaha membelokkan jalan yang lurus itu, menentang datangnya Kerajaan Allah. Elimas sekarang menjadi buta seperti Saulus. Buta di sini bukan selamanya, bukan kayak Tuhan datang balas dendam menghancurkan manusia yang tidak mau ikut Dia –karena hari penghakiman masih nanti di akhir, belum sekarang. Ini buta yang hanya sementara saja. Seperti Saulus dari Tarsus ketika itu butanya hanya sementara, demikian juga ketika Saulus dari Tarsus ini menegur Elimas, Elimas juga butanya hanya sementara. Namun itu cukup untuk membuat si gubernur langsung jadi yakin akan ajaran Tuhan. Saya kira ini adalah momen di mana kejahatan anak-anak manusia dipakai Tuhan untuk melancarkan jalan datangnya Kerajaan Allah.
Paulus dan kawan-kawan lalu meninggalkan Pafos, mereka tiba di Perga di Pamfilia, sudah bukan di Siprus lagi, artinya mereka meninggalkan pulau itu. Yohanes juga meninggalkan mereka, dia kembali ke Yerusalem; dan ini di kemudian hari jadi satu bibit pertengkaran antara Paulus dan Barnabas, sehingga mereka pun pecah jalan –walaupun nantinya baikan lagi.
Dari Perga mereka melanjutkan perjalanan mereka, lalu tiba di Antiokhia di Pisidia. Lalu pada suatu hari Sabat, terjadi insiden besar. Pada hari Sabat itu mereka pergi ke rumah ibadat orang Yahudi, dan di sinagoge itu mereka dikenali sebagai orang asing. Memang kalau orang asing datang ke sinagoge, mereka pasti akan ditanya, kamu siapa, dari mana, ada keperluan apa di kota ini, dan juga apa jabatan kamu. Kemungkinan Paulus memperkenalkan diri sebagai orang Farisi, sebagai orang yang mengerti Taurat, sehingga mereka kemudian mengatakan, “Jika di antara kamu ada pesan untuk menguatkan umat ini, sampaikan saja”. Paulus lalu bangkit (ini menarik, bahwa bukan Barnabas yang bangkit melainkan Paulus), memberi isyarat dengan tangannya, dan mulai berkhotbah di tengah-tengah audience orang-orang Yahudi.
Kalau Paulus berkhotbah, kira-kira dia berkhotbah apa? Beberapa orang mungkin tergoda untuk mengatakan, kalau khotbah KKR ‘kan cuma punya waktu sedikit, jadi fokus saja ‘Yesus mati, Yesus bangkit’, selesai. Tapi yang dikabarkan oleh Saulus di sini –sama juga dengan yang dikabarkan Petrus– tidak sependek itu, dia tidak gunting berita Injil dengan hanya mengkhotbahkan surat Paulus. Kita mungkin suka menggunting berita Injil, hanya mengkhotbahkan surat Paulus, itu pun hanya bagian tertentu, namun tidak demikian Paulus. Dia mulai dari Perjanjian Lama, dari Taurat, dari kitab Keluaran. Dia addressing dua audience di antara para pendengarnya, yaitu yang pertama adalah orang Israel asli, maka dia bilang, “Hai, orang-orang Israel …”, dan audience yang kedua adalah simpatisan agama Israel, “Hai kamu yang takut akan Allah …”.
Orang-orang yang takut akan Allah ini contohnya Kornelius. Dia orang Romawi, tapi datang ke sinagoge orang Yahudi. Dia terbuka terhadap agama Yahudi, dia berharap akan datangnya mesias –atau ratu adil, kalau versi orang Jawa. Dia terbuka akan datangnya juruselamat dunia, yang bukan Oktavianus Agustus, berhubung mereka sudah kenyanglah dengan propaganda politik bahwa Oktavianus Agustus adalah juruselamat dunia karena bapaknya, Julius Caesar, sudah mengalami teosis, diangkat jadi tuhan, sehingga Oktavianus Agustus anak tuhan. Dia sudah kenyang dengan propaganda itu, soal anak tuhan yang menjadi kaisar imperator Romawi, yang akan menghadirkan kedamaian dan kemakmuran (shalom), tapi ya, bagi Romawi; menghadirkan keselamatan, jadi soter mundi, tapi tentu bukan untuk semua orang, tentu hanya untuk kroni-kroni Romawi, sementara sisanya tetap gelap. Jadi orang-orang ini sudah kenyang dengan retorika-retorika seperti itu, sehingga mereka mencari ke sinagoge orang Yahudi, yang bahkan bangsa jajahan mereka. Dan, mereka dikenali sebagai orang-orang yang takut akan Allah.
Paulus mengatakan kepada mereka, “Allah orang Israel ini telah memilih nenek moyang kita dan membuat umat itu jadi besar, ketika mereka tinggal di Mesir … “. Yang menarik dalam hal yang Paulus ceritakan, yaitu dia tidak meletakkan orang-orang Israel di Mesir sebagai korban. Dia tidak mengatakan ‘mereka dianiaya, mereka dibuang ke Sungai Nil, mereka dipinggirkan/diperbudak’; dia langsung skip bagian itu dan mengatakan, “Ia memimpin mereka keluar dari negeri itu dengan tangan-Nya yang teracung”. Itu saja. Jadi bagian yang penuh tangisan dan ratapan, rasa kasihan pada diri sendiri, self-victim, self-pity, oleh Paulus di-skip; lalu berikutnya dia mengatakan: “Empat puluh tahun lamanya Tuhan memimpin mereka keluar dari Mesir dengan tangan yang teracung itu, harus bersabar terhadap tingkah laku mereka di padang gurun.” Jadi yang di-highlight oleh Paulus adalah tegar tengkuknya umat Israel. Di padang gurun itu 40 tahun Tuhan harus bersabar terhadap nenek moyangmu yang dipanggil jadi bearer dari Mesias, nenek moyangmu yang dipanggil untuk menampung janji Allah itu. Dan kemudian setelah mereka tiba di Kanaan, setelah Tuhan membinasakan tujuh bangsa lewat perang, membagi-bagikan tanah itu kepada mereka untuk menjadi warisan selama 450 tahun, ujungnya adalah mereka berlaku seperti zaman Hakim-hakim. Dan pada ujung zaman Hakim-hakim, mereka menolak kepemimpinan Tuhan, dengan cara menolak diperintah oleh orang-orang yang diutus Tuhan. Mereka meminta raja, ‘supaya kami seperti bangsa-bangsa lain’; dan Tuhan harus menghibur Samuel, “Bukan kamu yang mereka tolak, Aku yang mereka tolak”. Jadi Israel minta raja, di sisi lain berarti Israel tidak mau Tuhan.
Bayangkan, setelah Tuhan bersabar 40 tahun, setelah menanam bangsa itu ratusan tahun di tanah perjanjian, apa yang Tuhan peroleh? Penolakan. Dan setelah itu, toh Allah mengangkat Daud menjadi raja. Tentang Daud Allah bersaksi: Aku mendapatkan Daud anak Isai, seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku; dst. Namun kita tahu, Daud pada akhirnya mati. Kita tahu, Daud pada akhirnya tidak setia-setia banget pada Tuhan, Daud akhirnya berlaku seperti raja-raja kafir, dia mengambil istri Uria, orang Het, sebagai istrinya dan membunuh Uria yang setia kepadanya itu. Seperti itulah perilaku raja-raja kafir. Daud mempunyai banyak istri. Salomo, anaknya, punya lebih banyak lagi istri, dan juga harta serta kuda-kuda. Itu bukan gambaran bahwa Salomo diberkati Tuhan, Salomo itu sukses, makmur, dan selamat; ini gambaran bahwa Salomo perilakunya kafir, karena di dalam Taurat dkatakan bahwa raja-raja Israel tidak boleh memiliki banyak kuda dan emas dan perak. Dalam hal ini kita tidak artikan bahwa tidak boleh punya harta sama sekali atau bahwa menjadi kaya adalah buruk, melainkan bahwa gambarannya persis banget antara gambaran raja yang tidak diperkenan Tuhan dalam Taurat, dengan yang digambarkan penulis kitab Raja-raja soal Salomo.
Gambarannya memang mau menggambarkan betapa raja-raja Israel tidak ada yang berkenan pada Tuhan, termasuk Daud dan Salomo. Tapi, karena Tuhan menetapkan hati untuk memilih mereka, untuk melalui mereka ada keselamatan, maka –walaupun mereka bukan raja teladan, bukan raja ideal– oleh kemurahan Allah melalui mereka Tuhan menggenapkan perjanjian-Nya. Tokoh-tokoh Alkitab itu bukan untuk kita teladani atau kita kutuki, bukan juga untuk kita meninggikan diri, melainkan untuk kita bersyukur pada Tuhan yang bermurah hati kepada para pendosa; itu poinnya. Dan, bahwa Tuhan bermurah hati kepada umat perjanjian-Nya itu, lebih di-highlight karena mereka tidak setia. Raja-raja mereka yang terbaik pun tidak setia. Bahkan raja yang atasnya Tuhan ingin meneguhkan perjanjian-Nya turun-temurun, itu pun tidak setia. Namun ketidaksetiaan dia tidak menghalangi Tuhan untuk menggenapkan perjanjian-Nya. Itulah sebabnya Paulus kemudian mengatakan Tuhan melanjutkan lewat Yohanes, yang memberitakan baptisan tobat kepada seluruh bangsa Israel.
Baptisan tobat, berarti bangsa Israel itu bukan Israel, dalam arti bangsa Israel itu tidak tahir, penyucian yang mereka lakukan di Yerusalem tidak cukup; dalam arti Bait Suci tidak sah, bahkan Yesus mengatakan, ‘runtuhkan saja Bait suci itu, tiga hari Aku akan membangunnya kembali’. Kalau orang dibaptis oleh Yohanes, itu sama saja dengan mengatakan ‘kami butuh bertobat, kami sebagai bangsa sudah bersalah, kami tidak lebih bagus dari bangsa-bangsa lain’ –karena mereka dibaptis bersama-sama bangsa-bangsa lain yang bertobat juga. Yang dilakukan oleh Yohanes itu adalah persiapan datangnya Mesias, yaitu mengakui ketidakcukupan dari umat Tuhan.
Paulus mengakhiri khotbahnya –semacam breaking the fourth wall— dengan addressing mereka mata dengan mata; dia mengatakan: “Saudara-saudara, baik yang termasuk keturunan Abraham, maupun yang takut akan Allah, kabar keselamatan itu sudah disampaikan kepada kita, lho, penduduk Yerusalem dan pemimpin-pemimpinnya, tapi mereka tidak mengakuinya. Mereka tidak mengakui Yesus, mereka membunuh Yesus, mereka menjatuhkan hukuman atas Dia. Dengan demikian mereka menggenapi perkataan nabi-nabi yang dibacakan setiap hari Sabat seperti sekarang ini.” Jadi tiap Sabat mereka menyatakan perkataan nabi-nabi; dan itu justru digenapi oleh nenek moyangmu.
Kalau nenek moyang menggenapi perkataan nabi-nabi, kira-kira konotasinya positif atau negatif? Mungkin secara ge-er kita sering kali bilang, “O, ya, positif”, tapi secara realistis kita menggenapinya secara negatif. Dikatakan oleh Paulus: “Nenek moyang kamu, Israel, menggenapinya secara negatif, yaitu dengan membunuh Mesias itu. Walaupun mereka tidak menemukan sesuatu yang dapat menjadi alasan untuk hukuman mati, namun mereka meminta kepada Pilatus supaya Ia dibunuh” (ayat 27-28). Ketika itu Yesus disidang oleh Herodes, dan tidak ditemukan alasan untuk hukuman mati, termasuk soal menghujat Bait Suci, dsb., maka dia dikirim kepada Pilatus. Pilatus juga tidak menemukan alasan untuk menghukum mati Yesus, dan juga sudah mengusulkan dua jalan alternatif, membebaskan Yesus karena hari Paskah atau mendera Yesus, tapi mereka dengan haus darah meminta supaya Dia dibunuh.
Ayat 29: “Dan setelah mereka menggenapi segala sesuatu yang tertulis tentang Dia –Yesus akhirnya mati– mereka menurunkan Dia dari kayu salib, membaringkan-Nya di dalam kubur. Namun inilah yang dilakukan Allah, yang tidak terbayang oleh imajinasi manusia, yaitu Allah membangkitkan Dia dari antara orang mati (ayat 30). Selama beberapa waktu Ia menampakkan diri kepada mereka yang mengikuti Dia dari Galilea ke Yerusalem; dan murid-murid-Nya itu menjadi saksi-saksi kebangkitan-Nya. Kami sekarang memberitakan kabar kesukaan kepada kamu, bahwa janji yang diberikan kepada nenek moyang kita, telah digenapi Allah.” Jadi inilah waktu itu; dengan cara apa? “Dengan membangkitkan Yesus, seperti tertulis dalam mazmur: ‘Engkaulah Anak-Ku; hari ini Engkau Kunyatakan sebagai Anak.’” Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, Ia tidak akan kembali kepada kebinasaan, sementara Daud, raja mereka, masuk dalam kebinasaan. Daud, raja mereka itu pun kemudian hari mangkat, mengalami kebinasaan, sedangkan Yesus tidak, Yesus dibangkitkan oleh Allah.
Ayat 38: “Jadi ketahuilah Saudara-saudara, oleh karena Dia, diberitakan kepada kamu pengampunan dosa. Oleh Hukum Musa, kamu tidak bisa dibenarkan; oleh Yesus, kamu dapat dibenarkan. Karena itu, waspadalah, supaya jangan berlaku atas kamu apa yang dikatakan para nabi-nabi: ‘Perhatikan, hai kamu penghina-penghina, tercenganglah dan lenyaplah’” –supaya kamu tidak dilenyapkan oleh Allah, setelah tercengang. Istilah ‘tercengang’ ini sering dipakai Lukas dalam Kisah Para Rasul; signs/semeia selalu disandingkan dengan tercengang/wonder. Tanda-tanda yang merujuk pada datangnya Kerajaan Allah, disandingkan dengan bahwa orang-orang yang melihat itu tercengang, terpesona, enchanted, mereka perhatiannya terhisap. Waktu kita tercengang, kita tidak bisa mencegah cengang. Pura-pura cengang bisa saja –karena sopan santun atau tidak ingin dibilang ndeso— tapi mencegah cengang agak susah. Kalau ada sesuatu yang betul-betul mencengangkan, sulit untuk kita harus memunguti tulang-tulang rahang kita di lantai karena kita jaw-drop. Dan, cengang artinya sesuatu yang dari luar mempengaruhi kita di dalam, kita tidak bisa menolong diri, kita dikontrol oleh sesuatu yang berasal dari luar; dalam hal ini yaitu yang Tuhan kerjakan lewat pekerjaan Roh-Nya; hal itu membuat kita terarah pandangannya, terhisap perhatiannya, dan melihat pada apa yang Tuhan kerjakan dalam Yesus.
Sampai di sini, selesailah khotbahnya Paulus dan Barnabas. Setelah itu mungkin seperti biasa ada salam penutup, ada perkataan berkat dari pemimpin rumah ibadat, selesai, Paulus dan Barnabas keluar untuk pulang. Namun rupanya pemimpin rumah ibadat Yahudi tersebut menghampiri Paulus dan Barnabas, minta supaya mereka bicara lagi pada hari Sabat berikutnya. Menarik, ya. Ini seperti selesai khotbah KKR lalu diminta minggu depan datang lagi; agak jarang yang seperti itu, apalagi occasion ini yang hadir orang agama lain.
Mereka datang lagi pada Sabat berikutnya; dan ternyata hampir seluruh kota berkumpul untuk mendengar firman Tuhan. Ini mencengangkan. Orang Yahudi melihat orang banyak itu, mereka jadi iri, mereka menghujat, mereka membantah. Kalau kampanye-kampanye presiden di Amerika, kita tahu biasanya ada heckler, orang yang sengaja menyusup masuk ke dalam kampanye lawan lalu mengganggu dengan teriak-teriak, angkat tangan bertanya, nyambit pakai sepatu, atau apapun yang bikin kacau. Di sini pun sama, ada heckler yaitu orang-orang Yahudi, dan mereka membantah perkataan Paulus. Namun dengan berani Paulus dan Barnabas berkata: “Memang kepada kamulah firman Allah harus diberitakan lebih dahulu” (ayat 46). Jadi diakui kepada orang-orang Yahudi bahwa mereka menerima terlebih dulu firman Allah. “Tetapi kamu sudah menolaknya, kamu menganggap dirimu tidak layak menerima hidup yang kekal. Karena itu kami berpaling kepada bangsa-bangsa lain.” Ini persis motif yang Yesus katakan tentang diundang pesta oleh raja, lalu orang itu banyak alasan, lalu raja tersebut mengundang orang-orang dari perempatan jalan yang tadinya tidak diundang; demikianlah orang-orang dari bangsa-bangsa lain yang diundang oleh Tuhan, di dalam Yesus.
Paulus kemudian mengatakan: “Inilah yang diperintahkan kepada kami: Aku telah menentukan engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa”; dan ini seharusnya adalah peran orang Yahudi. Yerusalem itu disebut sebagai ‘kota di atas bukit’ (city on the hill), mereka adalah terang bagi bangsa-bangsa (light of the nations). Itulah seharusnya bangsa Israel, namun dengan mereka membunuh Yesus, yang terjadi adalah mereka tidak menjadi light of the nations, mereka menghalang-halangi bangsa-bangsa untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Akhirnya orang-orang seperti Barnabas dan Saulus yang menjadi saksi dari kebangkitan Yesus, dan membawa keselamatan sampai ke ujung bumi; dan semua orang dari bangsa-bangsa lain bergembira (ayat 48). Menarik, ya. Jadi audience minggu sebelumnya adalah mix audience, orang-orang Israel asli dan orang-orang dari bangsa-bangsa asing yang simpati; lalu minggu berikutnya seluruh kota Antiokhia berkumpul di rumah ibadat itu –dan kebanyakan penduduk Antiokhia bukan orang Yahudi. Mereka berkumpul di situ, dan mereka jadi gembira. Kenapa? Karena mereka pun berbagian dalam perjanjian dengan Allahnya Abraham, Ishak, dan Yakub. Mereka berbagian karena keselamatan sudah sampai kepada mereka, tidak lagi mereka harus jadi Yahudi, tidak lagi mereka harus menjaga diri sesuai dengan ritual-ritual Taurat untuk diterima oleh Tuhan, mereka sendiri sekarang bisa masuk kepada kehadiran Tuhan lewat Yesus.
Ayat 49, firman Tuhan tersebar ke seluruh daerah itu, dan orang-orang Yahudi semakin solid, berkumpul untuk menghasut dan mencegah penyebaran kabar evangelion itu bahwa Kerajaan Allah sudah datang. Menarik di sini bahwa yang mereka hasut adalah perempuan-perempuan terkemuka yang takut akan Allah. Kalau istilahnya ‘takut akan Allah’, biasanya itu ditempelkan pada orang-orang Yunani Romawi; dan menarik bahwa yang dihasut adalah perempuan-perempuan terkemuka –tidak disebutkan ‘laki-laki terkemuka’. Artinya, perempuan-perempuan memang punya posisi dalam kepemimpinan politis pada masa-masa itu, sehingga tidak bisa kita taken for granted bahwa zaman dulu semua perempuan pokoknya posisinya marjinal, di bawah; tidak seperti itu, perlu lihat konteksnya, dan ada beberapa konteks tidak seperti itu.
Mereka menghasut perempuan-perempuan terkemuka yang takut akan Allah (simpatisan Yahudi), barangkali ada yang tadinya sudah terbujuk untuk menerima Tuhan, dan ada juga yang belum atau menolak, lalu akhirnya terjadi penganiayaan atas Paulus dan Barnabas, terjadi pengusiran atas mereka dari daerah itu. Dan, Paulus serta Barnabas pergi bukan dengan mengepit buntutnya di antara dua kaki, mereka pergi dengan dagu terangkat. Mereka mengebaskan debu dari kaki mereka sebagai peringatan bagi orang-orang itu. Mereka pergi ke Ikonium; dan murid-murid tetap penuh dengan sukacita dan Roh Kudus. Menarik di sini, bahwa halangan-halangan terhadap datangnya Kerajaan Allah itu tidak kayak tembok yang menghentikan laju dari kereta yang menghantar Kerajaan Allah, melainkan seperti polisi tidur saja. Bikin tidak nyaman, namun tidak menghalangi, tidak menghentikan. Resist iya, menyetop tidak. Murid-murid tetap penuh dengan sukacita, tetap penuh dengan Roh Kudus; dan kabar akan datangnya Kerajaan Allah tetap melaju dengan kecepatan yang sama –kalau tidak lebih– ke segala penjuru dunia.
Mari kita akhiri dengan membaca refrein dari Kisah Para Rasul, yaitu ayat 30-31 pasal yang terakhir; Lukas mengakhiri catatannya dengan begini: Paulus tinggal dua tahun penuh di rumah yang disewanya sendiri; ia menerima semua orang yang datang kepadanya. Dengan terus terang dan tanpa rintangan apa-apa ia memberitakan Kerajaan Allah dan mengajar tentang Tuhan Yesus Kristus.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (MS)
Gereja Reformed Injili Indonesia Kelapa Gading