Bahagia merupakan salah satu komoditi laris pada masa kini. Dari versi mahal hingga versi murah semuanya dijual; dari makanan yang murah hingga tur yang berharga puluhan ribu dolar; dari mainan kecil yang dijual bebas hingga pelacuran serta obat-obatan terlarang. Cukup mengejutkan jika kita melihat bahwa perdagangan obat-obatan terlarang meski sangat berat hukumannya tetap menjadi komoditas yang sangat mahal dan laris; menjadi bisnis ilegal berharga miliaran dolar. Menarik untuk disimak bahwa kita melihat bahwa manusia tidak cukup bahagia sehingga jualan-jualan yang demikian mahal, meski seringkali membahayakan, juga tetap saja dibeli. Seiring menuanya zaman kita, kita hidup dalam dunia yang semakin terburu-buru. Belum lama hari Minggu sekarang sudah Minggu lagi; hari berlalu dengan terburu-buru. Sikap buru-buru ini mengakibatkan dunia yang menua ini semakin kehabisan stamina, lelah, dan kesal. Pendeknya manusia lelah, perlu hiburan, perlu siraman kebahagiaan. Sementara itu salah satu pencuri kebahagiaan yang sangat efektif pada masa kini adalah kekuatiran. Kuatir bisa datang dan menyambangi siapa saja tanpa permisi; kita bisa kuatir akan keadaan ekonomi, bisa kuatir akan kesetiaan pasangan hidup kita, bisa kuatir akan masa depan anak kita, peluang bisnis kita dsb. Kita akan melihat bagaimana Tuhan Yesus dengan warta kedatangan kerajaan sorga datang dan berbicara berkenaan dengan urusan klasik ini.
Pertama kita mengingat bahwa ajaran tentang kekuatiran disini berkaitan dengan berita kedatangan kerajaan Allah. Disatu sisi ketika kedatangan kerajaan Allah ada dihadapan mereka, maka pengabdian kepada harta merupakan hal yang tidak relefan (6:19-24). Mamon jelas bukan barang baru, dan terkhusus dalam masyarakat Yahudi ditengah cekikan pajak yang tinggi, dengan kesulitan ekonomi yang menghadang; berbicara tentang tidak mengabdikan diri kepada Mamon jelas bukan perkara simpel; terlebih ketika pengabdian kepada TUHAN juga tidak menawarkan titik terang. Mereka telah 400 tahun mengalami kehidupan penuh gejolak namun disisi yang lain semacam stagnansi rohani ketika pengharapan mereka kepada TUHAN seperti bertepuk sebelah tangan. Tuhan meninggalkan mereka dan sekarang sepertinyya sedang berpihak kepada musuh. Jadi apa yang musti mereka lakukan, terus berdoa, terus berharap pada TUHAN dengan menghadap ke bait suci Yerusalem??? Ya mungkin itu yang mereka lakukan, namun bukan tanpa keraguan sementara bait suci Yerusalem dikuasai oleh para imam yang telah berkompromi dengan Romawi, para imam yang mengawin campurkan mimpi religius politis umat Allah di Perjanjian Lama dengan kehausan ekonomi serta agenda pertahanan status quo mereka. Dalam keadaan sedemikian, masih terus berharap pada Allah tentu bukan perkara simpel. Kita bisa bicara kepada orang yang kaya raya, sudah jangan cari uang melulu (meski terkadang tidak mudah juga), namun berbicara kepada orang miskin yang masih bergumul tentang hari esok akan makan apa tentu lebih rumit.
Para pendengar Yesus banyak diisi oleh orang-orang sedemikian; mereka yang miskin dan mendambakan kemerdekaan yang mengembalikan kestabilan politik, religi dan ekonomi mereka. Jangan kumpulkan harta dibumi namun disorga ah perkataan yang kurang realistis; harta dibumi saja kami masih bergumul bagaimana menggumulkan harta disorga. Namun justru disinilah maksud ajaran Yesus; Yesus datang dengan berita kedatangan kerajaan sorga. Jadi sekarang sangat realistis untuk mengumpulkan harta di sorga sebab kerajaan sorganya sedang datang dalam dan melalui Diri Yesus Nazareth ini. Kita diajak untuk bersyukur, berbahagia meski realitanya kita miskin, kita berduka cita (sabda bahagia); namun kerajaan Allah sudah datang. Kita boleh merelatifkan harta didunia dan memfokuskan harta di sorga. Kita kini boleh untuk bergumul dengan urusan sorgawi, urusan kerajaan Allah yang sedang datang ini, ketimbang terus bergumul melelahkan diri untuk Mamon yang dibumi. Dunia ini sedang sirna bersama dengan nafsunya yang fana; kata Yohanes (1 Yoh 2:17), hal ini menjadi realita yang mungkin susah kita terima mungkin karna tidak terlihat, namun inilah fakta yang sedang terjadi. Allah ada, sedang bekerja, namun berada ditempat yang tersembunyi; hal tersebut ditegaskan dalam pengajaran tentang doa dan puasa (6:6,18). Berbahagialah orang-orang yang berbagian dalam kerajaan Allah.
Karena itu, yaitu karena kerajaan Allah tersebut telah tiba, maka kini kekuatiran menjadi kurang relevan. Berkenaan dengan makan dan minum Tuhan Yesus membandingkannya dengan hidup dan tubuh. Jika Allah faktanya hingga saat ini menyayangkan hidup dan tubuh mereka, bukankah makanan dan pakaian yang lebih remeh semestinya mereka tidak perlu kuatir. Faktanya adalah saat ini kita hidup; realita ini sebenarnya sudah cukup untuk membuat kita tidak kuatir. Tabur, tuai, simpan di lumbung merupakan indakan wajar tak terkecuali dari sisi ekonomi. Hal-hal tersebut tidak dikerjakan oleh burung, namun seperti yang dipercayai oleh orang-orang Yahudi pada umumnya, ada pemeliharaan Allah pada mereka. Demikian juga bunga bakung, bahkan kepada rumput yang dikisahkan hanya diumurkan seharipun ada pemeliharaan Allah. Disini kita bisa melihat argumentasi ganda; pertama makanan dan pakaian; keduanya menjadi relatif tidak penting jika dibandingkan dengan hidup dan tubuh. Demikian juga burung dan rumput; namun burung dan rumputpun diperhatikan Allah; bukankah mustinya makanan dan pakaian juga tidak akan dilupakan oleh Allah dalam pemeliharaan-Nya??? Argumennya sangat simpel, kita melihat bahwa kita masih hidup, kita melihat bahwa kita masih memiliki tubuh. Jika kita percaya baik tubuh maupun hidup yang lebih pentingpun dipelihara Allah, maka sudah sewajarnya kita tidak menjadi khawatir untuk makanan dan pakaian yang relatif kurang penting.
Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana kita tidak kuatir??? Anak banyak, sekolah mahal, bisnis suram, BBM naik, gaji tidak ikut naik, perampingan pekerjaan dimana-mana, umur semakin beranjak masuk usia non produktif??? Pertanyaan yang sama juga bisa ditanyakan oleh orang-orang pada zaman Tuhan Yesus; bagaimana tidak kuatir; faktanya (yang mereka lihat) TUHAN sudah tidak bertindak selama ratusan tahun; Romawi brutal dan pajak mencekik, imam-imam mereka berkolaborasi dengan penguasa politik setempat. Benar hal tersebut memang kenyataan namun Tuhan Yesus memberikan beberapa jawaban jitu.
Pertama, kita tidak perlu kuatir karena Dia sudah mengajar kita untuk meminta kepada Allah, yang Kerajaan-Nya sedang datang. (6:11) Ini salah satu kebenaran paling sederhana namun paling sering juga kita lupakan. Tuhan Yesus mempertanyakan pertanyaan tingkat SD kepada murid-murid darimana kita membeli makan untuk mereka (5000 orang laki-laki)??? (Yoh 6:5). Jika kita SD mungkin justru kita akan menjawab dengan tepat; nda usah beli, minta saja ke Tuhan, toh Tuhan Yesus ada dihadapan mereka. Namun iman sederhana sedemikian kita anggap terlalu primitif; kita akan berpikir kompleks; kemana ya belinya; lagian uangnya juga nda cukup. Apa ini pertanyaan jebakan, ini adalah peranyaan dimana membeli, ini pertanyaan lokasi jadi bagaimana menjawabnya ya… rumit sekali. Padahal jawabannya sangat sederhana, minta ke Tuhan, namun kita tidak suka kesederhanaan kanak-kanak seperti ini. Kita berkata memangnya roti turun dari langit??? Kenyataannya ketika Tuhan mau, Dia menghujankan berton-ton roti setiap hari selama 40 tahun, ketika Tuhan mau, Dia mengirimkan demikian banyak burung hingga bangsa Israel yang rakus makan terlalu kenyang hingga bermatian; jadi darimana mereka makan, darimana pemeliharaan??? Dari Tuhan!!! Yesus datang dengan warta bahwa kerajaan sorga, kerajaan Allah sedang datang, kita bisa menghampirinya dan bisa berdoa meminta kepada-Nya (6:11). Seperti yang kita doakan (kecuali doa kita hanya template). Kita minta makanan kita setiap hari, mari percayai saja apa yang telah kita pintakan.
Alkitab mencatat ketika zaman nabi Elisa suatu hari bangsa Israel dikepung oleh Aram; maka mereka yang terkepung kehabisan makanan dan menjadi teramat miskin; sedemikian hebatnya krisis ekonomi pada waktu itu bahkan tahi burung dan kepala keledaipun berharga sangat mahal. Yang lebih menegangkan dalam cerita tersebut dicatat dua orang perempuan yang saling berjanji untuk memakan anak masing-masing untuk mereka bertahana hidup. Sebuah keadaan yang tak terbayangkan susahnya. Dalam keadaan sedemikian Allah berfirman melalui Elisa bahwa besok (bukan 7 tahun lagi) akan ada kelimpahan besar, akan ada harga murah untuk tepung dan jelai. Namun ajudan raja tidak percaya; dan yang terjadi adalah dia pada akhirnya benar-benar melihat hal tersebut terjadi namun tidak dapat menikmatinya karena terinjak-injak sampai mati (2 Raj 6:24-7:20). Tuhan boleh memakai hujan roti, memakai pasukan puyuh ataupun suara-suara untuk mengusir tentara Aram yang lari tunggang-langgang meninggalkan kuda serta perbekalan mereka; Tuhan boleh memakai pekerjaan atau bos kita; ditengah segala keadaan seperti itu seringkali kita diajak untuk memiliki kesederhanaan iman. Tuhan yang mengirimkannya. Kita cenderung berpikir rumit, mungkin ada sejenis embun yang entah bagaimana bisa menjadi roti dan memiliki nutrisi yang cukup untuk mereka bukan sekedar hidup namun terus berjalan dalam kondisi ekstrem padang gurun; kita juga mungkin tergelitik untuk menganalisa angin seperti apa yang membawa kejanggalan hebat sehingga burung puyuh bisa datang. Dan ketika kita berpikir sedemikian seringkali kita justru menjadi lemah iman, kita tidak mampu menjelaskannya dan kita berasa kebetulan yang super jarang tersebut agaknya tidak akan terjadi lagi. Kita lupa bahwa sebenarnya ada Allah yang sedang memelihara umat-nya, ini penjelasan yang sederhana, dan Allah tersebut masih memelihara kita, dan kita baru saja diajar untuk meminta kepada-Nya; jadi mengapa harus kuatir??? Mari berdoa saja. Disatu sisi kita terkadang memperlakukan Allah seperti mesin untuk beli minuman; masukkan doa X maka keluar jawaban X, masukkan doa Y maka keluar Y. Namun ketika jawaban Tuhan lain kita mulai menjadi kecewa, uring-uringan terhadap Tuhan dsb. Namun disisi yang lain sebaliknya justru kita belum sampai kesana; kita sendiri memperlakukan diri kita sebagai mesin minuman tersebut. Kita pencet doa apa, keluar doa apa, tanpa peduli benar sebenarnya Tuhan menjawab atau tidak. Yang penting sudah berdoa; dan jika kita sudah lama Kristen, kita bisa berdoa dengan cukup canggih; ada banyak template doa yang bisa kita ucapkan; mau doa makan, doa tidur, doa mau khotbah, doa pembukaan dsb. Kita adalah mesin doa yang baik, pabrik doa, tanpa peduli dengan Allah menjawab atau tidak, toh Dia berdaulat dan akan lakukan apa yang Dia pandang baik. Kita juga tidak akan merasa rugi jika seorang tidak mendoakan kita (lebih rugi jika seorang tidak membayar hutang kepada kita). Berdoalah dengan sungguh-sungguh, Bapa yang ada ditempat tersembunyi benar-benar mendengarnya (6:6).
Kedua, Yesus menunjukkan bagaimana menikmati keberadaan Allah dalam segala sesuatu. Mereka orang Yahudi sudah biasa melihat burung, bunga, dan rumput. Segala hal tentang burung, bunga, rumput yang dikatakan Yesus juga diketahui oleh orang-orang Yahudi (orang Yahudi mempercayai bahwa burung dan ikan diberi makan oleh Allah sendiri). Apa yang mereka pikirkan ketika melihat burung, dan rumput; mereka mungkin tidak terlalu banyak waktu untuk memandanginya, mereka terlalu sibuk bekerja memeras kehidupannya untuk pajak tinggi, untuk bertahan hidup. Namun Yesus melihat burung dan rumput dan melihat pemeliharaan Tuhan disana. Apa yang kita lihat ketika kita melihat burung dan rumput; waktu ada seekor burung nyasar dijendela rumah kita apa yang kita pikirkan??? Kita hidup sudah sangat materialistik (dalam arti memandang hidup dalam kacamata materi/benda). Melihat burung yang kita mengatakan ini adalah burung, binatang, yang digolongan sebagai aves. Atau kita pandang dari segi ekonomis, burung ini sangat indah, kicauannyapun merdu; jika dijual atau diterrrnakkan mungkin akan mahal sekali; atau jika burungnya doyan ngiler (meneteskan liur untuk membuat sarang) maka ilernya (liurnya yang telah menjadi sarang) bisa dikonversikan jadi rupiah yang banyak. Kita anggap orang-orang sedemikian visioner, dan memang mereka visioner. Namun Yesus mengajak orang-orang pada zaman-Nya untuk melihat dengan mata yang terang, mata yang semestinya, tidak perlu super kreatif untuk mengetahuinya. Ya, itulah burung yang murah namun dipelihara Allah, ini rumput yang sekarang ada namun besok tidak ada lagi, merekapun dirawat Allah. Benar ini bukanlah pandangan yang hiper kreatif sebenarnya; dalam teologi orang Yahudi mereka percaya bahwa Allah bekerja menopang ciptaan (kontra ajaran deistik); tidak heran Yesus berkata Bapa-Ku bekerja hingga saat ini. Namun kita terbalik, melihat burung kita melihat binatang yang bisa terbang, itu cara pandang biasa, melihat burung menjadi tumpukan rupiah itu luar biasa. Namun sekali lagi Yesus mengajar, mari kembali lihat secara biasa, tidak perlu jadi rabi tidak perlu jadi ahli Taurat untuk melihatnya; pandanglah burung dan kenallah Allah yang memeliharanya.
Ketiga, Yesus mengajak mereka untuk juga mengenal logika sederhana; jika burung yang tidak berharga dipelihara, bunga yang tidak diperhitungkan didandani; bagaimana dengan kita??? Seorang fotografer yang handal bisa memotret burung, atau bunga tertentu mengambilnya dengan sudut, warna, fokus tertentu sehingga menghasilkan gambar yang keindahannya bisa dinikmati untuk kurun waktu yang sangat lama. Padahal burung dan rumput tersebut mungkin memiliki umur yang sangat sementara; bahkan burung tersebut mungkin hanya akan dipandang oleh si fotografer sekali saja seumur hidup si burung, namun burung tersebut masih memiliki nilai keindahan yang bisa dinikmati sangat lama. Jika untuk burung yang mungkin hanya masuk perhatian fotografer dalam hanya sekilas saja bisa ada perhiasan dan pemeliharaan yang teramat hebat; bagaimana dengan kita yang dikatakan dalam perjanjian lama TUHAN menghadapkan wajah-Nya kepadamu. Salomo adalah raja yang sangat besar, bahkan ratu dari negeri Selatan yang jauh datang untuk menyaksikan kemegahannya dan pulang dengan pernyataan bahwa rumor tentang kebesaran Salomo ternyata hanya setengah dari yang sebenarnya. Namun Allah memperhatikan keindahan bunga bakung yang demikian remeh hingga mendandaninya lebih indah dari pakaian Salomo. Maka wajarkah jika mereka kini khawatir akan pakaian???
Keempat, Yesus memberikan sapaan Allah bagi mereka sebagai Bapamu yang disorga. Sebutan Bapa mengingatkan mereka akan Perjanjian yang dibuat Allah di Sinai dengan bangsa Israel. Bagi kita saat ini kata Bapa memberikan nuansa kedekatan tertentu, hal tersebut memang terdapat dalam kata Bapa; namun kata Bapa tersebut sendiri memiliki arti secara khusus bagi orang Yahudi berkenaan dengan Perjanjian (Kel 4:22). Mirip degan misalnya kata “sayang”. Seorang bernama Juminten selalu dipanggil oleh abang Bejo sebagai “sayang”, lalu mereka berdua putus dan berpisah kota. Setelah sekian lama, ketika mereka berkomunikasi Bejo memanggilnya “dek juminten”, bukan “sayang” lagi, bahkan bukan berarti si Bejo tidak sayang lagi; Bejo tidak lagi memanggil dia “sayang” karena mereka sudah bukan dua sejoli lagi. Namun setelah sekian lama, setelah berbagai peristiwa terjadi, akhirnya mereka kembali bersama dan menikah; lalu si Bejo kembali memanggilnya “sayang”. Kata “sayang” tersebut mengisahkan banyak sekali hal; bukan sekedar bahwa Bejo sayang Juminten, namun bahwa Bejo adalah milik Juminten. Memanggil Allah sebagai “Bapa” mengingatkan mereka kembali kepada Perjanjian Sinaitik; ketika Allah dengan tangan yang kuat menuntun mereka keluar dari Mesir, sebelum peristiwa tersebut Allah berkata Israel adalah anak-Ku, anak sulung-Ku. TUHAN berfirman kepada Firaun biarkan Anak-Ku yang sulung itu pergi, jika tidak Aku akan mematikan anak sulungmu (peristiwa Paskah) (Kel 4:22-23). Hal ini sangat dikenal bahkan menjadi jantung perayaan utama bangsa Yahudi; mereka mengenal ini seperti kita mengenal bahwa Yesus mati diatas kayu salib. Sangat jelas tergambar dalam sakramen yang dilakukan secara rutin oleh mereka.
Allah mempertahankan mereka dengan keras sebagai anak-anak Allah; kita melihat certia Keluaran dan melihat Allah yang tampak “uring-uringan” ketika Israel, Anak-Nya ditahan Firaun, untuk itu Allah membunuh sulung Firaun, sulung rakyat Firaun, bahkan sulung para binatang Firaun dan rakyatnya. Namun mereka sudah diceraikan Allah dari hubungan yang demikian dekat tersebut; mereka tahu bahwa karena dosa dan ketidaksetiaan mereka, maka mereka sudah diceraikan; dan mereka berharap bahwa suatu hari nanti Allah akan kasihan kembali kepada mereka. Disinilah Yesus dalam Injil Matius ini datang dengan berita besar, kabar baik, sangat baik bahkan; malaikat datang kepada Yusuf dalam mimpi dan memberitahunya bahwa anak yang dikandung oleh Maria harus diberi nama Yesus, sebab Dia akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa (1:21). Benar mereka akan diselamatkan dari dosa yang menceraikan mereka dari Allah, kini mereka boleh kembali memanggil Allah mereka sebagai Bapa. Sedikit berbeda dengan Lukas yang simply menyatakan “Bapamu” untuk menekankan keseharian; Matius memakai frase yang lebih digemarinya “Bapamu yang disorga”. Disini Matius menyatakan bahwa Bapa; yaitu YHWH yang dengan keras mempertahankan Israel, Anak-Nya dari Firaun, adalah Bapa yang berkuasa, Bapa sorgawi. Bagaimana dengan kita saat ini??? Mustinya lebih lagi. Kita tahu bahwa untuk mempertahankan anak-anak-Nya dari Firaun, Allah membunuh anak sulung Firaun. Namun untuk mempertahanan kita, anak-anak-Nya dari dosa; Bapa membiarkan Anak-Nya sendiri, Anak Sulung yang sejati, Anak tunggal-Nya mati diatas kayu salib sehingga kita bisa memanggilnya sebagai Bapa. Benar sekarang kita boleh kembali memanggil-Nya sebagai Bapa. Bapa sorgawi kita. Jadi bagaimana kita masih akan kuatir akan apapun juga???
Maka tepatlah perkataan Yesus, kuatir tidak memanjangkan hasta atau memanjangkan umur kita, kuatir tidak menyelesaikan masalah kita. Yang menyelesaikan adalah Allah yang kepada-Nya kita bergantung. Allah yang kepada-Nya kita menyeru “Bapa sorgawi…” Ketidakpercayaan kepada pemeliharaan Allah diidentikkan dengan orang kafir, bangsa yang tidak mengenal Allah (33). Tidak seperti bangsa-bangsa lain yang allahnya mungkin jauh, mungkin kurang kuat, atau sangat susah diprediksi, atau tidak peduli pada mereka; tidak seperti bangsa-bangsa tetangga mereka yang allahnya justru minta diberikan berbagai makanan; mereka orang-orang Yahudi kini bisa kembali bersuka. Allah mereka, TUHAN semesta alam, menyatakan belas kasih-Nya, menyatakan kedekatan dan pemeliharaan-Nya dalam deklarasi bahagia kerajaan Allah yang diemban oleh Yesus Nazareth tersebut dengan panggilan sederhana nan sarat makna, Bapa kami yang disorga. Maka sekali lagi sangat wajarlah jika dalam keadaan yang tidak mudah, kita diajak untuk memfokuskan diri pada kerajaan Allah, dan kebenaran-Nya. Mengejar kerajaan Allah, mengejar kebenaran adalah kewajaran sebaliknya khawatir akan hari esok menajdi tidak wajar bagi umat Allah; hal tersebut mungkin wajar bagi mereka yang tidak mengenal Allah namun tidak bagi kita yang berbagian dalam berita bahagia ini.
GOD be praised!!!
Ringkasan khotbah ini sudah diperiksa oleh pengkhotbah (KK)