Di dalam bagian ini kita melihat ada satu perumpamaan yang cukup panjang, tetapi di dahului satu konteks pembicaraan yang sederhana. Kita bersyukur adanya kasus-kasus yang terjadi di dalam kehidupan manusia, termasuk juga di dalam kehidupan pelayanan Yesus Kristus, ini menjadi satu momen bagi Yesus untuk mengajarkan pembicaraan yang lebih dalam. Kita melihat di sini, Yesus bukan hanya menanggapi pergumulan demi pergumulan dengan solusi-solusi praktis, tetapi kalau kita baca perikop ini, kita tahu yang jelas lebih penting adalah perumpamaan Kristus yang mengajarkan ada orang kaya yang tidak bijaksana atau bodoh. Tapi ini juga merupakan satu pengajaran yang kemudian menyambung dari satu keadaan yang konkrit yang dihadapi dan kita percaya bukan hanya dari orang yang bertanya kepada Yesus ini saja, tetapi juga dihadapi oleh jemaat yang untuknya Lukas ini menulis injil dan juga untuk saudara dan saya, kita jemaat GRII Kelapa Gading.
Lukas menulis inil ini bukan tanpa alamat, bukan tanpa kelompok atau komunitas, seperti Paulus menulis surat kan ada alamatnya, ada jemaat yang dituju. Injil ini meskipun tidak dikatakan sebagai satu surat, tetapi juga memiliki natur seperti surat, ada jemaatnya yang dituju. Nah salah satu pergumulan yang sangat nyata di dalam jemaat yang dituju oleh Lukas ini di dalam injilnya adalah adanya gap yang besar antara orang kaya dan orang miskin, ini menjadi satu pergumulan untuk jemaat. Kita percaya persoalan seperti ini masih terjadi sampai zaman ini dimana saja, ada gap antara orang kaya dan orang miskin.
Sehingga kalau kita membandingkan dengan khotbah di bukit injil Matius, dikatakan, berbahagialah orang yang miskin dihadapan Allah atau poor in spirit, miskin rohnya dihadapan Allah, hal ini tidak muncul di dalam injil Lukas, kita hanya melihat kalimat berbahagialah mereka yang miskin, tidak ditulis dihadapan Allah. Itu ada nuansa sedikit berbeda, karena Lukas lebih literally mengerti orang miskin ya betul-betul miskin, bukan miskin rohani saja, ya memang betul-betul miskin materi atau finansial. Dan waktu dikatakan juga celakalah kamu orang-orang yang kaya, di situ dikatakan juga berbicara kepada orang yang kaya literally dalam pengertian itu.
Dalam kesempatan hari ini kita ingin merenungkan bahaya yang bisa timbul dari kekayaan, di dalam gambaran pertama di sini sebetulnya satu permintaan yang sepintas terlihat cukup wajar. Ada orang yang sekedar mau berbagi warisan dengan saudaranya, mungkin memang dia berhak, karena itu kan wajar di dalam kebudayaan Yahudi, ada orang tua meninggal, anak-anaknya mendapat warisan, anak sulung mendapat warisan lebih dari anak yang lain, memang dalam bagian ini tidak dijelaskan, anak sulung atau bukan. Tetapi yang pasti secara pertanyaan mungkin bukan merupakan suatu pertanyaan yang keterlaluan, tetapi Yesus segera membaca apa yang ada di dalam hati manusia.
Kalau kita lihat pertanyaannya, tolong dong bantu saya di dalam kesulitan ini, saudara saya tidak mau berbagi warisan dengan saya, wah ini kan kelihatanya sepertinya bahwa saudaranya itu serakah, tidak mau berbagi warisannya dengannya, saudaramu itu masuk dalam dosa ketamakan, tetapi Yesus tidak menjawab seperti itu. Yesus menjawab, saudara, siapa yang mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu? Lalu kemudian segera disambung, berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan. Memang keadaan orang ini tidak disingkapkan oleh alkitab, keadaanya bagaimana, tetapi sampai sekarang ini kita masih melihat, bukan sesuatu yang luar biasa, dalam keluarga, keturunan jadi berantakan setelah orang tua kaya mati, lalu keluarganya mulai berantem, anaknya saling bersaing untuk mendapatkan warisan, urusan warisan memang seringkali berkait dengan ketamakan.
Sangat merarik, di dalam dunia seringkali kita menyaksikan ada orang-orang yang tidak terlalu dapat warisan, hidupnya lebih diberkati Tuhan, dari pada orang yang dapat warisan tapi akhirnya tidak bisa mengelola, terutama karena dosa ketamakan dan keserakahannya itu, Tuhan bukan saja tidak memberikan kepada dia untuk mengelola, bahkan karunia untuk menikmati pun tidak diberikan oleh Tuhan, kasihan sekali orang seperti itu. Di dalam kehidupannya bukan tidak ada resources, ada, financial resources itu ada, tetapi tidak bisa menikmatinya, entah kenapa? Mungkin karena sakit penyakit atau mungkin karena jiwa yang terlalu pelit, saking pelitnya sampai tidak pernah memakai uangnya, tidak diberikan karunia untuk menikmati. Warisan, ketamakan itu gambaran yang seringkali kita jumpai di dalam dunia sehari-hari.
Maka kita melihat di dalam cerita yang lain dalam injil Lukas, ada seorang anak bungsu yang juga meminta warisan, lalu di situ dikaitkan juga dengan kejatuhannya, pelariannya, perginya dia dari hadirat bapanya, hadirat Tuhan, memang pusat dosanya bukan di dalam urusan warisan, itu betul, tapi di dalam spirit dia mau bebas dari orang tuanya, tetapi juga bukannya tidak berkaitan dengan warisan, kalau kita membaca di dalam urusan itu. Warisan itu hal sederhana, ya memang tidak sederhana sekali, seringkali menimbulkan banyak persoalan di dalam kehidupan manusia dan Yesus tidak tertarik masuk ke dalam persoalan seperti ini. Bukan karena Dia play save atau seperti yang dikatakan Aristoteles, kalau ada dua orang yang saya kenal minta jadi hakim atas mereka, lebih baik saya tolak, karena nanti salah satunya bisa menjadi musuh saya, Yesus bukan seperti itu. Tetapi karena Yesus menyoroti di dalam hatinya, ini ada persoalan ketamakan, cinta uang, maka Dia membuka satu statement sederhana, meskipun seseorang berlimpah-limpah hartanya, hidup tidak tergantung dari pada kekayaan itu.
Hidup seseorang bukan tergantung dari kekayaan, kita sedih dengan satu kebudayaan melihat profiling orang berdasarkan kekuatan finansialnya dan sepertinya hal itu sangat kuat. Menilai orang, lalu mengelompokkan hanya berdasarkan faktor kekayaan, buat saya itu sama konyolnya dengan profiling orang berdasarkan kemampuannya bermain ping-pong, badminton atau bola bekel dst., lalu dikelompokkan, wah yang ini mainnya hebat, yang ini tidak bisa, mainnya bodoh sekali dst. Ya orang menjadi bangga karena dia juara ping-pong, padahal hanya juara satu kamar, bukan juara satu kampung, juara bisa berdagang, lalu apa, kalau sudah juara? Hitungan manusia kan bukan hanya ping-pong atau bola bekel iya kan? Kan ada olah raga yang lain, di dalam kehidupan manusia isinya juga bukan hanya dagang, bukan hanya sekedar keberhasilan di dalam finansial? Ada orang yang menjadi sombong, bangga, lalu coba look down orang lain hanya karena urusan seperti ini, konyol sekali orang seperti itu.
Ada orang-orang yang kaya itu sebetulnya tidak kaya di dalam aspek yang lain, kita tidak usah bicara hal rohani dulu, misalnya pembacaan terhadap karya seni luar biasa bodohnya, tidak mengerti syair yang baik, sayang sekali, tetapi dia kaya secara finansial, ada banyak contoh yang lain. Intinya adalah kekayaan itu bukan segala sesuatu, itu hanya salah satu modus di dalam kehidupan manusia, namanya modus ekonomi. Ekonomi itu memang bukan nothing, tapi itu bukan everything, masih ada modus-modus lain di dalam kehidupan manusia.
Nah di sini kita membaca di dalam perumpamaan Yesus berusaha untuk menggambarkan ada seorang yang kaya, nothing wrong dengan being rich, itu bukan sesuatu yang keliru, tanahnya berlimpah-limpah, ini kan berkat Tuhan juga, kata Pengkhotbah ini berkat Tuhan, bukan dosanya kalau tanah berlimpah-limpah. Juga mungkin karena hasil kerja kerasnya, kepandaiannya dia bisa mengelola tanah tersebut, even waktu kita mulai masuk ayat 17, juga tidak salah waktu dia melihat, apa yang harus aku perbuat supaya bisa menyimpan hasil tanah yang untuk sementara saya tidak memiliki tempat yang cukup. Sama sekali bukan salah, ini pikiran yang wajar, bahkan harus, seseorang yang mengelola dengan baik, dia melihat hasilnya lebih besar dari pada kemampuan dia untuk menampung, lumbungnya terlalu kecil, gudangnya terlalu kecil, maka harus membangun gudang yang lebih besar. Ya orang berdagang harus begitu, sampai bagian ini tidak ada persoalan.
Tetapi yang menjadi persoalan adalah waktu kita membaca di dalam ayat-ayat berikutnya, waktu di situ dikatakan, dia bukan hanya merombak lumbung-lumbung yang lebih kecil itu lalu ingin membangun lumbung-lumbung yang lebih besar untuk menyimpan gandum, barang-barangnya, tetapi di dalam ayat 19, waktu dia mengatakan kepada dirinya sendiri, kepada jiwanya, jiwaku, ada padamu banyak barang tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya, beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senang. Tiga ayat yang kita baca dalam kitab Pengkhotbah tadi, ada motif ini, makan, minum dan bersenang-senang, ini seolah-olah satu kutipan, seperti seorang yang sangat mengenal kitab Pengkhotbah.
Kenapa Yesus di sini menyindir dengan penerimaan Pengkhotbah yang salah seperti itu, ini sebetulnya kan satu kekacauan pembacaan terhadap kitab Pengkhotbah dari orang kaya ini. Yesus sengaja mengambil bagian ini, karena agaknya penerimaa itu juga mempengaruhi jemaat yang dilayani oleh Lukas, atas nama anugerah Tuhan, atas nama kelimpahan hidup dsb., lalu atas nama Tuhan juga, menikmati satu kehidupan secara excessive, berlebihan dan terutama di sini digambarkan satu keadaan yang sangat percaya karena apa yang sudah ditimbun itu agaknya bisa mencukupkan dia sampai selama-lamanya.
Ada padamu banyak barang, makanlah, minumlah dan bersenang-senang, tetapi kalau kita membaca dalam teologi Pengkhotbah, gambaran musim dalam pasal yang paling terkenal adalah pasal 3, segala sesuatu ada waktunya, ada kairos-nya. Kairos itu adalah momen, saat, bukan durasi kronos tetapi satu momen eksistensial yang khusus, dalam bahasa Indonesia kita pakai saat atau momen. Segala sesuatu itu ada kairos, ada kairos lahir, ada kairos mati, kan orang tidak mati terus-terusan, kalau kita sehabis mandi, lalu gosok gigi dst., itu kronos, karena setiap hari kita lakukan. Kairos itu adalah saat yang terjadi secara khusus di dalam kehidupan seseorang, sehingga kita tidak bisa menyamakan itu dengan sekedar konsep kronos, durasi yang berjalan terus, itu sesuatu yang berbeda.
Dalam Pengkhotbah 3 dikatakan, segala sesuatu ada kairos-nya di dalam kehidupan manusia, itu berjalan seperti musim, ada musim semi, lalu masuk ke dalam musim panas, musim gugur lalu musim dingin dan masuk musim semi lagi. Itu adalah the order of creation, ordo ciptaan, di dalam penetapan ketetapan Tuhan ada saat manusia itu senang, ini kairos-nya Tuhan, senang, ada saat manusia itu susah, itu juga kairos-nya Tuhan. Seperti musim, tidak ada orang yang senang terus, tidak ada dan orang yang susah terus juga tidak ada, karena kehidupan itu seperti musim, seperti roda yang terus berputar, ini tidak bisa dihindari dan perputaran itu adalah the order of creation. Kalau bisa kita maunya musim semi terus, karena itu musim paling menyenangkan dari musim yang lain, jadinya musim semi terus saja, ya tidak bisa, karena bumi terus berputar, ada waktu orang bekerja, ada waktu orang berlibur, ada waktu orang berjerih lelah, ada waktu orang beristirahat.
Segala sesuatu itu indah pada kairos-nya masing-masing, menurut Pengkhotbah, jadi persoalannya dimana? Persoalannya adalah orang ini tidak mau menerima order of creation, dia mencoba menimbun begitu banyak, lalu berkata, saya tidak ada perputaran seperti itu dalam kehidupan saya, mengapa? Karena saya akan senang terus, karena saya akan makan terus, minum terus dan akhirnya bersenang-senang terus, kan kitab Pengkhotbah dalam pasal 10 katakan, kalau kita mau bahagia, ya makanlah roti, anggur akan memberikan kepada kita sukacita dan uang yang memungkinkan semua itu terjadi. Jangan lupa, uang yang memungkinkan semua itu terjadi, itu kan teologinya Pengkhotbah, bahkan supaya saya bisa makan dan minum, ya harus timbun uang dong, supaya bisa bersenang-senang. Persoalannya adalah dia salah mengerti teologi Pengkhotbah, Pengkhotbah mau mengatakan, ini hanya momen, saat, tidak terus-terusan makan, minum.
Makan dan minum itu adalah berkat Tuhan, ya memang betul, ini juga dari Tuhan, bukan dari setan, tidak salah kalau kita menikmati, tetapi jangan lupa, ada saat-nya, ada kairos-nya dan yang namanya kairos itu berarti ada limitasi. Orang yang tidak mengenal limitasi akan menolak the order of creation, maunya dia kalau bisa makan minum itu extended, extended. Dalam kebudayaan Romawi kuno itu ada orang yang terus mau makan, sudah kenyang masih mau makan terus, masih mau memuaskan lidah. Lalu bagaimana caranya sudah kenyang masih mau makan lagi, ya dia masukkan jarinya kemulut, lalu dia muntah dan dia makan lagi, terus seperti itu sepanjang malam sampai pagi menjelang siang. Luar biasa kebudayaan seperti ini, makan terus, tuhan mereka adalah perut, mungkin yang lebih tepat tuhan-nya adalah lidah mereka.
Dalam bagian ini memang tidak dikatakan bahwa tuhan dari orang kaya ini adalah lidahnya, tetapi satu keyakinan yang konyol waktu dia mengatakan kepada dirinya sendiri, sudah, mulai sekarang kamu tidak usah bersusah payah lagi, beristirahatlah. Kita pernah mendengar peribahasa yang mirip dengan kalimat ini, bersusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian, aplikasinya adalah waktu muda kerja keras, kumpulkan sebanyak mungkin, karena ini kairos (wah pengkhotbah sekali), kenapa? Karena nanti suatu saat akan datang suatu masa dimana kamu tidak perlu kerja lagi, jadi kamu tinggal menikmati saja, bisa wisata kuliner, karokean dll., jadi sudah 50 tahun bekerja terus, maka bersenang-senang kemudian, mirip ya bagian ini?
Sama dengan orang kaya yang bodoh ini, ini bukan prinsip alkitab, maka coba kita perhatikan dalam kultur Timur khususnya (kalau kultur Barat itu ada waktu working days, ada istirahat working days), kalau kultur Timur itu working years, setelah itu baru pensiun years, selama setahun itu tidak ada berhentiya, istirahat pun guilty feeling, dianggap kurang produktif, dianggap kurang memanfaatkan waktu. Jadi filosofi-nya mirip sama orang kaya yang bodoh ini, saya sudah bekerja keras, sekarang kairos-nya istirahat, seolah-olah dia mau mengatakan, saya sudah masuk dalam kesengsaraan musim winter bertahun-tahun dan sekarang masuk musim semi, saya mau musim semi selama 17 tahun, terakhir kehidupan saya semi terus, ya tidak bisa dan tidak ada. Di dalam kehidupan itu setiap tahun ada winter, ada semi, ya begitu terus, kita tidak bisa melokalisasi musim tersebut, tidak bisa, itu bukan order of creation.
Yang saya mau katakan adalah orang terus-menerus kerja keras waktu dia muda, tidak tahu bagaimana menikmati, tidak tahu bagaimana cara memakai uang, itu di dalam kehidupan manusia yang mencoba untuk melokalisasi waktu sengsara, yang terjadi di dalam kehidupan manusia adalah dia menolak perguliran kairos yang ditetapkan oleh Tuhan tadi. Jadi ini kesalahan pembacaan yang fatal terhadap kitab Pengkhotbah yang sedang dilakukan oleh orang kaya yang bodoh ini. Di dalam Matius 6 juga digambarkan tentang hidup di dalam kekinian, hidup dalam very present moment, bukan coba untuk mengantisipasi keseluruhan, mungkin mengantisipasi melalui kekuatiran karena terlalu gelap atau mengantisipasi dengan keyakinan diri karena terlalu tertimbun banyaknya uang di dalam perbendaharaan saya. Lalu mengantisipasi dengan tidak ada lagi winter, pokoknya semi terus-menerus, saya akan makan terus, minum terus, bersenang-senang terus dan tidak ada kekurangan, tidak ada saat-saat air mata di dalam kehidupan saya, karena saya sudah melokalisasi dimasa muda saya.
Di Singapore saya seringkali mengutip bagian ini, saya sering mendapati orang-orang muda luar biasa bekerja keras, waktu tuanya bukan bersenang-senang, tetapi malah menyenangkan dokter-dokter di Singapore, dengan memberikan semua uangnya ke dokter tersebut. Akhirnya dia bukan bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian, tapi bersakit-sakit dahulu lebih sakit kemudian, lalu terakhir mati sebelum dia ketemu Tuhan. Jadi siapa yang bisa memastikan pattern sakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian? Tidak ada, ya memang setidaknya ajaran yang ini lebih baik daripada ajaran bersenang-senang dahulu, bersenang-senang kemudian, tidak bisa dihidupi juga, sedikit lebih baik, tetapi tidak cukup alkitabiah, filosofi itu tidak sampai kalau diukur dari standar alkitab, masih terlalu rendah. Di dalam standar alkitab adalah kita tidak bisa menghindari saat waktu kita kelimpahan, saat waktu kita terjepit, terjepit itu bukan hanya soal finansial, jangan kita berpikir bahwa hidup itu aspeknya hanya finansial, itu orang yang miskin, karena aspek hidupnya hanya finasial saja. Karena aspek hidupnya tidak ada yang lain kecuali hanya urusan ekonomi, itu orang yang sangat miskin, tidak ada aspek estetika, aspek olah raga dll., di dalam hidup manusia itu ada banyak aspek, lalu ada orang yang berpikir hanya satu aspek saja, hanya aspek ekonomi, ya …. itu namanya orang yang miskin.
Maka waktu kita mengatakan di dalam kehidupan manusia itu bergulir, ada saat kita kelimpahan, ada saat kita pas-pasan, tidak sampai kekurangan, ya pas, minim sekali, persis hanya untuk hari itu masih bisa hidup dan karena itu akhirnya orang yang demikian itu belajar bergantung kepada Tuhan. Apa sih yang terjadi dalam persoalan kekayaan di dalam kehidupan manusia? Kekayaan itu bukan kejahatan dan menjadi kaya itu bukan satu kejahatan. Tetapi kekayaan bisa berpotensi menimbulkan persoalan di dalam kehidupan manusia, waktu manusia tidak bisa menghadapi kekayaan itu dengan benar bersama dengan Tuhan. Paulus mengatakan, segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku, sayangnya ayat ini seringkali hanya dipakai di dalam aplikasi waktu saya sakit, kekurangan, bangkrut, tetapi kalau kita baca konteksnya, itu dua-dua sisi, bukan hanya saat kurang, saat kelimpahan juga.
Ada orang yang tidak bisa menanggung perkara kelimpahan, Abraham Lincoln mengatakan kalimat yang terkenal (dia optimis sekali), all man, semua orang waktu dalam saat yang susah, semuanya bisa lulus (dia confidence sekali, menurut saya tidak semua orang), tetapi Abraham Lincoln termasuk orang yang baik, maka dia pikir semua orang kalau dihadapakan dalam kesulitan, ya tinggal berjuang saja, itu mudah kata Abraham Lincoln. Tetapi kalau kamu mau menguji karakter seseorang berikan dia kuasa, berikan dia jabatan, berikan dia uang, berikan dia kekayaan, berikan dia kehormatan yang tinggi, itu baru kita berbicara bagaimana karakter orang tersebut. Kalau hanya kesulitan, itu mudah menurut Abraham Lincoln, menurut saya sih tidak mudah-mudah juga, ada orang yang hancur juga di dalam kesulitannya, iya kan? Tapi bagi Abraham Lincoln jauh lebih mudah menghadapi adversity, kesulitan, kesengsaraan, yang tidak mudah itu menghadapi kekayaan, kehormatan, kemuliaan, orang tepuk tangan, hal seperti ini yang betul-betul bisa menjatuhkan seseorang sampai dasar yang paling bawah.
Tapi Paulus mengatakan, segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku, di dalam ayat sebelumnya dikatakan, aku tahu apa itu saat-saat kekurangan, aku tahu apa itu saat-saat kelimpahan, tidak ada pengalaman rahasia bagiku, tidak ada. Paulus tahu apa artinya hidup dalam keadaan yang paling sederhana, Paulus juga tahu apa artinya hidup di dalam segala kelimpahan, dia bukan orang desa yang tidak pernah masuk dalam pengalaman yang luxurious, Paulus tahu itu, dia tidak ada rahasia. Dan dia mengatakan, segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia, waktu di dalam keadaan sengsara tetap belajar sabar, tidak memaki-maki Tuhan, tetap bergantung kepada Tuhan dan waktu di dalam keadaan kelimpahan, tetap humble, tetap rendah hati, tidak menjadi orang yang berbeda, tetap menjadi orang yang sama, kenapa? Karena segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia.
Waktu kita gagal menanggung perkara kelimpahan di dalam kehidupan kita, kita cenderung jadi self confidence seperti orang yang digambarkan di sini, perasaan self sufficient, bisa menjadi Tuhan yang mengendalikan musim, yang bisa menghentikan musim winter dan sekarang musim semi terus, orang seperti ini sombong sekali, kamu bukan Tuhan yang bisa mengatur musim. Maka banyak orang yang dididik Tuhan (kalau Tuhan masih mau mendidik), diberikan satu pengalaman untuk sekedar mengerti bahwa kekayaan itu tidak bisa menolong. Sangat kasihan orang harus didik seperti ini, sebenarnya ini kan basic christianity, hal yang sederhana sekali, sudah pasti dong bahwa uang tidak bisa menyelesaikan segala-galanya, tetapi ada orang yang begitu konyol, berpikir dengan dia memiliki uang, maka uang akan menjawab semua persoalan, ada juga orang berpikir, segala persoalan di dalam dunia ini pada dasarnya adalah uang. Kalau ada uang masalah pasti beres, orang seperti itu luar biasa bodoh, lalu kalau Tuhan masih mau mendidik orang seperti itu, Dia akan bawa ke dalam satu setting, dimana dia dipaksa untuk sadar bahwa kekayaannya tidak bisa menolong dia kemana-mana.
Seperti orang kaya dalam bagian ini, dia membangun, lalu sekarang Tuhan katakan, sekarang kairos untuk kamu, bukan kairos makan, minum dan bersenang-senang, bukan, sekarang kairos kamu mati. Kairos itu dikendalikan oleh Tuhan, lalu Yesus menaikkan dengan satu kalimat akhir, yang kamu timbun, yang kamu kumpulkan untuk siapa nanti? Siapa yang akan menikmati? Manusia bukan Tuhan atas dirinya sendiri, manusia bukan Tuhan atas resources, atas harta benda, atas semua potensi yang ada padanya, bukan, Tuhan adalah Tuhan, kita belong to God, itu dikatakan dalam Heidelberg katekismus, penghiburan satu-satunya, Thy only comfort, bahwa kita ini belong to God. Kita bersyukur, harta benda kita itu belong to God, kalau belong to me, saya mati ya selesai, harta bendanya selesai, tetapi karena itu belong to God, meskipun saya mati, berharap Tuhan masih bisa pakai untuk menjadi berkat bagi orang lain, karena itu belong to God, indeed itu satu penghiburan. Tetapi ini, berusaha untuk memiliki sendiri setelah dia mati, ada orang yang tidak diberikan kesempatan, meskipun dia kaya, tidak diberikan kesempatan dengan kekayaannya mendukung pekerjaan Tuhan.
Jangan kita berpikir bahwa kita yang tidak memberikan kesempatan untuk mendukung pekerjaan Tuhan, tidak, Tuhan yang tidak memberikan kesempatan kepada orang itu untuk berbagian di dalam pekerjaan Tuhan. Ada janda miskin, sebetulnya kalau secara manusia, itu tidak usah lagi, kita tidak mau membebani dia, sudahlah, hidupnya sudah terlalu susah, banyak sekali pergumulan, tidak usah memberilah, itu urusannya orang-orang kaya, kalau dia mau pelayanan, ya pelayanan saja, ikut koor kan tidak jadi miskin, ya mungkin malah bisa dapat uang juga. Jadi tidak usah sampai memberi uang lah, kita tahu dia sudah terlalu menderita, tidak usah pelayanan di dalam keuangan, tapi justru Tuhan terima pelayanan dari orang-orang seperti ini, yang sudah miskin, tetapi Tuhan masih memberikan kesempatan kepada dia untuk mendukung pekerjaan Tuhan. Seperti 5 roti dan 2 ikan, hanya 5 roti dan 2 ikan kan ya? Bukan orang yang berkelimpahan roti, kan murid-muridNya nelayan semua, mana ikannya? Ini anak kecil, bukan nelayan, ikan itu dia beli, bukan dia menangkap sendiri, dia hanya bawa untuk dirinya sendiri, lalu Tuhan terima itu dan Tuhan pakai. Kalau Tuhan mau pakai, maka Tuhan pakai, kalau Tuhan tidak mau pakai, maka Tuhan tidak mau pakai, itu tidak ada urusnnya kita memiliki resources atau tidak ada resources. Maka kita jangan menjadi sombong.
No body comes to help, no body comes to contribute, jangan kita memelihara sifat kontributif, itu bukan spirit orang-orang kristen yang melayani Tuhan. Tuhan mengatakan di sini, yang kamu kumpulkan, siapa nanti yang akan menikmati? Bagian ini akan kita tutup dengan satu cerita sederhana, ada seorang raja dari Bavaria, dia seorang pengagum dari komposer zaman romantik, Richard Wagner, dia membuat satu palace, istana berdasarakan ceritanya opera Wagner, ironinya setelah palace itu selesai dibangun dengan menguras kas negara, bahkan raja itu sendiri tidak bisa menikmatinya, karena raja itu mati secara misterius. Lalu siapa yang menikmati, ya turis-turis yang datang. Ini satu ironi di dalam kehidupan, Yesus mengatakan, itu diambil dari padamu yang kamu sediakan, siapa yang akan menikmati? Sebetulnya itu kamu sediakan untuk siapa sih? Bagus kalau Tuhan mau ambil lalu dipakai untuk orang miskin, ya puji Tuhan masih dipakai, tapi kalau betul-betul akhirnya tidak ada yang pakai lagi, lalu menjadi tua begitu saja. Di laut kan banyak harta karun yang tenggelam, Tuhan tidak mau pakai itu, betul-betul tidak layak untuk dipakai, akhirnya dibiarkan tenggelam di dasar laut. Untuk siapa itu nanti?
Maka perikop ini ditutup dengan kalimat, karena itu hendaklah kita kaya dihadapan Allah, siapa itu yang kaya dihadapan Allah? Yaitu orang yang tidak hanya mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, itulah orang yang kaya dihadapan Allah, kiranya Tuhan memberkati kita semua. Amin.
Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbah (AS)